Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Aparat penegak hukum dinilai belum memahami kasus pidana perempuan. Hal ini dinilai menjadi akar permasalahan kriminalisasi perempuan.
"Bahwa ketidakpahaman aparat penegak hukum terhadap instrumen hak asasi perempuan dan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPTPKKTP) ini yang kemudian menyulitkan," kata komisioner Komisi Perempuan, Adriana Venny kepada wartawam saat konfrensi pers di Bakoel Koffie, Jalan Cikini Raya No 25, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (5/8/2018).
Komnas Perempuan mengakui bahwa sosialisasi ini sudah kerap dilakukan di beberapa daerah. Tetapi masih sering terjadi kecolongan.
"Ini ada di 5 daerah sudah disosialisasikan, tapi ternyata kemudian ketika dianggap ada daerah yang kasusnya banyak lalu dilatih penegak hukumnya tapi kecolongan di wilayah lain," ujar Venny.
Kejadian di Jambi merupakan salah satu daerah yang dianggap kecolongan oleh Komnas Perempuan. Di Muara Bulian, seorang korban pemerkosaan dipenjara oleh polisi, jaksa dan hakim.
"Jambi ini kebetulan tidak masuk ke wilayah prioritas SPPTPKKTP," tambah Venny.
Komnas Perempuan mengakui keterbatasan biaya menjadi alasan masih banyak daerah yang penegak hukumnya kurang memahami sistem peradilan kekerasan perempuan ini.
"Kami memikirkan bagaimana dengan anggaran terbatas tapi aparat hukum ini bisa memahami soal akses keadilan terhadap perempuan ini," tambah Venny.
Aparat penegak hukum juga diharapkan turut berinisiatif untuk pergi dan belajar ke Komnas Oerempuan soal sistem tersebut seperti halnya lembaga negara lain.
"Makanya belajar bersama sama seperti contohnya lembaga administrasi negara ini. Satu angkatan pergi dan belajar ke Komnas Perempuan," tutup Venny. dtc