Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. PLTA Batangtoru melakukan aksi nyata melindungi Orangutan Tapanuli dan juga kelestarian ekosistem Batangtoru dengan mengadakan pelatihan dan membentuk kader konservasi berbasis kearifan lokal masyarakat.
Program itu didukung Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah V Sumatra Utara dengan melibatkan 7 desa di Kecamatan Sipirok dan Marancar, Tapanuli Selatan.
Dalam keterangan tertulis PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) selaku pengelola PLTA Batangtoru, Kamis (2/5/2019), disebutkan kegiatan itu telah dilakukan selama 2 hari sejak 30 April 2019 hingga 1 Mei 2019 dipusatkan di Dusun Sitandiang, Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, Tapsel.
Hadir dalam kegiatan tersebut Chief of Communications and External Affairs PT NSHE, Firman Taufick, Senior Adviser on Environment and Sustainability PT NSHE, Agus Djoko Ismanto, Senior Riset Aksi Selamatkan Batangtoru, Koesnadi Wirasapoetra, dan Staf Seksi Bidang III Wilayah V BBKSDA Sumatera Utara, M Nasir Siregar.
Firman Taufick mengatakan kegiatan ini merupakan salah satu upaya konkret dalam membantu melestarikan spesies orangutan yang berada di ekosistem Batangtoru. Pelatihan ini akan
meningkatkan keterampilan masyarakat dalam melindungi keberlangsungan hidup orangutan di
Batangtoru.
"Masyarakat sudah memiliki kearifan lokal mengenai orangutan yang mereka dapatkan secara turun menurun. Penguatan pemahaman dan keterampilan masyarakat ini akan menjadi langkah awal PLTA Batangtoru bersama pemerintah dan masyarakat dalam membentuk kader-kader konservasi berbasis masyarakat," kata Firman
Kader-kader konservasi itu diharapkan akan siap untuk kemudian menjadi Satuan Tugas (Satgas) konservasi yang terlegitimasi pemerintah. "Kami percaya bahwa masyarakat harus dijadikan elemen penting perlindungan orangutan karena merekalah yang dari hari ke hari berinteraksi dengan orangutan," kata Firman lagi.
Agus Djoko Ismanto menjelaskan, PLTA Batangtoru telah melakukan tindakan mitigasi terhadap potensi dampak yang mungkin timbul akibat pembangunan proyek. ESIA (Environmental, Social and Impact Assessment), merupakan salah satu studi yang menjadi acuan bagi PLTA untuk menjalankan konservasi sumberdaya alam yang disebut sebagai Biodiversity Action Plan.
Langkah-langkah mitigasi telah dimulai sejak sebelum dilakukan pembukaan lahan untuk memastikan tidak ada orangutan yang terluka maupun yang terisolasi. Hasilnya zero accident. Semua tindakan mitigasi PLTA Batangtoru dilakukan dengan koordinasi dan pengawasan BBKSDA Sumatera Utara, dan dilakukan kerja sama dengan LSM setempat.
"Kami bersama-sama melakukan pemantauan keberadaan satwa. Satwa harus dilindungi agar tidak ada yang terluka selama pengerjaan PLTA
Batangtoru," kata Agus.
Lebih lanjut disampaikan Agus, PLTA Batangtoru juga memiliki program untuk menjaga konektifitas habitat yang sudah terpisah sebelum PLTA Batangtoru mulai dibangun. Diantaranya dengan menjaga dan mengamankan koridor alamiah, membangun jembatan arboreal, menanam pohon-pohon pakan dan mendukung rencana pemerintah dalam pembangunan koridor yang menghubungkan dua blok habitat orangutan.
M Nasir Siregar dari BBKSDA juga mengkonfirmasi bahwa selama ini masyarakat sudah memiliki kearifan lokal dalam menjaga kelestarian alam, salah satu contohnya adalah saat berhubungan dengan orangutan. Masyarakat percaya bahwa bila mereka mengganggu Mawas, sebutan masyarakat Tapsel untuk orangutan, akan menimbulkan marabahaya di kampung tersebut.
Menurut Koesnadi, salah satu penggagas pelatihan konservasi orangutan berbasis masyarakat salah satu contoh kearifan lokal lainnya adalah Mantari Bondar. Ini merupakan aturan adat warisan leluhur berusia seabad lebih dalam menjaga hutan dan sumber air.
Masyarakat dari empat kampung yaitu Haonatas, Tanjung Rompa, Bonan Dolok dan Siranap (Hatabosi) memiliki tradisi menjaga hutan sejak leluhurnya hingga saat ini untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari dan mengairi lahan pertanian. PLTA Batangtoru berkomitmen untuk melanjutkan aksi nyata melindungi orangutan dengan bekerja bersama pemerintah dan masyarakat.
Setelah proses pelatihan ini akan dilanjutkan dengan pembentukan kader-kader konservasi berbasis masyarakat. Program ini juga sebagai bagian dari penerapan kajian ESIA. Penerapan ketentuan-ketentuan ESIA menjadikan PLTA Batangtoru sebagai PLTA pertama di Indonesia yang melaksanakan Equatorial Principle.