Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Guru Besar Kimia dari Universitas Negeri Medan (Unimed), Prof Albinus Silalahi menduga, informasi soal kembali aktifnya virus corona pada pasien yang sudah dinyatakan sembuh tidak berdasarkan data primer. Dikatakannya, hal itu sudah menyimpang dari pemahaman imunologi-imunokimia, sehingga informasi tentang itu hanya memperburuk psikologi masyarakat.
"Tidak tertutup kemungkinan informasi itu dimunculkan tidak berdasarkan data primer. Hanya akan menimbulkan polemik dan terkesan ingin mengacaukan psikologis masyarakat," kata Albinus kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (16/4/2020).
Sebelumnya Albinus menjelaskan, berdasarkan imu pengetahuan imunologi-imunokimia, bahwa setiap sesuatu molekul/zat/mikroorganisme berpotensi patogen (parasit) pada sel-sel tubuh manusia (yang disebut antigen) akan membangkitkan sel-sel tubuh membiosintesis imunoglobulin (sejumlah jenis antibodi untuk melawan/mengikatnya).
Apabila ada jenis antibodi yang dibiosintesis ini cocok spesifisitas strukturnya untuk mengikat struktur spesifik antigen tersebut (katakanlah spesifisitas struktur biomolekul virus corona itu), maka sel-sel tubuh akan amanlah dari serangan antigen (virus tersebut).
Dengan kata lain tubuhnya kebal (immun). Tapi bagi yang belum pernah terserang virus tersebut belum tentu sel-sel tubuhnya dapat membiosintesis antibodi yang spesifisitas strukturnya cocok "bagaikan anak kunci dengan gembok" untuk saling berikatan dengan spesifisitas struktur biomolekul virus tersebut (seseorang yang keadaanya seperti ini tidak akan nyaman terhadap virus tersebut).
Seseorang yang seperti ini, perlu sel-selnya diberi memori struktur antibodi yang mana harus dibiosintesis apabila ada virus corona menempel pada sel-sel tersebut dengan menyuntikkan vaksin (vaksinasi). Namun sampai saat ini belum ditemukan vaksinnya, makanya sampai saat ini sangat mencekamkan seluruh dunia.
Seperti diberitakan sejumlah media, beberapa pasien di berbagai negara kembali mendapatkan hasil positif dalam pemeriksaan virus corona setelah dinyatakan sembuh. Para ahli menduga bahwa virus yang tersisa di dalam tubuh pasien mengalami reaktivasi.
Menurut Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME), Prof Amin Soebandrio, reaktivasi virus corona memang bisa saja terjadi, tetapi cukup sulit bila harus dinyatakan dalam hitungan peluang kemungkinannya.
"Sulit dinyatakan persentasenya, karena tes apa pun termasuk tes PCR (Polymerase Chain Reaction) itu ada batas deteksinya," kata Prof Amin, Rabu (15/4/2020).
"Misalnya dia bisa mendeteksi sepuluh virus per mililiter nah kalau virusnya ada di bawah itu dan sedikit sekali itu bisa tidak terdeteksi, tapi bukan berarti hilang sama sekali," lanjutnya.
Jadi menurutnya untuk menentukan kemungkinan besar reaktivasi bisa terjadi itu cukup sulit. Karena ini bisa terjadi bila sistem kekebalan tubuh pada pasien tidak bekerja dengan baik.
"Kalau lingkungan (imunitas) memungkinkan membuat virus yang sedikit itu menjadi berkembang, bisa terjadi reaktivasi. Jadi tergantung keseimbangan antara si virus dengan sistem kekebalan tubuh si orangnya," tuturnya.