Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Isu propaganda Rusia dipakai di Indonesia mengemuka setelah calon presiden petahana Joko Widodo (Jokowi) menyebutnya dalam kampanye di Surabaya. Di Negeri Paman Sam, propaganda Rusia diduga dijalankan di dunia maya hingga penyamaran di dunia nyata demi memenangkan Pilpres AS 2016.
Ada 13 agen Rusia yang menyamar sebagai warga negara AS dan beraksi menjalankan konspirasi. Keberadaan 13 intelijen itu diketahui publik usai jaksa khusus pemimpin penyelidikan FBI, Robert Mueller, merilis dakwaan 37 halaman berisi dugaan kolusi antara tim kampanye Trump dengan Rusia untuk memengaruhi hasil Pilpres 2016.
Pengusaha Rusia bernama Viktorovich Prigozhin didakwa menjadi penyandang dana operasi rahasia itu. Tiga perusahaan Rusia juga dijerat dakwaan, yakni Internet Research Agency (IRA), Concord Management and Consulting, dan Concord Catering. Dua perusahaan terakhir merupakan milik Prigozhin.
Dilansir CNN pada 17 Februari 2018 lalu, dokumen dakwaan itu merinci operasi gelap 13 agen Rusia. Para terdakwa diduga berpura-pura menjadi warga negara AS, menciptakan persona-persona warga AS, dan mengelola berbagai akun juga kelompok media sosial yang dirancang untuk menarik perhatian publik AS. Dua terdakwa di antaranya bahkan mendatangi AS pada tahun 2014 untuk mengumpulkan informasi intelijen bagi operasi mereka.
Tim Rusia ini juga menggunakan sebuah akun Facebook (FB) milik tokoh fiktif bernama Matt Skiber, yang berpura menjadi warga AS yang menghubungi seorang warga AS sungguhan dan memintanya menjadi perekrut untuk aktivitas kampanye. Tim Rusia bahkan menawarkan uang untuk biaya cetak poster dan pembelian megafon.
Di dunia maya, agen propaganda Rusia membeli iklan-iklan politik. Tidak hanya iklan politik Trump, namun juga iklan politik Hillary Clinton dibeli. Iklan itu tampil pada Facebook untuk menjatuhkan Hillary. Salah satunya iklan mempromosikan kampanye 'Support Hillary. Save American Muslims' yang bertujuan mencitrakan Hillary sebagai pendukung syariat Islam. Demikian juga iklan untuk mempromosikan kampanye 'Down with Hillary' semasa kampanye Pilpres 2016.
Selain 13 agen, ada ratusan orang dikatakan telah terlibat di operasi senyap ini. Mereka bekerja dalam sistem bergiliran (shift) menggunakan anggaran jutaan Dolar. Mereka diduga menargetkan media sosial seperti FB, Twitter, YouTube, dan Instagram.
Dilansir BBC, ada dua laporan penelitian yang disusun untuk Senat AS yang membahas soal propaganda Rusia di Pilpres AS. Pertama, laporan Proyek Propaganda Komputasi Universitas Oxford dan perusahaan analisis jejaring sosial Graphika. Kedua, laporan yang dikerjakan lembaga penelitian New Knowledge.
YouTube, Tumblr, Instagram, PayPal, Facebook, dan Twitter dimanfaatkan untuk menyebarkan propaganda demi memenangkan Trump. Puluhan juta warga AS terekspos propaganda itu. Bukan hoax yang disebut digunakan oleh Rusia, namun disinformasi alias penyampaian informasi yang salah dengan sengaja untuk membingungkan orang.
Perusahaan Rusia juga menargetkan masyarakat kulit hitam sebagai sasaran propaganda, agar mereka bingung soal cara memberikan suara. Perusahaan Rusia juga merekrut aktivis sebagai aset dan mendorong demonstrasi-demonstrasi di AS.
Sebelumnya, Jokowi menyebut ada timses yang menjalankan propaganda Rusia. Dia menyatakan hal tersebut di deklarasi Forum Alumni Jawa Timur di Tugu Pahlawan, Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/2). Namun belum jelas betul propaganda Rusia macam apa yang dimaksud Jokowi, apakah mirip dengan yang diduga dijalankan di AS atau tidak.(dtc)