Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sejak dilantik Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, 10 November 2020, Direktur Utama PDAM Tirtanadi Provinsi Sumut, Kabir Bedi, langsung tancap gas. Ia juga berdiskusi dengan para mantan direksi Tirtanadi. Maklum, ia masuk ke BUMD milik Pemprov Sumut itu setelah sebelumnya sudah ada rencana bisnis yang disusun dirut sebelumnya. Ada beberapa rencana bisnis yang disesuaikan dan dimasukkan dalam anggaran.
"Saya begitu masuk, memang kita laksanakan sedikit penyesuaian. Artinya menyesuaikan program lama dengan program saya, kita masukkanlah di anggaran," ujar Kabir Bedi dalam safari jurnalistik dan sosialisasi L2T2 di Kantor Cabang Cemara PDAM Tirtanadi, Jumat (18/12/2020) sore.
Kabir Bedi, mantan manajer di PT Tirta Lyonnaise Medan (TLM) itu, menyampaikan niatnya memoles Tirtanadi tanpa melulu membebani anggaran Pemprov Sumut. Baik produksi air dan pelayanan kepada pelanggan, ditargetkannya harus meningkat dan lebih bagus lagi.
Saat ini produksi air Tirtanadi masih sekitar 6.850 liter/detik. Produksi itu belum sebanding dengan kebutuhan air masyarakat. "Kebutuhan masyarakat itu berkisar 11.000 dan akan bergerak menjadi 12.000 dalam tempo lima tahun," sebutnya.
Untuk memenuhi tingginya kebutuhan itu, Kabir Bedi menyatakan perlunya dibangun instalasi-instalasi baru dengan pihak swasta. Kerjasama dengan swasta itu akan dilaksanakan dengan konsep BOT (build operate and transfer).
"Kenapa kita lebih cenderung ke BOT, kenapa tak bangun sendiri. Apakah Tirtanadi bisa bangun sendiri?, bisa. Masalahnya duitnya ada atau tidak," sebut Kabir Bedi, yang menggantikan dirut sebelumnya, Trisno Sumantri.
Lebih lanjut diterangkannya pelibatan swasta sangat penting. Sebab Tirtanadi atau bahkan Pemprov Sumut sendiri selaku pemilik, tidak bisa membangun industri air, mulai dari isntalasi, distrubusi hingga pelayanan, karena keterbatasan dana.
"Apakah Pemprovsu bisa mengalirkan dana ke Tirtanadi untuk membangun instalasi?, bisa. Pertanyaannya kalau dibangun, semua dikirim ke Tirtanadi, jalan kita (Sumut) seperti apa, kesehatan kita seperti apa, pendidikan kita seperti apa?, sebut Kabir.
Dan karena keterbatasan anggaran di itulah, Kabir Bedi mengatakan Tirtanadi harus kreatif, dan harus berkembang. "Itulah makanya kita pilih konsep, biarlah rekan-rekan swasta yang akan masuk di industri hilir tersebut, instalasi pengolahan itu akan dibangun pihak swasta, 20 sampai 25 tahun itu akan ditransfer kepada milik Tirtanadi. Jadi Tirtanadi tak ada modal di situ," terangnya.
Lalu yang akan dibangun Tirtanadi dengan modal sendiri adalah bidang pembangunan jaringan. Artinya profit Tirtanadi di re-investasi untuk membangun jaringan-jaringan.
Tentu tidak cukup kalau hanya dari modal Tirtanadi. Sehingga bukan sama sekali tertutup kemungkinan mendapatkan bantuan (penyertaan modal) terbatas dari Pemprov Sumut.
Dan sumber modal berikutnya untuk pengembangan Tirtanadi adalah mengejar bantuan dari pusat. Bahkan juga akan diupayakan dana lewat konsep pinjam dana atau juga obligasi.
"Jadi kita susun strategi bagaimana dengan dana yang terbatas, dengan sumber daya yang terbatas, semua pelayanan kepada masyarakat harus berjalan sebagaimana mestinya," pungkas Kabir Bedi.