Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kementerian Pertanian (Kementan) mengubah rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017 menjadi Permentan Nomor 24 Tahun 2018.
Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro mengatakan revisi aturan tersebut dilakukan guna mengikuti ketentuan WTO. Pasalnya, aturan tersebut diadukan oleh beberapa negara, seperti Amerika Serikat karena dianggap tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
"Jadi Indonesia untuk beberapa regulasi diadukan oleh beberapa negara dianggap regulasi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan WTO yang diputuskan bersama. Jadi diputuskan harus sejalan dan kita harus melakukan revisi salah satunya revisi permentan," jelas dia, Jumat (17/8/2018).
Lebih lanjut, ia menganggap hal tersebut tidak akan membuat Indonesia kebanjiran impor. Sebab dengan adanya revisi tersebut Kementan juga akan mendorong efisiensi distribusi produksi.
"Nggak juga. Kenapa? Karena kita terus meningkatkan efisiensi karena kalau meningkat itu yang sedang kita dorong misal kalau peternakan tingkatkan perbaikan pakan. Efisiensi distribusi nah kan artinya distribusi jauh lebih pendek dari luar. Jadi kita perbaiki teknis jadi regulasi luar karena kita anggota WTO harus sesuai," imbuhnya.
Adapun, ada sebanyak sembilan aturan yang diubah. Pertama adalah pembatasan periode permohonan dan masa berlaku persetujuan impor produk hortikultura, pelarangan perubahan data jenis, jumlah produk dan pelabuhan masuk serta asal negara, persyaratan realisasi impor sebesar 80%, dan pelarangan atau pembatasan impor produk hortikultura pada masa panen.
Kemudian, persyaratan kapasitas dan kepemilikan fasilitas penyimpanan, pembatasan penggunaan penjualan dan distribusi produk impor, referensi harga cabai dan bawang merah segar untuk konsumsi, produk hortikultura tidak dapat diimpor setelah 6 bulan masa panen, rezim perizinan impor produk hortikultura.
Menurut Kepala Bidang Hukum dan Humas Badan Karantina Pertanian, Eddy Purnomo aturan tersebut diubah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh World Trade Organization (WTO).
"Ini sudah disesuaikan dengan Appellate Body (AB) dari WTO. Kan kita anggota WTO juga jadi harus in line sama aturannya," tutup dia.(dtf)