Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kabar yang berkembang seputar rencana penjualan aset PT Pertamina (Persero) kepada pihak swasta atau asing oleh pemerintah pusat, spontan mengundang reaksi dari Serikat Pekerja Pertamina Bersatu Unit Pemasaran I (Sumbagut).
Mereka bahkan mengancam akan menghentikan operasional yang selama ini berjalan jika penjualan aset dilaksanakan. Hal itu dikatakan Ketua Umum Serikat Pekerja Pertamina Bersatu Unit Pemasaran I, Sutrisno di Medan, Senin (16/7/2018).
Sutrisno mengungkapkan, kondisi finansial keuangan Pertamina saat ini cukup memprihatinkan. Namun, di satu sisi diminta untuk mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak naik.
Akan tetapi, anehnya ada rencana pemerintah pusat menjual aset-aset milik salah satu BUMN tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung seperti lewat regulasi atau kebijakan yang dikeluarkan.
"Kami akan melakukan aksi industrial secara serentak di Sumbagut dengan jumlah pekerja sebanyak 500 orang. Aksi ini juga dilakukan secara nasional, berupa penghentian operasional jika aset yang dimiliki Pertamina benar-benar dijual," ungkap Sutrisno.
Sebelum melakukan aksi mogok massal operasional, katanya, apabila aset Pertamina pada kenyataannya dijual, terlebih dahulu melakukan aksi berhenti sejenak selama setengah jam untuk berdoa pada Rabu (18/7/2018) di lima provinsi wilayah Sumbagut.
Namun, dalam aksi ini operasional tetap berjalan atau tidak dihentikan sementara. Selanjutnya, aksi berlanjut tetapi hanya dilakukan di Jakarta pada Jumat (20/7/2018) mendatang.
"Kami akan melakukan aksi apapun untuk menghentikan langkah pemerintah untuk menjual aset Pertamina. Kami akan menghentikan produksi kalau nantinya dijual. Sebab, sangat tidak baik bagi kedaulatan energi nasional," sebut Sutrisno.
Lebih lanjut Sutrisno mengatakan, pihaknya ingin memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa kehadiran Pertamina dan asetnya itu sangat penting. Sebab, merupakan bagian daripada negara Indonesia dan jangan dikorbankan.
"Kita ingin masyarakat tahu dulu seperti apa kondisi Pertamina. Sebab saat ini sekitar Rp 14 triliun lebih rugi hingga semester pertama 2018. Oleh karenanya, kami ingin energi minyak dikuasai oleh negara bukan asing. Hal ini dikhawatirkan harga BBM akan diatur dan nantinya tidak bisa dikontrol. Jadi, selamatkan sekarang atau tidak selamanya," cetus Sutrisno.
Dijelaskan dia, kondisi minyak dunia saat ini terus meroket hingga harganya di atas US$72 per barel untuk CPO. Sementara, asumsi APBN 2018 hanya US$48. Hal ini menyebabkan, Indonesia sebagai salah satu negara impor yang berkebutuhan 1,6 juta barel per hari baik minyak dan gas mengalami suatu tekanan perekonomian yang berdampak. Sedangkan, di dalam negeri hanya menguasai 20% di hulu dan sisanya impor.
"Produksi migas kita dari kilang yang ada hanya sekitar 700-an ribu barel per hari. Namun yang jadi minyaknya itu hanya 400.000-an barel. Tentunya, jumlah ini tidak cukup dengan kebutuhan 1,6 juta barel. Maka dari itu, selebihnya impor dari luar negeri," beber Sutrisno.
Anehnya, dalam kondisi seperti ini ada kebijakan pemerintah yang menyebabkan keuangan Pertamina dalam keadaan kritis bukan lagi berdarah. Salah satu kebijakan itu adalah Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang telah direvisi.
Pada Perpres tersebut, mengharuskan Pertamina menyalurkan beberapa jenis BBM diantaranya ada premium. Jadi, dalam aturan ini diatur untuk menambahkan kuota dari 5 kita kilo liter (KL) menjadi 12,5 juta kl. Penambahan kuota ini setara Rp 12,5 miliar dengan harga Rp 6.450 per liter di luar Jawa, Madura dan Bali. Akibatnya, kerugian Pertamina menjadi semakin besar. Sementara, harga premium itu sendiri sesuai dengan hitungan ekonomi sudah diangka Rp 8.300 - Rp 8.500 per liter.
"Selama ini masih ditanggung oleh pemerintah melalui subsidi. Namun, sejak keluarnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 21/2018, tidak lagi diberikan subsidi hingga Rp 1 pun. Jadi, kalau dihitung-hitung produksi kita 400.000 barel per hari, maka bisa menghasilkan premium, solar dan gas dengan selisih harga ratusan triliunan. Selisih ini pun ditanggung oleh Pertamina untuk seluruh masyarakat Indonesia," ungkapnya.