Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) menyatakan usahanya belum ada yang diperbolehkan buka selama masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berlevel ini.
Ketua GPBSI Djonny Syafruddin meminta bantuan dari pemerintah selama bioskop belum boleh beroperasi. Dia merasa pihaknya kurang diperhatikan dibanding pengusaha sektor lain, padahal selama ini selalu mengikuti aturan dan tidak banyak nuntut.
"Menurut saya kami (pengusaha bioskop) paling patuh terhadap ketentuan pemerintah. Kami juga nggak banyak cerewet, kita banyak diam. Dengan style begini ternyata juga kurang perhatian dari pemerintah," kata Djonny, Rabu (28/7/2021).
Djonny mengaku selama ini pihaknya belum tersentuh bantuan sama sekali dari pemerintah. Padahal pihaknya sudah mengajukan beberapa usulan bantuan agar meringankan beban perusahaan maupun karyawan.
"Kita nggak ngemis, nggak ngancam, kita hanya minta kesadaran. Kita tahu pemerintah sudah banyak mengeluarkan uang ribuan triliun, tapi alangkah sedihnya kalau sampai hari ini pemerintah tidak ada perhatian (ke pengusaha bioskop)," tuturnya.
Salah satu yang diminta adalah insentif untuk karyawan bioskop. Dijelaskan bahwa di tengah penutupan bioskop nasib seluruh karyawan yang berjumlah 10.175 orang sangat miris; mulai dari dirumahkan, hingga tak mendapatkan gaji.
"Kami meminta insentif untuk karyawan bioskop. Selama bioskop tutup maka sebagian besar karyawan diliburkan. Mereka diberikan upah 50% dari yang biasanya diterima, bahkan ada yang tidak diberikan upah selama bioskop tidak beroperasi," imbuhnya.
Pihaknya juga meminta ada insentif untuk keringanan biaya listrik dan penurunan pengenaan tarif pajak hiburan oleh pemerintah daerah selama bioskop tak boleh beroperasi. Pasalnya meski ditutup, pemeliharaan dan perawatan alat tetap mesti dilakukan juga.
"Paling karyawan yang bekerja bagian maintenance, kan proyektor itu harus dihidupkan selama 2 jam setiap dua hari sekali, kalau nggak rusak, kalau rusak tuh mahal bisa Rp 100 jutaan harganya. Terus listrik perlu tenaga kerja juga teknisi, sama AC kan juga mesti dihidupi kalau nggak, rusak dia," tuturnya.(dtf)