Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tertarik memanfaatkan teknologi pertanian presisi (precision agriculture) yang dikembangkan perusahaan Lead Tech International (LTI). Salah satu alasannya karena diklaim bisa meningkatkan produktivitas tanaman hingga 300%.
Selain itu, teknologi pertanian presisi diklaim menghemat konsumsi air hingga 50%, dan menghemat pupuk sampai 70%. Tidak hanya itu, teknologi pertanian itu juga dapat diterapkan pada semua jenis lahan, cuaca, dan semua dataran.
Direktur Utama PT Buwana Selaras Investment, Wijayanto, selaku pemegang lisensi sistem LTI, memaparkan itu pada pertemuan dengan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, bersama Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah, di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Rabu (19/05/2021).
Ia mencontohkan untuk tanaman jagung dalam satu hektar lahan bisa menghasilkan 27 ton/ha. Berbeda dengan metode konvensional yang hanya mampu menghasilkan sembilan ton/ha. Teknologi pertanian presisi menggunakan protokol tanaman padat.
Dengan metode ini, sumber daya yang digunakan seperti air akan lebih hemat. Selain itu, siklus pertumbuhan bisa lebih singkat. "Jagung bisa dipanen dalam rentang waktu 2,5 bulan beda dengan metode konvensional yang panen dalam 3 sampai 4 bulan," jelas Wijayanto.
Ia juga menyebutkan teknologi pertanian presisi memungkinkan untuk memantau kebutuhan dan pertumbuhan tanaman secara terukur dan otomatis. Sebab sistem pertanian modern itu mengaplikasikan penggunaan sensor di lahan pertanian dan penyediaan ruang kontrol (control room). Dan teknologi Pertanian presisi mengoptimalkan sumber daya untuk hasil yang maksimal.
Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, mengatakan tertarik untuk melakukan uji coba terhadap sistem ini di Sumut. Jika cocok, maka akan digunakan dalam upaya meningkatkan produksi pertanian di Sumut.
Ia memaparkan kondisi produksi pertanian di Sumut. Untuk komoditas seperti cabai merah, beras, cabai rawit surplus. Sementara produksi bawang merah baru mampu memenuhi sekitar 60,07% kebutuhan masyarakat, dan bawang putih 5,1%. "Kondisi tersebut perlu dibenahi. Sehingga seluruh komoditas pertanian kita bisa surplus," ujar Edy.
Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah, juga tertarik dengan penggunaan sistem tersebut. Selain efisiensi modal pertanian, hasilnya juga maksimal. Ia mengharapkan jika sistem ini digunakan akan dapat menyejahterakan masyarakat Sumut.