Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Sistem pembelajaran jarak jauh diprediksi akan tetap berlanjut. Pilihan ini dipikirkan menjadi pilihan aman di masa pandemi wabah virus corona (Covid-19) ini. Namun, penerapan sistem ini menjadi tantangan besar, khususnya mereka yang berada di daerah pedesaan yang tertinggal. Bagi mereka, penerapan sistem belajar jarak jauh karena corona berarti sekolah libur.
Sistem pembelajaran jarak jauh memang membuat kegamangan di dunai pendidikan, khususnya di desa tertinggal. Jika para anak didik dan pendidik di kota yang lengkap dengan fasilitas merasa kejenuhan karena sistem ini, mereka yang tinggal di pedesaan justru mengeluh karena merasa ketinggalan. Jika yang di kota mulai lelah karena menatap layar laptop atau ponsel selama berjam- jam, mereka yang di desa justru merindukan punya kesempatan menatap layar benda canggih ini. Setelah 3 bulan penerapan sistem pembelajaran dari rumah, di beberapa daerah ini berarti liburan. Ketidaktersediaan fasilitas adalah penyebabnya.
Menurut saya, jika sitem pembelajaran ini masih terus berlanjut, pemerintah tak boleh tutup mata dengan fakta ini. Penyediaan fasilitas adalah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan dan tak boleh ditunda. Salah satunya ketersediaan fasilitas dan akses internet. Ketika sistem pembelajaran jarak jauh diterapkan, maka kepastian akses internet menjadi kebutuhan mutlak. Dan ketidaktersediaan fasilitas inilah yang membuat beberapa sekolah tak mampu menerapkan sistem ini.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo RI), terdapat sekitar 15.000 desa yang belum terjangkau internet sama sekali. Jika melihat data ini, maka kita juga bisa memastikan bahwa ada sekitar 15.000 desa yang terancam tidak mampu menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh. Jika ini tidak serius ditangani, maka libur karena corona akan diperpanjang di beberapa daerah.
Selain layanan internet, ketiadaan fasilitas pembelajaran juga menjadi masalah berikutnya. Bagi kalangan menengah keatas mungkin hampir semua keluarga memiliki laptop atau ponsel untuk mendukung sistem pembelajaran ini. Namun bagi kalangan bawah khususnya di desa, fasilitas ini adalah barang mewah yang masih belum tentu dimiliki. Kondisi inilah akhirnya yang membuat mereka gigit jari ketika sistem pembelajaran jarak jauh diterapkan.
Hal inilah yang dialami oleh seorang pendidik di sebuah desa di Pulau Telo, Nias Selatan. Kondisi pendidikan di pulau terpencil ini seolah mengalami lampu merah selama pandemi. Pendidik yang mengajar siswa sekolah dasar ini bingung menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh. Pasalnya, hampir semua anak didik belum mempunyai fasilitas seperti laptop atau ponsel untuk menunjang sistem pembelajaran ini. Maka hampir dipastikan bahwa sistem pembelajaran ini sulit untuk lebih lama diterapkan.
Kondisi serupa juga bisa kita lihat di dalam pemberitaan di berbagai media. Kondisi sulit ini akhirnya membuat para pendidik harus bekerja luar biasa dan diatas normal. Mereka harus mengunjungi para murid satu persatu ke rumah- rumah. Namun, apa yang dilakukan ini tentulah tidak efektif jika terus dilanjutkan. Selain ketidakefsienan waktu, pilihan ini akan menjadi beban yang amat berat bagi para pendidik.
Sebuah Pengingat
Sebenarnya penyediaan layanan internet di pedesaan sudah lama menjadi program prioritas pemerintah. Presiden Joko Widodo dalam Nawacita butir ketiga menyatakan bahwa akan membangun Indonesia dari pinggiran yang selama ini tertinggal dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Dan jika kita melihat dengan serius, ketersediaan internet di daerah tertinggal menjadi salah satu terjemahan dari visi ini. Dan sampai hari ini visi misi yang besar ini masih jauh dari yang diharapkan. Kini, pandemi ini menjadi sebuah pengingat bagi pemerintah untuk segera menuntaskan janji ini.
Penyediaan layanan internet di pedesaan memang bukan hal mudah. Menurut CEO Net1 Indonesia Larry Ridwan, tantangan terbesar dalam menggelar jaringan internet di daerah pedesaan adalah kondisi medan yang sangat variatif, mulai dari pegunungan hingga daerah pantai, serta populasi penduduk yang tersebar. Kondisi seperti ini memerlukan investasi besar agar operator dapat menggelar jaringan internet yang dapat menjangkau populasi yang tersebar tersebut. Apabila dilihat dari sisi bisnis tentu kurang menguntungkan.
Jika menyimak penjelasan ini, maka salah satu pertimbangan pembangunan layanan internet ini adalah ketakutan kerugian yang bisa jadi tidak menguntungkan secara bisnis. Di sinilah peran pemerintah daerah dibutuhkan. Kita menanti pemerintah memikirkan masalah ini dan membuat kebijakan supaya pembangunan layanan ini dapat dikejakan. Terlaksanya penyelenggaraan pendidikan menjadi orientasi utama penyediaan layanan internet di desa, bukan sekedar untung rugi dalam dunia bisnis.
Dalam hal ini kita bisa belajar dari apa yang dilakukan pemerintah daerah Jabar. Seperti dilansir majalah Tempo, 3 November 2019, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah merancang program desa digital. Tujuannya memastikan ketersediaan internet yang mampu menunjang peningkatan kualitas berbagai sektor, bukan hanya pendidikan tetapi juga perekonomian desa. Untuk melakukan program ini, Pemprov Jabar mengandeng banyak pihak. Keseriusan Pemprob Jabar memperhatikan masalah ketertinggalan desa bahkan membuat program desa digital terpilih sebagai Digital Equity and Accessibility dalam ajang IDC Smart City Asia Pacific Awards.
Keseriusan Adalah Kunci
Apa yang dilakukan Pemprov Jabar ini menjadi pelajaran penting. Keseriusan mengeksekusi program membuat masa krisis bisa dilewati dengan baik. Pemerintah daerah perlu belajar supaya program yang sudah direncanakan sebaiknya jangan ditunda- tunda, Masa pandemi menjadi masa pemerintah serius mengeksekusi program yang sudah direncanakan.
Di sinilah juga peran pemerintah desa menjadi penting. Pemanfaatan dana desa untuk menunjang fasilitas ini mungkin sesuatu yang bisa dilakukan. Dana desa Rp 960 juta yang dialokasikan untuk setiap desa harus serius dimanfaatkan. Jika memang diperlukan, dana ini bisa dialokasikan untuk menyokong ketersediaan fasilitas bagi para anak didik.
Jangan sampai dana yang besar ini digunakan untuk hal yang tidak mendesak. Kita menanti keseriusan pemeerintah menghadirkan keadilan sosial seperti yang kerap dijanjikan. Jika ini tidak serius dibenahi, maka liburan karena corona di beberapa daerah akan terus berlanjut.
===
Penulis alumni FP USU, bergiat di Perhimpunan Suka Menulis (Perkamen).
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]