Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Corona adalah virus baru yang menggalaukan kita. Virus penyebab Covid 19 ini telah membuat kita terkejut dan terheran- heran. Dampaknya luar biasa. Tidak hanya bidang kesehatan, perekonomian, pendidikan, dan bidang lainnya turut terkena dampaknya. Namun, di tengah perjuangan melawan penyakit baru ini kita juga terkejut dan terheran- heran dengan penyakit lama tak kurang meresahkan kita. Penyakit itu adalah korupsi. Sama seperti corona, korupsi juga masih terus menambah kasus baru.
Adalah wajar kalau kita sangat kelabakan melawan corona . Ini adalah fenomena baru dan kita belum punya pengalaman sebelumnya mengatasinya. Berbeda dengan corona , korupsi justru penyakit lama bahkan tergolong tua. Ini bukan fenomena baru. Kita sudah lama tahu dan kenal dengan penyakit ini. Dampaknya pun terasa dimana- mana sejak lama. Namun kita tetap kelabakan melawannya Kalau untuk melawan corona dibutuhkan waktu, melawan korupsi nampaknya kita hampir buntu
Faktanya sama seperti corona, korupsi pun bisa menyerang siapa saja. Data dengan jelas menunjukkannya. Pelakunya beragam dan tidak kenal status mulai dari pejabat tinggi, pengusaha, karyawan biasa, masyarakat biasa hingga pemimpin agama. Kasusnya juga didapati di berbagai bidang baik di institusi pemerintah, perusahaan swasta , lembaga pendidikan hingga raumah ibadah. Semua tak berdaya melawannya. Sama seperti corona, semua bidang terkena dampaknya. Sama seperti dampak corona, kesejahteraan masyarakat terganggu karenanya.
Rumit dan Pelik.
Problem korupsi di Indonesia memang tak kunjung teratasi. Persoalan ini rumit dan pelik. Kita tetap mendengar para elit berkoar- koar mengingatkan bahayanya, namun tak sedikit yang menikmatinya diam- diam. Kita mendengar para pejabat mendengung-dengungkan perlawanan terhadapnya, namun beberapa waktu kemudian kita mendengar merekalah pelakunya. Hal ini sesuai dengan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak 2004 sampai 2019 pejabat PNS adalah paling banyak terkena korupsi. KPK telah menangkap 199 pejabat PNS eselon I/II/III. Di posisi kedua, pejabat yang paling banyak ditangkap karena korupsi adalah anggota DPR dan DPRD yaitu sebanyak 247 orang lalu disusul swasta sebanyak 238 orang. Selain itu terdapat 124 kepala daerah yang terjerat korupsi . data ini menunjukkan bahwa para pejabat dan elit adalah pelaku giat korupsi.
Tidak mengherankan kini, publik makin meragukan komitmen pemerintah dalam pemberantasan penyakit lama ini. Maka wajar jika seruan para pejabat dan elit ini seolah menjadi seruan kosong dan menjemukan masyarakat. Hasil jajak pendapat litbang Kompas pada 17-20 juni 2020 menunjukkan terjadi penurunan tingkat keyakinan dan persepsi positif responden pada komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia. Selain itu nilai indeks persepsi Korupsi (IPK) untuk Indonesia juga masih rendah. Indonesia berada di skor 40 dari skor maksimal 40. Dan saat ini kita berada di peringkat ke 85. Data ini menguatkan bahwa perjuangan melawan korupsi di Indonesia masih di jalan terjal.
Masalah korupsi ini makin rumit melihat kondisi terkini KPK. Institusi pelawan korupsi bentukan pemerintah ini kian lama kian diragukan komitmen dan integritasnya. Kondisi carut- marut sejak pemilihan pimpinan dan revisi UU KPK lalu membuat kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah ini kian merosot. Hasil survey Indikator Politik menyebut kepercayaan publik terhadap KPK hanya 74,7 persen, berada di urutan keempat setelah TNI, Presiden, dan polisi. Hal ini menambah kegalauan kita melihat permasalahan korupsi di Indonesia.
Antibodi Korupsi
Lantas masih adakah harapan melihat semua fakta ini ? Apakah korupsi akan terus menjangkiti banyak orang dan menambah kasus dimana- mana? Ini menjadi perhatian serius kita semua. Di tengah keraguan kita akan pemerintah dan lembaga- lembaga yang berhubungan dengannya kita perlu memulai dari diri sendiri. Seperti melawan corona kita perlu meningkatkan antibodi. Antibodi terhadap korupsi adalah integritas pribadi. Integritas ini adalah modal perlawanan terhadap korupsi walau tanpa pengawasan.
Kita harus menyadari bahwa perilaku koruftif bisa terjadi walau dalam wujud kecil- kecilan. Korupsi bukan hanya sekedar penyelewengan uang yang merugikan negara atau orang lain. Perilaku koruptif bisa juga diwujudkan dari cara kita melakukan tugas dan tanggung jawab pribadi. Mereka yang memiliki ambisi pribadi dan ingin melakukan jalan pintas untuk mencapai tujuannyapun adalah pelaku korupsi. Karena itu, perilaku koruptif bisa dideteksi dari cara kita menggunakan waktu, cara kita bekerja, hingga cara hidup lainnya.
Di tengah kondisi pandemi ini misalnya, tanpa sadar kita bisa menjadi pelaku korupsi yang tidak terdeteksi. Perilaku koruptif bisa terlihat dari cara bekerja bagi para pekerja, cara belajar bagi para pelajar, cara mengajar bagi para pengajar, cara berekendara bagi para pengendara dan semua bidang kehidupan lainnya. Ketika banyak sistem berubah dan pengawasan semakin berkurang, korupsi bisa menjadi alternatif. Tanpa pengawasan ini mudah terjadi. Kita bisa saja membela diri dengan menyalahkan kondisi tetapi sesungguhnya kita pun telah menjadi pelaku korupsi.
Akhirnya tanpa menyadari bahaya korupsi kita akan sulit melawan penyakit lama ini. Maka kita perlu jaga jarak seperti melawan korona. Ketika kita tak mampu mempengaruhi korupsi di meja orang lain setidaknya kita memastikan meja kita bersih. Jika kita tidak membiasakan ini, maka kita sama saja dengan para elit yang berkoar- koar dan menyerukan perlawanan. Bedanya mereka terdeteksi dan mendapat perhatian kita di tempat tersembunyi dan diam- diam. Tanpa sadar kita pun ternyata telah terinfeksi. Tak heran akhirnya penyakit ini sulit diperangi.
===
Penulis adalah alumni FP USU, bergiat di Perhimpunan Suka Menulis (Perkamen) dan meminati isu-isu kontemporer.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]