Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak guru yang memperkosa 12 santriwati di Cibiru, Kota Bandung dihukum maksimal. KPAI menilai pelaku sebagai pendidik harusnya melindungi korban dari kekerasan seksual.
"Belum ada pengaduan korban ke KPAI untuk kasus ini, namun tentu saja KPAI sangat berharap kepada jaksa agar tuntutan terhadap terdakwa bisa maksimal begitu juga harapan kita terhadap vonis hakim nantinya dengan pemberatan hukuman," kata Komisioner KPAI, Putu Elvina kepada wartawan, Rabu (8/12/2021).
Putu membeberkan alasan pelaku harus dihukum maksimal. Sebab, kata Putu, pelaku telah melakukan perbuatan biadab kepada lebih dari 1 anak.
"Mengingat perbuatan biadab yang dilakukan dengan korban yang lebih dari 1 anak, dan terdakwa merupakan pendidik yang seharusnya dapat melindungi anak-anak tersebut," jelasnya.
Evaluasi Sekolah Berasrama
Lebih lanjut, Putu meminta agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap sekolah berasrama dan pesantren. Dia berhadap sekolah berasrama dapat menjamin perlindungan terhadap anak.
"Kita juga minta agar ada evaluasi terhadap pesantren maupun sekolah berasrama untuk memastikan dan menerapkan prinsip keselamatan anak sehingga kasus seperti di Pesantren Cibiru tidak terulang kembali," katanya.
Putu menekankan bahwa proses rekrutmen tenaga pengajar harus diperhatikan dengan baik. Dia meminta agar pengajar haru memiliki perspektif perlindungan anak.
"Prinsip keselamatan anak sudah harus diterapkan mulai dari rekrutmen pegawai/pengajar yang memiliki perspektif perlindungan anak yang baik sehingga lingkungan sekolah yang aman bisa terbangun," sebutnya.
Selain itu, Putu meminta Pemda Bandung untuk melakukan upaya pemulihan kepada korban. Dia juga berharap agar anak yang lahir dari kasus pemerkosaan itu diberikan perlindungan.
"Pemda harus melakukan upaya pemulihan dan rehabilitasi korban dan memastikan upaya terbaik dalam pemenuhan dan perlindungan korban atas dampak peristiwa tersebut baik terhadap anak korban maupun anak-anak yang lahir akibat peristiwa pemerkosaan tersebut," katanya.
Kasus pemerkosaan ini mengemuka saat perkara sudah masuk ke pengadilan. Pada Selasa (7/12) kemarin, sidang tersebut sudah masuk ke pemeriksaan sejumlah saksi.
Informasi dihimpun, saksi yang diperiksa merupakan para saksi korban. Sidang yang dipimpin ketua Majelis hakim Y Purnomo Surya Adi itu berlangsung tertutup.
Pelaku dengan inisial HW (36) itu, melakukan perbuatan pemerkosaan itu dari rentang waktu 2016-2021. Ada 12 santriwati yang menjadi korban pemerkosaan. Tercatat empat korban hamil dan sudah melahirkan.
"Kayaknya ada yang hamil berulang. Tapi saya belum bisa memastikan," kata Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Dodi Gazali Emil saat dihubungi, Rabu (8/12).(dtc)