Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Venezuela telah menghadapi sanksi berat dari Amerika Serikat (AS) selama lebih dari 1 tahun. Mulai dari pembekuan aset pemerintah Venezuela di AS, aktivitas bank sentral, dan terutama diberhentikannya pengiriman minyak mentah dari Venezuela ke AS.
Dilansir dari Reuters, Rabu (23/12/2020), Venezuela ternyata mencari celah untuk mempertahankan bisnis perminyakan di negara tersebut. Caranya ialah melakukan ekspor minyak langsung ke Cina secara diam-diam.
Berdasarkan dokumen internal dari perusahaan milik negara, Petroleos de Venezuela (PDVSA) tercatat ada data perdagangan minyak dengan Cina. Di sisi lain, informasi resmi yang sudah diumumkan sejak lama ialah China telah berhenti mengimpor minyak mentah dari Venezuela sejak Agustus 2019. Pasalnya, pemerintahan Presiden Donald Trump mengancam negara-negara lain yang melakukan perdagangan atau transaksi apapun dengan Venezuela akan diberi sanksi. Dalam hal ini, Trump memaksa negara-negara lain memilih antara melanjutkan hubungan bilateral dengan AS, atau Venezuela.
Pada Agustus 2019 itu, perusahaan Cina yakni China National Petroleum Corp (CNPC) dan anak perusahaannya yang sebelumnya sudah lama tercatat sebagai pembeli minyak utama di PDVSA menyatakan telah berhenti mengimpor dari Venezuela.
Namun, dalam dokumen PDVSA yang diperoleh Reuters, ada kapal tanker yang teridentifikasi melanjutkan pengangkutan minyak dari Venezuela langsung ke Cina. Kapal tersebut bernama Kyoto yang terpantau memuat 1,8 juta barel minyak mentah di pelabuhan Jose Venezuela pada akhir Agustus 2020 lalu.
Kapal Kyoto sendiri disewa oleh sebuah perusahaan bernama Wanneng Munay menurut dokumen internal PDVSA. Kyoto kemudian dilaporkan membongkar muat minyak dari Venezuela di Dalian Cina pada awal November. Kyoto dilaporkan telah mengirim minyak yang sebagian besar ditujukan ke Asia. Aksi itu disebut sebagai 'pelayaran gelap', karena transponder lokasinya offline.
Wanneng Munay sendiri adalah perusahaan yang terdaftar di Rusia. Perusahaan itu diketahui tidak punya pengalaman perdagangan minyak. Namun, ternyata perusahaan itu teridentifikasi sebagai pelanggan PDVSA dalam beberapa bulan terakhir.
Pada Oktober lalu, perusahaan itu mengatakan belum memulai perdagangan karena pandemi Corona. Sayangnya, terkait kabar ini perusahaan belum memberikan komentar.
Tak hanya itu, kapal tanker lainnya yang dilaporkan mengangkut minyak dari Venezuela adalah Warrior King. Kapal itu dilaporkan sedang melakukan bongkar muat minyak mentah Venezuela di pelabuhan Bayuquan Cina.
Selain itu, dua kapal milik CNPC juga dilaporkan memuat minyak di Venezuela pada bulan November. Dua kapal itu ialah Xingye dan Thousand Sunny yang tercatat sebagai unit milik CNPC berdasarkan sebuah dokumen di pengadilan Singapura.
Namun, Juru Bicara CNPC membantah hal tersebut. Perusahaan memastikan kedua kapal itu bukan lagi dimiliki CNPC ketika melakukan pemuatan minyak di Venezuela. Juru bicara CNPC menegaskan, perusahaan dan seluruh anak usahanya telah menangguhkan perdagangan minyak dengan Venezuela.
Munculnya perusahaan-perusahaan tersebut memungkinkan PDVSA untuk terus mengirimkan minyak ke Asia. Sehingga, PDVSA punya potensi tetap bertahan meski pelanggan besarnya yakni Reliance Industries India dan Tipco Thailand telah berhenti melakukan pemesanan minyak setelah AS mengeluarkan ancaman sanksi.
Sanksi itu sendiri diberikan Trump untuk menggulingkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro. AS berupaya meruntuhkan kekuasaan Maduro yang disinyalir melakukan pemerintahan otoriter yang menyebabkan krisis kemanusiaan di Venezuela.(dtf)