Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Corona dan Lyodra adalah dua nama yang cukup banyak dibahas saat ini di Indonesia. Jika bukan membahas Corona ya Lyodra dan sebaliknya. Begitu juga pada pemberitaan online maupun offline, kedua nama itu dapat menyulap setiap berita mempunyai nilai jual. Yang paling saya sorot adalah sikap para pengguna sosmed, caption dan komentar yang ditinggalkannya jauh lebih berbahaya dari keadaan yang sebenarnya.
Corona adalah nama sejenis virus atau disebut juga dengan 2019 Novel Corona Virus. Penyakit karena infeksi dari virus ini dinamai COVID-19. Virus ini bisa menyebabkan gangguan sistem pernapasan hingga pneumonia akut dan berakhir pada kematian. Sedangkan Lyodra adalah gadis berusia 16 tahun yang dinobatkan menjadi juara pertama di ajang pencarian bakat bergengsi di bidang tarik suara, yaitu Indonesian Idol 2020. Dia juga memecahkan rekor juara Indonesian Idol termuda.
Untuk menanggapi corona, maka kita akan memikirkan bagaimana memproteksi diri. Sedangkan melihat Lyodra mengajarkan kita bagaimana mendongkrak prestasi diri. Bijaksananya demikian bukan? Proteksi dan prestasi itulah yang seharusnya kita petik dari kedua kejadian di atas. Tapi langkah apakah yang banyak dilakukan oleh warga net kita? Nyinyir!
Mungkin karena proteksi dan prestasi adalah kata serapan dari luar, sehingga haram jika diterapkan di tanah air tercinta kita ini. Ahhhh....sudahlah, lelucon memang sering terjadi di negeri ini. Negeri yang punya nama lucu dari warganya sendiri sebagai negara +62, negara berflower dan sefruit saran ini. Negara yang mempunyai slogan baru, "Maha Benar Netizen dengan Segala Komentarnya" di tengah perkembangan zaman yang pesat.
Jika dunia khawatir perang dagang Amerika dengan Cina berubah menjadi perang dingin global, maka Indonesia tak perlu cemas, karena kenyinyiran warga kita akan memanaskannya lebih dari yang diharapakan, percayalah!
Corona sampai di Indonesia, kita sibuk menyalahkan siapapun yang bisa disalahkan, terutama pemerintah yang memulangkan WNI dari Wuhan, Cina. Kita lupa adalah negara penganut Pancasila, baca sila kelima. Lyodra jadi juara rasanya itu tidak pantas dibandingkan Tiara, ketidaksetujuan kita akan keputusan siapapun itu wajar saja. Tetapi pantaskah meninggalkan komentar - komentar pedas tanpa etika? Warga net kita hanya perlu komentar dan tokoh dunia sekelas Trump saja bisa dibuat 'mati berdiri'. Ada lawan?
Bukannya memanfaatkan kenyinyiran, negara malah semakin sibuk revolusi mental. Negara sibuk renovasi pendidikan hingga mengeluarkan kebijakan #MerdekaBelajar. Negara sibuk naikkan anggaran pendidikan dengan tujuan perluasan sasaran pendidikan yang lebih merata. Mengapa negara begitu ribet? Padahal negara sudah punya senjata siap pakai yaitu rakyat nyinyir "Maha Benar". Rakyat gagah yang menyatakan dirinya pemberani dan NKRI harga mati tetapi belanja main borong saat panik karena corona hingga lupa berbagi.
Mari jujur menilai situasi, sekarang rasanya semakin mencekam bukan? Harga masker dan hand sanitizer melambung tinggi mengalahkan emas. Belanja main borong hingga stok makanan berpengawet habis diburu. Krisis kepercayaan semakin terasa antar sesama dan juga pada pemerintah.
Beberapa pendukung fanatik Lyodra dan Tiara juga terjebak hingga terlibat saling serang komentar sampai mengalihkan ke agama mereka masing - masing. Padahal tidak ada hubungan sama sekali. Yang untungnya para juri tetap berkomentar secara sejuk dan profesional. Sedangkan menanggapi corona, pemerintah akhirnya mengambil kebijakan menenangkan hati rakyatnya untuk tidak cemas berlebihan tetapi harus tetap waspada. Ahhh....lebih seram akibat nyinyir ternyata.
Nyinyir jika diambil definisinya dari aplikasi KBBI edisi kelima offline berarti mengulang - ulang perintah/permintaan, nyenyeh dan cerewet. Jika saya maknai secara awam berpatokan pada definisi KBBI dan fakta di masyarakat bahwa nyinyir itu adalah sikap cerewet, suka mengulang - ulang sesuatu hingga terkesan menyindir pendengar/pembaca yang ditujunya menjadi merasa jengkel dan muak.
Menurut saya sikap nyinyir itu akan menghambat kebahagiaan diri kita, sangat merugikan! Karena Elizabeth B Hurlock menulis dalam bukunya berjudul Psikologi Perkembangan, "Ada beberapa esensi kebahagiaan, atau keadaan sejahtera, kenikmatan atau kepuasan. Beberapa di antaranya adalah sikap menerima (acceptance), kasih sayang (affection) dan prestasi (achievement) sering disebut sebagai tiga A kebahagiaan".
Jika ditelaah detail 'Tiga A Kebahagiaan' begini penjelasannya, A yang pertama Acceptance dapat diartikan seseorang akan bahagia jika mampu menerima keadaannya maupun sekitarnya dengan berbesar hati. Faktor A yang kedua yaitu Affection, yaitu seseorang akan bahagia jika mendapat kasih sayang dari orang lain. Semakin banyak yang menyayangi tentu kita akan semakin bahagia. Dan A yang ketiga Achievement yaitu lebih kepada kepuasan akan tercapainya tujuan seseorang. Pasangan ayah dan ibu dapat memenuhi kebutuhan anak - anak mereka tentu akan menjadi prestasi yang membahagiakan. Intinya menerima, bukan nyinyir jika ingin bahagia.
Manusia dilahirkan saja sudah merasa menderita. Dapat kita lihat dari respon pertama bayi saat dilahirkan adalah menangis! Untuk apa menambah derita lagi? Mengerikan bukan jika hanya penderitaan saja sepanjang hidup kita? Susah bukan kepalang bukan? Jika kita merasa demikian, maka orang yang kita nyinyir juga akan merasa demikian. Mari mengkondisikan sesuatu kepada diri kita dahulu sebelum memvonis siapapun di sekitar kita.
Beberapa waktu yang lalu tentu menjadi kenangan yang buruk bagi ibu - ibu dan para gadis penggemar drama Korea. Di mana kematian beruntun para bintang negeri ginseng itu karena tidak kuat menerima nyinyir netizen hingga memilih bunuh diri sebagai jalan terbaik. Mari kembali refleksi, bisakah kita bayangkan mahluk - mahluk indah lainnya, seperti Lee Min-Hoo, Park Bo-Gum, dan Song Joong-Ki mengikuti jejak Sulli dan Goo Hara? Jangan! Saya tidak kuat jika itu terjadi. Tolong hentikan!
===
Penulis adalah seorang pendidik di Medan.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPG) dan data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]