Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Indonesia kehilangan 10 juta dosis vaksin gratis dari WHO atau The Global Alliance for Vaccines and Immunisation (GAVI) karena diembargo oleh India. Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin jatah dosis terpaksa dialihkan ke India, mengingat peningkatan kasus di negara itu sedang tinggi-tingginya.
"Gara-gara ada lonjakan kasus di India, India embargo vaksinnya sehingga kita kehilangan 10 juta dosis yang seharusnya kita peroleh dari kerja sama dengan GAVI atau WHO yang gratis itu," ungkap Budi dalam acara CIMB Niaga Forum Indonesia Bangkit secara virtual, Selasa (6/4/2021).
Harusnya, total dosis vaksin yang diterima Indonesia sepanjang Maret-April ini mencapai 15 juta vaksin per bulan, yang mana 11,7 juta dosis vaksin di antaranya berasal dari GAVI. Namun, kini tak bisa mencapai sebanyak itu.
Untuk mengakali kekurangan dosis vaksin tersebut, pemerintah akan terus menggenjot produksi dalam negeri, khususnya dari Bio Farma.
"Jadi bulan April ini akan sangat sulit masanya karena jumlah vaksin sedikit tapi Mei rencana kita produksi yang Bio Farma bisa meningkat kembali sehingga kita lajunya bisa kita tingkatkan," imbuh Budi Gunadi Sadikin.
Sejauh ini, pemerintah telah menyuntikkan 12,7 juta dosis vaksin, atau 500.000 dosis vaksin per harinya atau sekitar 2,5 juta seminggu atau sekitar 10 juta per bulan.
Total itu membuat Indonesia menempati peringkat ke-8 sebagai negara yang menyuntikkan dosis vaksin terbanyak di dunia.
"Kalau kita keluarkan negara-negara yang bisa memproduksi vaksin sendiri seperti Amerika, Inggris, India, Rusia dan China karena mereka tidak memiliki masalah suplai dari vaksin, Indonesia adalah negara ke-4 di bawah Brasil, Turki, Jerman yang sudah berhasil menyuntikkan paling banyak sampai saat ini," katanya.
Distribusi vaksin Indonesia sudah lebih banyak dari Prancis, Spanyol, Israel, UEA, Australia, Kanada, Korea Selatan, Jepang, dan banyak negara-negara Eropa barat lainnya.
"Kita hanya tinggal Jerman dan Inggris dan kalau kita lihat bedanya dengan cermat sudah tidak banyak," ungkap Budi Gunadi Sadikin.(dtf)