Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan kepada 18 organisasi pemerhati perempuan tentang pernyataannya terkait dengan wanita korban pemerkosaan. Tito mengaku sangat peduli terhadap perempuan korban kekerasan seksual.
"Tadi saya menjelaskan bahwa wawancara yang saya lakukan dengan BBC itu dilakukan dalam waktu cukup lama, hampir satu jam. Dan topiknya sebenarnya bukan topik masalah kekerasan atau perkosaan, bukan. Tapi masalah terorisme, spektrumnya luas, masalah konflik di Marawi, deradikalisasi kemudian beberapa kemajuan tentang kepolisian dan ada beberapa isu-isu lainnya," kata Tito di rumah dinasnya, Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2017).
"Salah satu isu di bagian akhir sebetulnya itu adalah mengenai masalah penggerebekan, penindakan terhadap sebuah spa yang diduga di dalamnya ada kaum-kaum tertentu, minoritas, gay atau apapun namanya. Nanti saya salah lagi nyebut namanya," sambung Tito.
Setelah menanyakan perihal tindakan polisi terhadap kaum gay di sebuah tempat spa, Tito mengaku dimintai tanggapan tentang penyidik yang memberikan pertanyaan sensitif kepada perempuan korban pemerkosaan. Di sinilah, menurut Tito, kesalahan penafsiran terjadi karena dirinya diwawancara dengan bahasa asing.
"Kemudian ada pertanyaan-pertanyaan, ada dugaan penyidik yang menanyakan hal-hal yang bersifat sangat privasi, yang dianggap melecehkan korban perkosaan. Saya tegaskan bahwa diskusi dan tanya-jawab itu menggunakan bahasa Inggris, karena jurnalisnya dari Australia dan saya setuju dengan bahasa itu," ujar Tito.
"Saya menjawab, pertanyaan-pertanyaan privasi itu bisa saja ditanyakan sepanjang itu berhubungan dengan kasusnya untuk mengungkap motif, untuk memenuhi alat bukti dan lain-lain," imbuh dia.
Tito mengaku ditanyai lebih lanjut bagaimana tanggapannya semisal penyidik menanyakan hal sensitif di luar proses penyelidikan atau penyelidikan. Namun Tito belum bisa menjawab pertanyaan itu.
"Saya jawab, saya belum bisa jawab. Tapi saya akan menurunkan tim untuk menanyakan kepada penyidik termasuk orang yang melaporkan, kalau ada yang melaporkan sikap penyidik, supaya kita tahu pasti bagaimana peristiwanya. Tapi ternyata cuma informasi saja," ujarnya.
Dalam wawancara itu, Tito menuturkan akan menghukum penyidik jika benar menanyakan hal sensitif di luar momen pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP). "Kalau ada pelanggaran, akan kita berikan sanksi karena kita juga memiliki sanksi dan aturan yang sangat tegas di Polri," ucap Tito.
Tito menjelaskan saat wawancara dengan BBC, pentingnya melontarkan pertanyaan-pertanyaan sensitif kepada korban pemerkosaan, tetapi penyidik harus melihat situasi dan kondisi psikologi korban.
"Mengenai masalah mungkin persetubuhan, adanya masalah paksaan, bahkan adakah persetujuan atas persetubuhan itu? Permeriksaan bisa sampai kepada pertanyaan-pertanyaan sensitif itu. Tentunya kita melihat semua itu kasuistis ya. Tidak mungkin setiap ada orang lagi luka, ditemukan di tengah jalan, diperkosa, lalu dibawa ke rumah sakit, dibawa kantor polisi lalu langsung ditanya 'Eh kamu gimana, suka nggak (diperkosa)?' ya jelas nggak begitulah," terang Tito.
Tito menerangkan penyidik Polri telah dibekali cara-cara melihat kondisi psikologis seseorang. Khusus dalam hal kejahatan yang berhubungan dengan perempuan dan anak, proses penyelidikan atau penyidikan mengedepankan peran polisi wanita (polwan).
"Untuk menangani masalah perempuan dan anak, itu ada unit-unit khusus. Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) namanya. Ini kita lakukan di tingkat Mabes Polri, Polda, Polres-polres. Bahkan pada 2014, direkrut 7.000 polwan hanya untuk mengisi Unit PPA di polsek-polsek," ungkap dia.
Tito mengatakan jika penyidik tak mendalami suatu peristiwa perkosaan dari sisi si korban, maka bukan hal mustahil pelaku perkosaan bebas dari jerat hukum.
"Dapat ditanya hal-hal yang privasi sepanjang kepentingannya untuk mengungkap motif dan alat bukti, yang kalau kita nggak tanya justru tersangkanya akan lolos," tutur Tito.
"Misal tersangka menyatakan 'Pak si itu juga suka karena dia mantan pacar saya'. Bisa saja orang pacaran, mungkin suka, tapi kesekian kalinya dia nggak suka, dipaksa bersetubuh. Itu bisa disebut perkosaan juga sebetulnya," ujar Tito. (dtc)