Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono menegaskan pemerintah harus fokus menangani pandemi COVID-19 di tengah krisisnya pandemi. Tak melulu mengedepankan persoalan ekonomi.
Terlebih, banyak warga yang kemudian abai protokol kesehatan, seperti tidak memakai masker, hingga virus Corona terus bermutasi dan COVID-19 varian baru semakin menyebar. Imbasnya, banyak nakes terpapar COVID-19, tak sedikit masyarakat kesulitan mendapat stok oksigen dan hunian RS.
"Banyak yang dalam kasus ini kita harus mengubah strategi, tidak lagi strategi ini ditangani oleh KPC PEN, bagaimana mungkin KPC dan PEN jadi satu? Kalau penanganan COVID-19 ya penanganan COVID-19, PEN-nya nggak usah dulu, tinggalkan," tegasnya dalam webinar Klik Dokter, Selasa (6/7/2021).
"Kita hidup dalam kehidupan yang sangat basic, supaya kita fokus mengendalikan pandemi, kalau nggak, pandemi akan berkepanjangan. Mungkin sampai pemerintahan Jokowi berakhir kita masih dalam tenggelam pandemi yang tidak pernah usai ini," tutur Pandu.
Pelaksanaan pengetatan mobilitas harus ditegaskan di sisi hulu. Diikuti dengan strategi testing, tracing, dan treatment. Lebih lanjut, Pandu menjabarkan pentingnya bantuan di sisi hilir, yaitu fasilitas kesehatan, agar bisa menekan kasus kematian COVID-19.
"Bukan karena obat, bukan obat cacing bukan, testing, lacak, isolasinya, yang benar, dalam menangani pandemi itu di situ," bebernya.
Ia pun menyarankan semua distribusi stok oksigen di industri 100 persen harus dialihkan untuk kebutuhan medis. Menurutnya, jangan sampai banyak warga yang kesulitan mendapat pertolongan lantaran keterbatasan oksigen.
"Semua distribusi oksigen yang tadinya untuk distribusi sekarang dialihkan 100 persen untuk medis, tidak boleh ada orang yang sakit megap-megap nggak bisa bernapas karena butuh oksigen dan kemudian mati," sebutnya.
"Berapa lama sih kita menghirup oksigen supaya bisa survive? Sangat minimal," pungkasnya.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Profesor Tjandra Yoga Aditama dalam kesempatan yang sama, mengapresiasi kebijakan yang diambil pemerintah untuk menerapkan PPKM Darurat. Meski begitu, ia menilai pengetatan pembatasan mobilitas sebenarnya bisa lebih maksimal.
"Jadi kalau mau bahasa halus pembatasan sosial skala PPKM Darurat ini jadi harapan yang semestinya dilaksanakan kalau mau lebih ekstrem lebih maksimal dari yang sekarang," bebernya.
"Kalau lihat di televisi, jalanan masih ramai seperti itu, itu tentu saja kurang," sambung Prof Tjandra.
Meski begitu, ia menilai warga bisa mengoptimalkan partisipasi bersama membatasi mobilitas dan menerapkan protokol kesehatan. Sebab, pembatasan fasilitas terasa percuma jika kasus COVID-19 akan terus meningkat.
"Iya kita apresiasi, (PPKM Darurat) itu yang kita punya, kita partisipasi habis-habisan supaya kita bisa menurunkan kasus di hulu, RS, oksigen, nakes, ICU, itu kan sudah belakangan, sekarang oksigen nggak ada nanti dibantu tambahan oksigen tapi kasusnya di mana mana kan nggak akan kuat juga," kata dia.(dth)