Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
DALAM dunia politik memang tidak ada musuh dan kawan yang abadi. Hari ini kita bisa berkoalisi karena memiliki kesamaan kepentingan, besok bisa saja kita berlawanan karena sudah berbeda pandangan.
Namun sepertinya pasca Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 ini hawa politik sepertinya masih panas. Seperti gayung bersambut, di tengah-tengah kegoncangan politik di pusat, beberapa saat lagi para elite partai akan mempersiapkan mesin politik lagi menuju Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.
Pasca Pemilu Februari yang lalu tidak dapat dinaifkan akan berimplikasi besar terhadap Pilkada pada November mendatang. Namun menurut beberapa ahli hal ini tidak akan terjadi di seluruh wilayah, sebab kepentingan elit partai di tingkat pusat sangat jauh berbeda di akar rumput.
Namun naasnya hal ini sepertinya tidak berlaku di Sumatera Utara. Konstelasi politik yang terjadi masih bertensi tinggi. Satu-satumya tokoh yang terancam akibat fenomena ini adalah Edy Rahmayadi, Gubernur Sumut periode 2018-2023.
BACA JUGA: Sirekap, Aplikasi Penuh Derita
Dari statement yang dikeluarkan oleh para petinggi partai politik sepertinya menjadi kabar tidak sedap bagi mantan Pangkostrad tersebut. Seperti pernyataan dari Sekretaris DPD Partai Golongan Karya (Golkar) Sumut Ilhamsyah, yang dikutip dari detiknews menyebutkan tidak akan mengusung Edy Rahmayadi karena memiliki rekam jejak yang kurang harmonis dengan Golkar Sumut selama masa kepemimpinannya.
Mereka (pengrus partai), tidak ingin melukai hati para kader dengan mengusung Edy Rahmayadi. Hal ini mempertegas pernyataan dari partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang juga enggan mendukung Edy Rahmayadi pasca penghianatannya terhadap Prabowo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dan lebih memilih mendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Sementara Partai Amanat Nasional juga serentak terang-terangan lebih mendukung Bobby Afif Nasution dibanding Edy Rahmayadi.
Ibarat jatuh tertimpa tangga, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang merupakan partai yang dekat dengan Edy Rahmayadi masih memberikan harapan tanpa kepastian.
Zeira Salim Ritonga Bendahara DPW PKB Sumut dikutip dari Kumparan.com menyebutkan bahwa partainya masih mempertimbangkan kader partai serta tiga nama nonpartai antara lain, yaitu Bobby Afif Nasution, Musa Rajekshah dan Edy Rahmayadi.
BACA JUGA: Sejujurnya Pemilu Kita Membosankan!
Jika berbicara tentang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), maka sangat mustahil untuk mendukung Edy Rahmayadi. Hal ini disebabkan karena PDIP terkenal dengan partai kader.
Sepanjang sejarah Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu), PDIP selalu menampilkan sosok kader, seperti Efendi Simbolon dan Djarot Saiful Hidayat. Hal ini senada dengan perkataan politisi PDIP Sumut Aswan Jaya yang dikutip dari Kumparan.com bahwa mereka lebih mengutamakan kader, walaupun tidak menutup kemungkinan akan mendukung salah satu dari 3 nama besar, baik Bobby maupun Edy.
Pada dasarnya jika merujuk pada perolehan kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut tahun 2019, satu-satunya peluang Edy Rahmayadi adalah dicalonkan oleh koalisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memperoleh 23 kursi (Nasdem 12+ PKS 11).
Peruntungan Edy Rahmayadi dalam Pilgubsu 2024 ini pada dasarnya memiliki jalan terjal. Tidak bisa dinaifkan, jika kita lihat Edy kehilangan momentum dalam posisinya sebagai gubernur.
BACA JUGA: Pemilu Gado-gado
Masa pergantian gubernur ke Penjabat (Pj) Gubernur yang sangat lama menuju hari pemilihan mengakibatkan dia kehilangan kendali atas konstituen yang ada. Setidaknya jika hari pemilihan dekat dengan masa turunnya, beliau masih memiliki taring untuk memobilisasikan sumber daya yang ia punya dalam mendongkrak elektabilitasnya.
Walaupun begitu, jauh sebelum ia turun tahun 2022, Charta Politik mengeluarkan hasil penelitian yang menyebutkan elektabilitas Bobby unggul tipis dibanding Edy Rahmayadi. Hal ini tidak luput dari pembangunan dan branding Bobby dalam membangun Kota Medan.
Namun pada dasarnya penulis beranggapan bahwa manuver politik Edy Rahmayadi ini sudah dipikirkan dengan sangat matang. Penulis memperkirakan Edy Rahmayadi seperti dihadapkan pada dua pilihan yang rumit antara tetap setia di bawah instruksi Prabowo dan Gerindra yang mengusungnya pertama kali di Pilgubsu 2018, atau membangun komunikasi dengan Nasdem-PKS.
Bagaimana tidak, mendukung atau tidaknya ia terhadap Prabowo, dua partai besar lainnya seperti Golkar dan Partai Amanat Nasional sudah pasti tidak akan mengusungnya, mengingat kedekatan Bobby dengan kedua partai tersebut.
BACA JUGA: Adian Napitupulu, Abang Sedang Kenapa?
Di posisi lain Nasdem-PKS memiliki perolehan yang cukup untuk mengsusung Edy dengan 23 kursi DPRD Sumut. Edy Rahamayadi cukup berharap bahwa isu kedekatan Bobby dan Bahtiar Sibarani sebagai politisi lokal Nasdem bukan hal yang benar, dan berharap Nasdem tidak membuka luka lama, sebab Edy pernah berkonflik dengan mantan Bupati Tapteng tersebut, saat keduanya aktif menjadi pejabat pemerintahan.
Jika kita menggunakan perilaku politik (Behavioral Politic) Pilpres 2024 terhadap Pilgubsu 2024, maka Edy Rahmayadi akan kalah telak dengan para pesaingnya.
Seperti kita ketahui di Sumut hanya ada 3 kabupaten/kota dimana Anies-Muhaimin menang, yaitu Tanjungbalai, Padangsidempuan dan Mandailing Natal. Hal ini membuktikan Edy Rahmayadi tidak berpengaruh dalam memenangkan calon.
Jika kita bandingkan dengan Jawa Barat, Ridwan Kamil sebagai mantan gubernur memiliki pengaruh kuat dalam memenangkan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024. Berdasarkan analogi tersebut maka bisa disimpulkan Edy Rahmayadi sudah kehilangan power politik.
Namun pada dasarnya kedinamisan politik itu sangat menarik untuk dinikmati. Manuver-manuver politik ibarat sirkus yang mengasikan.
BACA JUGA: Pemilu dalam Kacamata Rakyat dan Politisi
Dengan Pemilu masyarakat berkesempatan untuk memberikan penilaian atraksi siapa yang paling elok, karena pada hakikatnya Pemilu termasuk Pilkada adalah sarana penilaian masyarakat.
Jika Edy Rahmayadi selama memimpin elok, maka rakyat akan menilainya dan memberikan amanah kepadanya sekali lagi. Namun jika memang beliau kurang memuaskan izinkan rakyat menilai dan tidak memberikan amah kepada beliau lagi.
====
Penulis Alumni Program Studi Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]