Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
UMAT manusia di seluruh dunia saat ini menghadapi hari-hari terakhir di bulan Ramadan dan akan menyambut hari kemenangan, Hari Raya Idulfitri 1445 H.
Sebagaimana diketahui umat Islam di seluruh dunia bahwa Ramadan terbagi menjadi 3 fase yaitu rahmat, maghfirah dan itqun minannar. Namun dalam artikel di NU Online tahun 2019 yang ditulis oleh Ustad Muhammad Alvin Nur Choironi, mengatakan bahwa hadits tersebut lemah (hadits dhaif).
Bulan Ramadan menjadi bulan tampilnya para dai. Mulai dari masjid hingga layar televisi. Ajakan dan motivasi untuk berbuat baik di bulan Ramadan, mulai bersedekah, beribadah dan sebagainya juga tesebar di berbagai media dakwah.
Sehingga, untuk mendukung dan melegitimasi ajakan dan motivasi tersebut, terkadang para dari belum mampu menyaring hadits-hadits yang digunakan, bahkan masih ada yang menggunakan hadits dhaif untuk memotivasi orang untuk beribadah.
Salah satu hadits yang sering digunakan oleh para dai adalah terkait pembagian keutamaan bulan Ramadan menjadi tiga, yaitu sepuluh hari pertama adalah rahmat, sepuluh hari kedua adalah ampunan (maghfirah) dan sepuluh hari ketiga adalah terbebas dari api neraka.
BACA JUGA: Berkah Ramadan untuk Perekonomian Sumatera Utara
Hadits ini diriwayatkan oleh al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dan juga diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam Shahih Ibn Khuzaimah. Meskipun diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam shahihnya, menurut al Suyuthi, hadits ini bermuara pada satu sumber sanad, yaitu Ali Ibn Zaid Ibn Jad’an yang divonis oleh para ulama sebagai orang yang dhaif.
Lalu apakah hadits ini bisa diamalkan? Pada prinsipnya, hadits yang berkaitan dengan fadhail amal (keutamaan beramal) itu boleh diriwayatkan walaupun dhaif selama tidak berhubungan dengan akidah, seperti sifat Allah swt, dan tidak berhubungan dengan hukum syariat seperti halal dan haram.
Alangkah lebih baik jika dikuatkan dengan hadits lain yang secara substansi sama tapi lebih shahih sanadnya.
Guru besar ilmu hadits Kiai Ali Mustafa Yaqub rahimahullah menyebutkan bahwa cukup menggunakan hadits shahih tentang orang puasa Ramadan akan mendapatkan keutamaan diampuni doasanya yang lalu, sebagaimana riwayat al Bukhari yang artinya bahwa siapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap pahala dari Allah maka diampuni dosanya yang telah lalu (HR Bukhari).
BACA JUGA: Penyuluh Agama Motivator Pengembangan Majelis Taklim di Era Milenial
Atau bisa juga dengan redaksi yang lebih umum yang juga diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim yang artinya bahwa siapa yang menghidupkan bulan Ramadan (dengan puasa atau ibadah) dengan iman dan mengharap pahala dari Allah swt, maka diampuni dosanya yang telah lalu, dan siapa yang menghidupkan (beribadah) malam lailatul qadar dengan iman dan mengharap pahala dari Allah swt maka diampuni dosanya yang telah lalu (HR Bukhari dan Muslim).
Kiai Ali Mustafa Yaqub menyatakan bahwa hadits ini sudah cukup menjelaskan keutamaan beribadah pada bulan Ramadan tanpa harus menggunakan hadits-hadits dhaif bahkan maudhu’. Ini dilakukan dalam rangka berhati-hati agar kita tidak terjerumus untuk berbohong atas nama Nabi Muhammad saw.
Ustaz Harus Banyak Membaca dan Kaya Ilmu
Terkait dengan hari-hari terakhir di bulan Ramadan, sering kita dengar ceramah pak ustaz, baik di mimbar mushola, masjid dan televisi yang mengatakan sepinya jamaah shalat tarawih di penghujung Ramadan, banyak kemajuan maksudnya saf atau barisan shalatnya yang semakin maju tinggal 1-2 saf saja.
BACA JUGA: Pendidikan Islam Membentuk Manusia yang 'Qarib dengan Allah'
Begitu juga dengan yang tadarus tinggal yang tua-tua saja, anak mudanya meramaikan mal, pusat perbelanjaan, dan kafe, sementara ibu-ibunya disibukkan dengan membuat kue lebaran dan sebagainya.
Semua kondisi yang digambarkan sang dai menunjukkan merosotnya keimanan umat Muslim yang terpedaya dengan kenikmatan duniawi,sementara nikmat karunia Allah itu banyaknya di penghujung puasa.
Ya seperti sebuah perlombaan saja, pemenang adalah mereka yang terbaik yang mendapatkan hadiah hiburan dan hadiah utama. Allah memberikan Pahala yang besar dan banyak melalui malam lailatul qadrnya, dan ganjaran amal ibadah lainnya yang berbeda dibanding bulan lainnya.
Penulis jadi teringat oleh sebuah video beberapa tahun silam dan sering diremake untuk mengingatkan orang-orang di seluruh dunia akan pentingnya kata-kata. Ya kata-kata yang bisa mengubah dunia.
BACA JUGA: Peran MUI Merajut Persatuan Dalam Bingkai Keberagaman
Di tahun 2015 ada sebuah video yang beredar yang menggambarkan seorang pengemis buta yang sedang duduk di trotoar jalan dengan sebuah kaleng untuk meminta sumbangan, sedekah dan potongan kardus yang bertuliskan “Saya Buta, Tolong Bantu Saya”.
Mungkin pembaca disini tahu dan ingat video tersebut. Digambarkan bahwa sebagian besar orang yang lewat di depannya mengabaikannya, ada beberapa yang menaruh koin dan uang kertas ke dalam kaleng atau ke jalan di depannya.
Kemudian ada seorang wanita melintas dan kemudian memutuskan untuk berbalik ke pengemis buta tersebut. Lalu ia mengambil potongan kardus tersebut dan mengganti tulisan itu sebelum melanjutkan perjalanannya.
Hari berganti hari, perubahan yang dilakukan oleh wanita itu pun menjadi sangat luar biasa yang berdampak pada pengemis buta tadi. Hal ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya perbedaan. Bagaimana ia bisa diperlakukan luar biasa berbeda dan membuktikan bahwa kata-kata bisa mengubah segalanya.
Harian The San Fransisco Globe pada hari Kamis 1 Januari 2015 sampai menuliskan, “Ingat, kata-kata mu memiliki kekuatan untuk benar-benar mengubah hari seseorang”.
Apa yang ditulis oleh wanita itu? Suatu ketika wanita itu lewat lagi di depan pengemis buta itu dan pengemis buta itu bertanya, apa yang telah kau lakukan sehingga orang-orang memberiku bantuan lebih dari sebelum kau melakukan sesuatu.
BACA JUGA: Kementerian Agama dan Kesempurnaan Pelaksanaan Ibadah Haji
Wanita itu menjawab, aku hanya mengganti tulisanmu dari sebelumnya “Saya Buta, Tolong Bantu Saya” menjadi “Ini Hari yang Indah dan Saya Tidak Dapat Melihatnya” dengan menebalkan kata-kata Tidak Dapat.
“Oh kau benar-benar wanita cerdas yang baik hati, yang dapat mengubah pemikiran orang tentangku,” kata pengemis buta tadi.
Ini adalah cerita tentang NLP (Neuro Linguistic Programming), bahasa pemrograman alam bawah sadar manusia. Kita bisa mengubah pola pikir dan perilaku seseorang dengan memberikan kata-kata.
Saat ini sering kita dengar istilah S3 marketing, bukan dalam arti sebenarnya, melainkan teknik marketing yang digunakan para pedagang, influencer, semata-mata untuk menggaet para pelanggan.
Banyak bertebaran meme S3 marketing baik di dunia nyata maupun online, seperti halnya sebuah tulisan “Jangan lihat ke kiri” otomatis otak akan memerintah kan kita untuk melihat ke kiri yang ternyata hanyalah iklan dari sebuah toko parfum.
Banyak lagi cara-cara orang yang unik-unik dengan memainkan kata-kata dan gambar untuk meningkatkan pelanggan dan penjualannya, seperti “Dicari uang hilang (ada gambar uang RP 10.000), imbalan bagi yang menemukan (ada gambar semangkuk bakso)”atau iklan Laundry yang memajang spanduk artis Korea “Lee Min Ho PERNAH Laundry disini” dengan teknik foto artis Korea dan tulisan PERNAH yang lebih besar.
BACA JUGA: Mudahnya Menjalankan Islam
Semua trik ini adalah permainan NLP yang bisa mempengaruhi alam bawah sadar pembacanya, sehingga membuat ketertarikan pada apa yang dilihat dan dibacanya.
Kembali pada persoalan sepinya jamaah salat tarawih dan ramainya mal di penghujung Ramadhan, sejak saya kecil 40-an tahun silam Kyai Haji Zainuddin MZ pun telah menyampaikan hal demikian.
Para dai juga harus ingat hadits shahih dari Kitab Riyadhus Shalihin riwayat Bukhari dan Muslim yang menyatakan bahwa “Allah Sesuai Persangkaan Hambanya”.
Kita harus husnudzhan kepada Allah swt. Jika kita tiap Ramadan mengatakan 10 hari terakhir Ramadhan sepi, maka akan sepi lah ia. Padahal tidak lah benar semua demikian.
Musala di dekat rumah penulis sebelum puasa biasa terisi sebanyak 2 saf setiap salat fardhu dan ketika akhir Ramadan pun tetap 2 saf juga.
Adapun di awal-awal puasa membludak mencapai 3-4 saf. Artinya tidak ada yang berkurang tetapi di awal puasa terjadi penambahan. Jadi cara pandangnya lah yang harus diubah.
Ustaz dan dai zaman now itu harus banyak membaca, mengikuti perkembangan zaman. Tidak bisa lagi menggunakan cara-cara tradisional, konvensional. Harus berdakwah secara online, gunakan medsos, Youtube, X, Facebook, Instagram dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Islam
ATM kan trik S3 marketing dalam berdakwah, yaitu amati, tiru dan modifikasi, tidak ada yang salah tetapi jangan sampai kebablasan.
Seringkali para penceramah salah dalam mengambil contoh dalam perumpamaan dalil yang disampaikannya. Alih-alih bisa diterima masyarakat, yang ada mendapat caci maki, diperkarakan dan dipolisikan.
Sudah cukup banyak kisah masa lalu yang bisa diceritakan tentang kehidupan baik dan buruk tanpa menyinggung, menyebut atau mencontohkan sikap Firaun kepada sosok yang hidup zaman sekarang, yang membuat orang lain tersinggung. Tetapi para dai seringkali offside dalam menyampaikan ini bahkan menyamakan orang yang masih hidup saat ini dengan sosok dajjal saking emosinya dalam berceramah.
Ada baiknya mengatakan, “Baterai hidupmu sudah lemah, datanglah ke masjid di akhir Ramadhan, lihat hasilnya setelah dicas, kamu akan lebih bersemangat lagi”,daripada mengatakan “Jamaah semakin sepi di akhir Ramadhan” atau “THR mu akan habis jika kau belanjakan di mal, baju lebaran mu akan usang, tetapi TIDAK jika kamu bayarkan zakat fitrahmu dan bersedekah di bulan Ramadhan” untuk menggantikan ceramah “Ramainya orang ke mal di akhir Ramadan dibanding ke masjid untuk tarawih.
Banyak cara-cara atau kata-kata kreatif lainnya yang bisa memotivasi umat untuk berbondong-bondong mengerjakan amal ibadah. Wallahu’alam.
====
Penulis Alumni S2 Marketing UI
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]