Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Mobil murah ramah lingkungan atau dikenal dengan istilah low cost green car (LCGC) sudah ada di Indonesia sejak 2013 lalu. Mobil ini dibuat untuk mendukung kendaraan ramah lingkungan lantaran didesain sebagai mobil irit bahan bakar.
Mobil jenis LCGC tak bisa sembarangan, mobil yang oleh pemerintah disebut sebagai Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) itu harus memenuhi persyaratan teknis. Salah satunya adalah penggunaan jenis bahan bakar.
Dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau salah satunya tertulis soal ketentuan jenis BBM untuk LCGC.
Tertulis dalam Pasal 2 Ayat 2 Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/PER/7/2013, bahwa LCGC harus memenuhi ketentuan bahan bakar minyak dengan spesifikasi minimal RON 92 mesin bensin dan Cetane Number 51 untuk mesin diesel.
Untuk mesin bensin, bahan bakar dengan RON 92 adalah bensin seperti Pertamax. Artinya, kompresi mesin LCGC sudah disesuaikan untuk menenggak bahan bakar tersebut. Namun sayangnya, masih ada saja pengguna LCGC yang mengisi bensin dengan Premium.
Menurut Probo Prasiddhahayu selaku Pertamina Sales Area Manager Retail Banten bahwa mesin mobil berkompresi tinggi seperti LCGC itu harus disesuaikan jenis RON-nya. Informasi kebutuhan RON kendaraan sudah tertera pada buku manual mobil tersebut.
Menurut Probo, temuan di lapangan masih banyak pengguna mobil LCGC tidak menggunakan bensin sesuai rekomendasi pabrikan. "Bahkan perusahaan, atau kita yang usaha angkutan pun pakai mobil ini. Kita sering perhatikan mobil ini sering antre isi RON 88 atau yang namanya Premium, padahal kita baca di sini bahwa spesifikasinya adalah minimal RON 92, jelas tertulis di buku manual bahkan diperjelas di tangki maupun di kaca belakang," tuturnya.
Penggunaan bensin jenis Premium untuk LCGC yang punya kompresi tinggi akan menyebabkan beberapa efek buruk. Salah satunya adalah efek ngelitik.
"Dalam jangka pendek tentu kita akan merasakan kurangnya tenaga yang tidak optimal. Jelas lebih boros, ketika timbalnya besar otomatis banyak yang terbuang," ujar Probo.
"Paling nyebelin adalah ketika kita dandan keren, mau nongkrong di kafe mana, (bunyi) teketeketek teketekek, ngelitik semua mobilnya, ndut-dutan," sambung dia.
Menurutnya, menggunakan BBM beroktan di bawah rekomendasi pabrikan bisa membuat mobil mengalami berbagai kerusakan. Pada akhirnya pemilik mobil harus mengeluarkan kocek dalam-dalam.
"Ada oksidasi dan sebagainya, otomatis biaya perawatan mesin yang tadinya servis berkala ganti oli dan sebagainya akhirnya berdampak pada perawatan mesin yang lebih mahal," ungkap Probo.
"Jangka panjang, bisa lebih parah lagi, merusak piston, berkerak, turun mesin belum waktunya, jadi durability dari mesin juga pengaruh gara-gara kendaraan tidak sesuai dengan RON tadi. Belum lagi efek dari emisi gas buang yang tidak sempurna pembakarannya (terhadap lingkungan-Red)," imbuh dia.(dto)