Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Selain pelukan Joko Widodo-Prabowo Subianto di venue Pencak Silat, TMII, keakraban antara Prabowo dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri juga tak kalah mengejutkan. PDIP menjelaskan soal pertemuan hangat dan tak terduga kedua tokoh itu.
Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP, Eva Kusuma Sundari mengatakan Mega dan Prabowo bersikap profesional. Eva melihat keduanya mengutamakan kepentingan bangsa di atas segalanya.
"Orang-orang itu kan pemimpin ya, jadi mereka itu profesional sebagai pemimpin. Kalau urusan personal pasti dibedakan dengan urusan yang sifatnya publik gitu," ujar Eva, Kamis (30/8/2018).
Eva menyebut Mega dan Prabowo sama-sama tak ingin mencederai euforia Indonesia atas keberhasilan memborong medali emas di cabang olahraga pencak silat. Itu pula yang terjadi dengan Jokowi dan Prabowo saat berpelukan bersama atlet pencak silat Hanifan Yudani Kusumah. "Nggak mungkin mereka mencederai momentum yang membangkitkan nasionalisme itu dengan urusan personal," sebut Eva.
Meski atas nama profesionalitas, Eva meyakini pertandingan pencak silat Rabu (29/8) itu telah mencairkan kebekuan komunikasi yang selama ini terjadi. Dia berharap komunikasi cair itu bisa terjaga.
"Jadi kontribusi silat itu mencairkan kebekuan komunikasi yang banyak diblok gara-gara pilpres. Itu menurutku akan berkontribusi juga kepada komunikasi-komunikasi berikutnya," ucapnya.
Selain itu, anggota DPR itu berharap nilai-nilai dan semangat pencak silat bisa diimplementasikan dalam kontestasi pilpres. Eva menyebut pencak silat memiliki nilai-nilai yang berharga.
"Menurutku secara pribadi pencak silat itu kan message-nya jelas: fairness, kepribadian, dan sportivitas. Mungkin dari nilai-nilai yang ada di pencak silat itu kalau bisa jadi value di dalam pilpres," pungkas Eva.
Megawati dan Prabowo pernah bersama-sama maju sebagai capres-cawapres pada Pilpres 2009. Namun, pasangan Mega Pro ini kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono.
Setelah keduanya kalah, mendekati Pilpres 2014 silam drama kekalahan di masa lalu mulai terungkap. Sejumlah elite PDIP menyebut kekalahan Mega-Prabowo kala itu gegara ketum Gerindra itu tak mau mengeluarkan logistik, meski kekayaannya kala itu hampir Rp 2 triliun. Pernyataan ini terlontar kala itu karena Gerindra menagih komitmen Megawati mendukung Prabowo di Pilpres 2014 yang ternyata diingkari.
Mega dan Prabowo menandatangani perjanjian sebelum keduanya resmi maju di Pilpres 2004 lalu. Naskah yang dirumuskan di Batu Tulis, Bogor, itu berisi kesepakatan antara dua pihak, yakni Megawati dan Prabowo. Dalam kesepakatan ini Prabowo meminta agar diberi keleluasaan mengatur ekonomi Indonesia dan menunjuk 10 orang menteri terkait.
Sementara Megawati juga menyatakan bahwa akan mendukung pencapresan Prabowo di Pilpres 2014 ini. Namun janji tinggal janji, akhirnya Megawati tak mendukung Prabowo di Pilpres 2014. Nah hubungan PDIP-Gerindra pun merenggang, apalagi setelah Jokowi jadi Presiden, Gerindra bersama PKS pun jadi 'sahabat' oposisi bahkan keduanya selalu mengagungkan sebagai koalisi permanen. dtc