Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Mantan hakim agung Prof Gayus Lumbuun mendorong perubahan di tubuh Mahkamah Agung (MA) terkait transparansi kepada masyarakat. Gayus mengatakan, saat masih menjadi hakim agung, dia selalu mendorong dilakukannya evaluasi kepada seluruh hakim.
"MA memang perlu selalu diawasi, baik oleh masyarakat maupun oleh kami yang di dalam. Saya purnabakti sebulan lalu, tapi semangat saya menjaga MA tidak pernah berhenti," kata Gayus.
Hal itu disampaikan dalam diskusi bertajuk 'Transparansi Peradilan & Membenahi Persidangan Tertutup di Mahkamah Agung' di Sekretariat Indonesia Corruption Watch, Jl Kalibata Timur IV, Senin (9/4).
"Saya salah satu hakim agung yang banyak bicara di luar, saya bilang perlu ada evaluasi seluruh hakim di Indonesia," lanjut dia.
Gayus lalu menceritakan, saking ramainya dia menyuarakan evaluasi terhadap seluruh hakim, dirinya dipanggil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi, kata Gayus, meminta penjelasan atas sikap Gayus.
"Ketika ini dicuatkan, saya dipanggil Presiden dan beliau bertanya apa maksud dan tujuan saya mengevaluasi? Saya bilang di Georgia mantan pecahan Rusia, bahkan Timur Leste, negara tetangga, dan beberapa negara di Eropa, termasuk Hong Kong, seluruh hakim diganti dengan yang baru. Saya bilang 'kita tidak pak,'" cerita Gayus.
Masih cerita Gayus, dirinya menjelaskan Indonesia tak perlu mengganti hakim-hakimnya. Hanya saja perlu adanya pendisiplinan syarat untuk menjadi seorang hakim agung dan ketua pengadilan.
"Saya usulkan agar hanya pimpinan saja agar bisa memotivasi ke bawah. Lalu apa ukuran dua. Yang satu persyaratan administrasi. Apakah hakim agung kita sudah memenuhi? Saya bilang ada 5 bahkan pimpinan, tiga tidak cukup syarat," ucap dia.
"Yaitu apa syaratnya? Untuk saya, hakim non karier itu 20 tahun aktif di bidang hukum tanpa putus. Untuk hakim yang harus doktor syaratnya. Kemudian 20 tahun ini 3 tahun sebagai hakim banding atau hakim di pengadilan tinggi. Lima orang ini belum, saya laporkan," sambung Gayus.
Gayus lalu menyinggung pernyataannya yang meminta Ketua Mahkamah Agung. Dia menjelaskan pernyataannya sesuai dengan Maklumat Ketua MA RI Nomor 01/Maklumat/IX/2017 tanggal 11 September 2017.
Isi maklumat itu adalah tidak ada lagi Hakim dan Aparatur yang dipimpinnya melakukan perbuatan yang merendahkan wibawa, kehormatan dan wibawa Mahkamah Agung dan Peradilan di bawahnya. Salah satu pointnya berbunyi:
'Mahkamah Agung akan memberhentikan Pimpinan Mahkamah Agung atau Pimpinan Badan Peradilan di bawahnya secara berjenjang dari jabatannya selaku atasan langsung apabila ditemukan bukti bahwa proses pengawasan dan pembinaan tersebut tidak dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.
Bahwa penempatan jabatan-jabatan pimpinan Pengadilan ditentukan oleh Tim Promosi dan Mutasi (TPM) yang dilakukan oleh Pimpinan Mahkamah Agung di bawah Ketua Mahkamah Agung dan bukan oleh para Dirjend di lingkungan Mahkamah Agung.'
"Ada maklumat MA Nomor 1 thn 2017, yang isinya adalah pertanggungjawaban berjenjang. Kalau ada anggota hakim di tingkat PN itu bersalah maka hak Ketua PN itu bertanggungjawab, diperiksa oleh Mahkamah Agung. Kalau di wilayah Pengadilan Tinggi, ada hakim tinggi yang salah, bertanggung jawab secara berjenjang. Begitupula MA," tutur Gayus.
"Ketika saya mencuatkan itu Kepala Pengadilan Tinggi Sulut, Manado OTT. Tertangkap OTT. Maka saat itulah kesempatan saya untuk membuka kepada publik, bisakah dengan maklumat itu Ketua Hakim Agung kami periksa," imbuh dia.
Pada intinya, Gayus melanjutkan, dia mendukung penerapan transparansi di Mahkamah Agung (MA). Apalagi, tutur dia, bangunan pengadilan Mahkamah Agung cukup untuk menampung pengunjung persidangan.
"Saya sepakat proses peradilan Mahkamah Agung terbuka. Apalagi benar, gedungnya sangat luas!" tegas dia. (dtc)