Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Beberapa hari yang lalu, seorang siswa yang baru lulus SMA mengirim pesan singkat padaku lewat messenger. Wanita yang sebenarnya tidak kukenali, tapi aku mengerti saat itu dia sedang membutuhkan bantuan. Dia memilih untuk mengirim pesan padaku, karena aku pernah berbagi kasus tentang pendidikan anak disalah satu grup facebook 'Psikologi Anak', dimana dia juga anggota grup itu.
Pesan itu berisi masalah serius yang dihadapi oleh sepupunya yang saat ini menjadi ogah-ogahan untuk kuliah. Dia keberatan kuliah karena trauma dengan banyaknya tugas yang menyita waktu yang berujung akan membuat dia bermasalah dengan keluarganya. Orang tuanya ini termasuk "toxic parent". Di rumah dia selalu merasa terkekang dan dianaktirikan oleh keluarga. Dan dia sedang mengkawatirkan keadaan sepupunya.
Sudah sangat sering aku mendengar cerita seputaran toxic parents. Mungkin diantara teman-teman juga ada yang mengalaminya. Kali ini aku ingin berbagi tentang itu.
Apa Itu Toxic Parents?
Kalau kita artikan dalam bahasa indonesia disebut orang tua beracun. Dalam bukunya, Forward (1989) mengatakan semua orang tua tentu dipahami sebagai manusia tidak dapat menjadi diri mereka yang baik dari waktu ke waktu. Mereka dapat berbuat salah dan tidak menyenangkan terhadap anak. Mereka terkadang marah, membentak, bertindak keras atau suka mengatur. Kebanyakan anak dapat menerima perlakuan yang demikian karena rasa cinta/sayang dan pemahaman yang mereka miliki pada orang tua. Namun, ada orang tua yang pola perilaku negatifnya konsisten dan mendominasi kehidupan anak. Mereka mencelakakan, menyakiti, menjahati anak mereka sendiri, menimbulkan luka fisik maupun psikis yang membuat anak trauma. Mereka inilah yang disebut toxic parents, yang pada akhirnya dapat meracuni/merusak psikologis anak.
Toxic parent sangat berbahaya bagi anak. Pesan yang aku dapat di mesengger tempo hari benar-benar membuka pandanganku bahwa ini adalah kasus yang serius. Anak bisa menjadi tidak percaya diri dan cenderung menjadi pemendam yang akan berdampak menjadi pendendam. Beberapa juga ada yang melukai diri sendiri. Tidak menerima diri dan menganggap apapun yang dilakukannya tidak berharga. Karena orang tua kerap sekali menyalahkannya. Setiap kali anak melakukan sedikit kesalahan orang tua langsung berkata kasar.
Jika anak menjadi korban toxic parent di masa SD-SMA inilah yang membuat anak menjadi trauma. Saat itu mereka masih sangat membutuhkan sebuah dukungan dan penerimaan di keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Kalau di keluarga aja anak merasa tidak diterima bagaimana mungkin dia percaya diri dan dapat bergaul dengan masyarakat luar?
Yang paling fatal adalah pada akhirnya anak bisa jatuh ke pergaulan yang salah. Efek dari pemberontakan terhadap keadaan yang terkekang, selalu disalahkan, diperlakukan kasar. Mencoba mencari kenyamanan tanpa mempedulikan itu baik atau tidak.
Itulah kenapa ini sangat perlu untuk kita atasi dari sekarang. Mari dukung anak dalam setiap pertumbuhannya. Orang tua adalah teladan bagi anak. Perkataan kasar, kekerasan itu bukanlah cara yang tepat untuk mendidik. Sikap buruk itu harus segera diputuskan. Sadarilah kalau anak itu adalah titipan yang paling berharga dari Tuhan. Jangan rusak mental anak!
Dan untuk kita kalau ada teman, saudara atau orang disekeliling kita yang terkena toxic parent, jadilah teman bagi anak yang menjadi korban, mendengar ceritanya, membantu dia keluar dari ketraumaannya dan menumbuhkan rasa percaya diri itu kembali. Meyakinkan dia bahwa hidupnya berharga.
===
Penulis Bergiat di Perhimpunan Suka Menulis (Perkamen)
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]