Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Salah satu indikator keberhasilan sebuah festival seni budaya adalah apabila ia telah menjadi milik masyarakat setempat. Dengan itu, sebuah festival akan berumur panjang. Apalagi, sasaran festival memang masyarakat setempat itu sendiri, sebagai pemilik seni dan budaya.
Demikian disampaikan seniman visual sekaligus penata artistik asal Yogyakarta, Ong Hari Wahyu menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers Tao Silalahi Arts Festival (TSAF) 2019 yang digelar Rumah Karya Indonesia (RKI), di The Caldera Coffee, Jalan Sisingamangaraja, Medan, Jumat (30/8/2019).
Ong berbagi pengalaman bagaimana ia sejak tahun 80-an menggerakkan berbagai festival, khususnya di Yogyakarta.
"Pengalaman saya, kalau masyarakat sudah merasa memiliki, bisa dikatakan pasti tidak ada lagi masalah. Semua kekurangan pasti bisa diatasi, termasuk masalah dana," kata Ong.
Direktur RKI, Ojak Manalu menambahkan, pengalaman 4 tahun menggelar festival untuk mendapat kepercayaan masyarakat tidak bisa dilakukan 1-2 kali. Perlu ada komunikasi terus menerus dan melibatkan langsung masyarakat setempat.
"RKI sudah 4 tahun ini menjalin komunikasi dan kerja sama dengan komunitas yang ada di Desa Silalahi, Dairi. Keterlibatan masyarakat itulah yang merupakan modal kegiatan ini," akunya.
Melengkapi informasi, TSAF 2019 akan berlangsung di Desa Silalahi III, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Sesi pertama akan digelar lokakarya dengan sejumlah narasumber dari berbagai komunitas di Indonesia. Antara lain, Ong Hari Wahyu (seniman visual-Yogyakarta), Ikun Sri Kuncoro (penulis kreatif) Budhi Hermanto (Jaringan Radio Komunitas Indonesia dan Asosiasi Televisi Komunitas Indonesia). Sesi lokakarya akan berlangsung pada 31 Agustus-1 September 2019. Sedangkan sesi kedua adalah berkarya bersama (2-5 September) dan dilanjutkan dengan Festival Tao Silalahi (6-8 September)