Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
INI zamannya anak muda tidak bisa duduk, diam, dan hanya jadi penonton di tengah kondisi bangsa Indonesia. Kalau mungkin beberapa dari anak muda sekarang melihat kondisi lingkungan di Indonesia, dan hanya merasa bodoh amat, maka ini waktunya kaum muda melek dan bangun dari tidur panjang yang tak berujung itu.
Di seluruh pelosok Indonesia selalu ditemukan kalimat “Buanglah Sampah pada Tempatnya!”, tapi pertanyaannya ialah sudah berapa persen masyarakat Indonesia melakukannya? Atau seperti sekarang ini dengan gencarnya pemerintah ataupun lembaga nonpemerintah menyuarakan “tidak pada penggunaan plastik”, tapi apakah akhirnya itu bisa terealisasi dengan baik? Ataukah peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang dikampanyekan tanggal 5 Juni hanyalah formalitas semata?
Di kota besar maupun pedesaan dari Sabang sampai Merauke masih berkutat dengan masalah sampah yang tidak kunjung beres. Tingginya akumulasi sampah dari tahun ke tahun membuat lingkungan menjadi tercemar dan tidak sehat.
Tahun 2017 dihasilkan 65,8 juta ton sampah di Indonesia, kemudian dilanjutkan di tahun berikutnya 66,5 juta ton. Bahkan menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diproyeksikan di tahun 2025 sampah Indonesia mencapai 70,8 ton. Belum lagi efeknya bisa kita lihat sekarang ini, bencana banjir, longsor, efek rumah kaca, dan lain sebagainya. Masihkah anak muda zaman now masih terlena dengan dunianya dan tidak mau ambil bagian dalam memerangi sampah?
Permasalahan sampah bukan menjadi tanggung jawab sepihak yang artinya itu hanya tugas pemerintah saja melainkan itu tugas kita semua, termasuk anak-anak muda zaman now. Banyak lembaga yang sudah berperang melawan sampah sampai ke pelosok negeri untuk mengedukasi masyarakat dari kota sampai ke desa. Hal itu dilakukan guna menyeragamkan pemahaman masyarakat bahwa sampah harus diatasi bersama. Pemerintah pun mewajibkan setiap pimpinan daerah untuk mensosialisasikan secara aktif kepada masyarakat untuk mampu mengelola sampah dan mengurangi sampah rumah tangga dan sejenisnya. Itu sebabnya pemerintah daerah saat ini sedang menyusun kebijakan dan strategi pengelolaan sampah terutama plastik.
Beberapa tahun yang lalu, Indonesia dihebohkan dengan adanya kontainer sampah luar negeri yang diselundupkan ke Surabaya dan Batam. Menteri LHK menyatakan akan menindaklanjuti dengan tegas terkait pengiriman sampah plastik yang diduga ilegal. Kalau kita menelusuri mengenai hal tersebut sebenarnya sangat mungkin orang luar memikirkan bahwa Indonesia menjadi tempat yang tepat untuk membuang sampah mereka, mengapa begitu?
Karena kondisi Indonesia pun sedang dipenuhi oleh banyak sampah yang sampai saat ini masih belum terselesaikan dengan baik. Sungguh hal tersebut menegur kita secara tidak langsung supaya kita pun “aware” dengan sampah kita masing-masing. Itulah sebabnya pemerintah melalui KLHK mengambil satu tindakan keras untuk mengembalikan sampah luar negeri yang diimpor. Berarti pemerintah pun bisa melakukan hal yang sama melalui kita untuk meminimalkan sampah yang harus ditangani.
Lalu apa hubungannya menjadi anak gaul “zaman now” dengan kondisi sampah di Indonesia? Sudah pasti ada. Menjadi gaul adalah sebuah pilihan, hanya saja kata gaul identik dengan sesuatu yang terkesan wow dengan hedonisme dan materialistik.
Menurut KBBI, gaul berarti hidup berteman dan bersahabat. Artinya adalah menjadi anak muda gaul yang mau berteman dan bersahabat dengan “apa” atau “siapa” menjadi poin penting yang harus dipilih dengan benar. kalau bergaulnya dengan kaum hedonis, maka begitulah kita nantinya terbentuk. Kalau kita bergaul dengan orang-orang yang menyuarakan “stop buang sampah” maka kita pun akan terbentuk begitu. Menjadi gaul berarti berani mengatakan tidak untuk sampah plastik. Meski terkesan biasa tapi sesungguhnya pilihan itu sangat mempengaruhi banyak aspek dalam hidup bermasyarakat kita.
Menjadi anak muda zaman now maka kita perlu bangun dan bertindak cepat untuk memerangi sampah plastik. Anak muda gaul harus mampu melihat sampah sebagai peluang bisnis yang menguntungkan. Keuntungan yang dimaksud bukan hanya berupa materi, bisnis pengolahan sampah yang bermanfaat bagi lingkungan.
Eco-business sedang marak saat ini, di mana fokusnya ialah pada pelestarian lingkungan. Anak muda tidak hanya berbisnis, melainkan menjadi pelopor pelestarian lingkungan. Misalnya dengan memanfaatkan ilmu bioteknologi dalam mengubah sampah menjadi biopestisida, pupuk, dsb.
Pelaku bisnis ini salah satunya bernama Iyan Awaludin Heriyanto berhasil menjadi pelopor toko online Awal Permata. Dia mengatakan bahwa melalui bisnis pengolahan sampah dia berhasil mendapatkan omzet hingga Rp 1,2 miliar.
Selain Iyan, Muhammad Baedowy pun menjadi salah satu pelaku bisnis pengolahan sampah. Ia berhasil mengolah sampah. Selain mereka masih banyak tokoh Indonesia lain yang belum tersorot oleh media.
Hal yang perlu kita lakukan ialah, pertama, sebagai anak muda yang gaul, maka kita tidak lepas dari yang namanya nongkrong atau hangout. Untuk itu perlu untuk diterapkan bahwa pada saat kita melakukannya ingatlah untuk tidak memakai wadah makan/minum dari plastik atau sterofom.
Sebisa mungkin, kalau kita nongkrongnya bersama dengan teman-teman muda lainnya, maka sudah saatnya mengajak mereka melakukannya bersama-sama, sehingga setiap kali hangout, maka kita akan membawa botol minuman dan wadah makan portable kita masing-masing. Aneh bukan? Awalnya mungkin aneh, tapi bukankah menjadi gaul terkadang dianggap aneh. Tapi ketahuilah bahwa hal tersebut sangat bermanfaat dan menginspirasi.
Kedua, sebagai anak muda mungkin kita sering melihat tong sampah berbagai warna. Artinya sampah dipisahkan berdasarkan jenisnya. Tapi apakah semua masyarakat sudah paham mengenai hal itu? Beberapa kali di lapangan sangat sering ditemukan sampah anorganik terdapat sampah organik.
Meski sudah menggunakan bahasa yang sederhana seperti bisa didaur ulang dan tidak bisa didaur ulang tapi tetap saja masih ditemukan kesalahan dalam memisahkan. Lalu bagian kita sebagai anak gaul ialah mensosialisasikan kepada banyak orang setelah kita pun lulus dalam melakukannya.
Ketiga, sebagai anak muda kita harus berinisiatif untuk mengelola sampah menjadi satu hal yang bermanfaat bagi masyarakat. Misalnya sampah organik diolah menjadi pupuk kompos, sampah anorganik diolah menjadi barang rumah tangga atau pernah-pernik yang bernilai, serta sampah berbahaya dibawa ke pusat daur ulang sehingga tidak mencemari lingkungan.
Ingatlah bahwa menjadi anak muda gaul “zaman now” adalah pilihan kita. Kalau kita memilih untuk menjadi gaul dan menginspirasi maka mari suarakan “tidak pada sampah plastik” di tempat nongkrongmu, di sosial mediamu, di komunitas gaulmu, di keluargamu, dan dimanapun kamu berpijak. Salam gaul!
====
Pendidik dan Founder Komunitas Ruang Bergerak
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]