Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Beberapa waktu lalu Shell dikabarkan hengkang dari proyek Blok Masela. Shell dikabarkan keluar karena rencana pengembangan lapangan (plan of development/POD) tak kunjung usai.
Shell tercatat memiliki 35% saham di proyek Blok Masela senilai US$ 15 miliar tersebut. Dari penjualan saham tersebut, diharapkan Shell bisa mengantongi US$ 1 miliar.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto membantah kabar tersebut. Menurutnya, Shell akan fokus pada pengembangan Blok Masela.
"Tidak ada statement secara resmi tapi saya cek ke Shell Indonesia mereka menyampaikan kami tetap fokus dalam pengembangan masela ini," tutur Dwi saat berkunjung ke Gedung Transmedia, Jakarta Selatan, Jumat (10/5/2019).
Selain itu, untuk keluar dari proyek tersebut Shell juga harus mengirimkan surat ke Kementerian ESDM dan nanti akan diputuskan. Seandainya hal tersebut terjadi juga tidak mengganggu pengembangan proyek.
"Tapi pengalihan kan harus ada persetujuan pemerintah Indonesia," kata Dwi.
Mengenai pengembangan Blok Masela yang tak kunjung usai, Dwi mengatakan, tengah dihitung tingkat keekonomian yang pas.
"Maka yang pertama review adalah project costnya. Dari project cost exercise tentukan split. Kemudian waktu kalau project ini beda setahun bisa hemat US$ 500 juta," tutur Dwi.
Proyek lapangan abadi ini ditargetkan beroperasi pada 2027 mendatang. SKK Migas pun mendorong agar Blok Masela bisa beroperasi lebih cepat lagi.
"Masela onstream 2027 dan SKK dorong lebih cepat," ujar Dwi.
SKK Migas menggunakan bantuan konsultan asing dalam menghitung biaya pengembangan Blok Masela. Konsultan tersebut yakni Energy World Coorporation (EWC). Konsultan asing tersebut membantu SKK Migas menghitung biaya-biaya pengembangan tersebut.
"Desain, angka, safety macam-macam," kata Dwi.
EWC mengkaji angka-angka pengembangan tersebut untuk dihitung apakah terlalu tinggi atau sudah pas. EWC juga menghitung berapa biaya pembangunan fasilitas LNG.(dtf)