Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
TULISAN saya pada media ini (16/6/2020) ditanggapi secara beragam oleh para pembaca. Beberapa pemilik akun media sosial menggunakan penalaran yang sesat (fallacies) berupa argumentum ad hominem (menyerang pribadi penulis), seperti “jangan silau dengan gelar doktor, penulis bukan ahli ekonomi, tidak memiliki data” dan sejumlah tudingan lain. Apakah tidak sebaiknya, counterthrust dilakukan dengan menulis opini? Yah, dapat dipahami bahwa tanggapan seperti ini wajar dilontarkan ketika kepentingan sudah mulai terusik.
Agar tulisan tersebut memiliki landasan akademik yang kokoh, pada kesempatan ini dipaparkan sejumlah capaian para pimpinan daerah yang memulai tugasnya pada pertengahan tahun 2016. Intinya, melanjutkan perbincangan di seputar Pilkada 2020 di Kepulauan Nias dengan memaparkan sejumlah data sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam memilih pemimpin periode 2021 – 2026.
Referensi yang dianggap valid bersumber dari data BPS Sumut (2020) dan BPS di empat kabupaten dan satu kota di Kepulauan Nias (2016 dan 2020). Perlu dijelaskan bahwa data 2016 dianggap sebagai capaian pejabat sebelumnya dan data 2020 adalah capaian pejabat saat ini. Oleh karena begitu banyak variabel yang bertemali dengan capaian pembangunan, dalam tulisan ini, dibatasi pada tiga indikator, yaitu (1) Indeks Pembangunan Manusia, (2) Rasio Gini, dan (3) Tingkat Kemiskinan. Alasan pembatasan ini karena semua program dan kegiatan pembangunan haruslah bermuara pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
IPM ditentukan dengan melibatkan empat sub-indikator, yaitu (a) angka harapan hidup, (b) harapan lama sekolah, (c) rata-rata lama sekolah, dan (d) pengeluaran per-kapita. Capaian IPM di Kepulauan Nias dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No. Kabupaten/Kota/Tahun/Indeks/Peringkat di Sumut
1. Nias : 2016/59,75/31
2019/61,65/31
2. Nias Selatan : 2016/59,14/ 32
2019/61,59/32
3. Nias Utara 2016/60,23/30
2019/61,98/30
4. Nias Barat 2016/59,03/33
2019/61,14/33
5. Gunungsitoli 2016/66,85/24
2019/69,30/23
Data di atas menginformasikan bahwa kendati ada peningkatan beberapa poin, namun peringkat tidak menunjukkan perubahan, kecuali Kota Gunungsitoli yang hanya mengubah posisi satu tingkat. Dari 8 kota di Sumut, Gunungsitoli menempati urutan kedua dari bawah, setingkat di atas Kota Tanjung Balai (68,51). Sedangkan kabupaten di Kepulauan Nias terlihat sebagai juru kunci (30, 31, 32, dan 33).
Hal apa yang dapat dipetik dari capaian IPM di Kepulauan Nias tersebut? Dana pemerintah yang ratusan miliiar setiap tahun (jika ditotal selama empat tahun terakhir mungkin mendekati puluhan triliun) di Kepulauan Nias belum mampu mendongkrak IPM masyarakat Nias. Salah satu subindikator yang agak memilukan adalah rata-rata lama sekolah [Nias: kelas 2 (5.15); Nisel: kelas 2 (5.53); Nisut: kelas 6 (6.25); Nisbar: kelas 6 (6.14); Gunungsitoli: kelas 8 (8.58)]. Lagi-lagi, kabupaten di Nias menempati urutan terbawah. Pada kategori kota, Gunungsitoli termasuk juru kunci.
Berdasarkan data di atas, masihkah kita banggakan kinerja para pemimpin di Kepulauan Nias dengan capaian selama satu periode terakhir ini? Perlukah kita ekspos besar-besaran capaian pembangunan sarana dan prasarana serta hasil evaluasi BPK dengan sebutan WTP atau WDP, namun tidak memiliki impact yang signifikan? Tampaknya, kita perlu kembali pada esensi pembangunan, yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang kompetitif.
Rasio Gini
Rasio gini diartikan sebagai kesenjangan antara orang yang berkantong tebal dengan mereka yang berpendapatan rendah. Indeks ini begerak dari 0-1. Koefisien gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Data yang didapatkan terbatas pada tahun 2016 dan 2018. Kemungkinan besar data tahun 2019 tidak jauh berbeda.
No. Kabupaten/Kota/Tahun/Rasio
1. Nias 2016/0,27
2018/0,28
2. Nias Selatan 2016/0,21
2018/0,32
3. Nias Utara 2016/0,27
2018/0,24
4. Nias Barat 2016/0,29
2018/0,28
5. Gunungsitoli 2016/0,36
2018/0,36
Indeks rasio gini di atas menunjukkan bahwa Nias Utara berhasil menurunkan 3 poin dan Nias Barat turunkan 1 poin kesenjangan. Kabupaten Nias naik 1 poin dan Nias Selatan naik 11 poin melebarkan kesenjangan. Kota Gunungsitoli berjalan di tempat.
Berdasarkan indikator rasio gini ini, semakin terlihat kinerja para bupati/wali kota dalam memberdayakan masyarakat Nias. Penurunan ketidakmerataan atau ketimpangan tidak terlalu signifikan, kendati masih dalam kategori ketimpangan rendah (? 0.4). Program pembangunan dan kegiatan yang bersumber dari DAU, DAK, PAD, dan dana lainnya tidak serta merta dapat mengurangi ketimpangan di tengah-tengah masyarakat.
Lalu, apa yang dibanggakan oleh para buzzer dan influencer kepala daerah di Kepulauan Nias setelah mencermati capaian nyata pemberdayaan masyarakat temuan BPS di atas?
Tingkat Kemiskinan
Berkaitan dengan variabel kemiskinan, dari seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara, Kepulauan Nias masih tetap menjadi juru kunci. Data berikut memberi informasi akurat kepada kita.
No. Kabupaten /Kota Tahun Jumlah % Peringkat di Sumut
1. Nias/2017/24.088/18,11/22 dari 25 kabupaten
2019/22.010/15,94/22/dari 25 kabupaten
2. Nias Selatan/2017/57.095/18,48/23 dari 25 kabupaten
2019/52.051/16,45/23 dari 25 kabupaten“
3. Nias Utara/2017/39.047/29,06/24 dari 25 kabupaten
2019/34.042/24,99/24 dari 25 kabupaten
4. Nias Barat/2017/23.033/27,23/25 dari 25 kabupaten
2019/22.008/25,51/25 dari 25 kabupaten“
5. Gunungsitoli/2017/30.008/21,66/8 dari 8 kota
2019/23.006/16,23/8 dari 8 kota
Data di atas menginformasikan bahwa dilihat dari jumlah dan persentase orang miskin di Kepulauan Nias (2017 dan 2019) terjadi penurunan. Namun, jika diamati dengan jeli, peringkat masih belum berubah. Masyarakat Nias masih tetap berada di bawah sejumlah kabupaten/kota di Sumatera Utara. Garis kemiskinan berdasarkan pendapatan per kapita/bulan juga bergerak dari (rp) 279.468 (Nias Selatan), 339.671 (Gunungsitoli), 361.698 (Nias), 390.564 (Nias Utara), dan 393.450 (Nias Barat). Sedangkan rata-rata Sumatera Utara berada pada posisi (rp) 466.122.
Poin apa yang dapat dipetik dari data ini? Yah, setidaknya dapat dijelaskan bahwa pemerintah di Kepulauan Nias masih belum maksimal mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Pembangunan sarana dan prasarana sebagai faktor pendukung tidak terlalu berkontribusi dalam membebaskan masyarakat dari keterbelakangan ekonomi.
Penutup
Mengekspos sejumlah keberhasilan pembangunan tidaklah tabu. Hal tersebut sangat diperlukan. Akan tetapi mengklaim bahwa masyarakat telah menikmati secara merata kue pembangunan, tunggu dulu. Demikian juga ekspos para buzzer di media sosial dengan menyanjung-nyanjung para “majikan” yang sedang berkuasa untuk melanjutkan kekuasaan pada periode kedua juga perlu dipikir ulang.
Masyarakat perlu diberi rasional politik yang benar agar senantiasa berpikir objektif. Baiknya, masyarakat dijauhkan dari zona nyaman dengan menghadirkan kerdipan lampu dan air mancur yang menjulang tinggi, gedung-gedung bertingkat, aspal hotmix, dan sejumlah aksesoris capaian lainnya, namun kurang bermanfaat dalam mendongrak kebutuhan dasar mereka.
Patut menjadi pembelalajar bahwa ketika wabah penyakit telah menjadi pandemik seperti saat ini (covid-19) pembangunan fisik nyaris tak berarti. Justru masker, sabun, handsanitizer, disinsfektan, terutama sandang/pangan menjadi incaran semua masyarakat. Oleh karena itu, ke depan, diperlukan pemimpin yang mengutamakan manusia dalam seluruh program dan kegiatan pembangunan. Keseimbangan antara soguna ba noso (spiritual), soguna ba mboto (pendidikan, kesehatan,kesejahteraan) dan soguna ba hörö (fisikal) patut menjadi perhatian agar Kepulauan Nias tidak selalu menjadi juru kunci di Sumatra Utara.
Semoga masyarakat Nias tidak silau, apalagi saling mencela dengan postingan para buzzer dan influencer para kandidat bupati/wali kota di Kepulauan Nias. Kepulauan Nias sudah terlalu lama berdamai dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Oleh karena itu, the right man on the right place tidaklah cukup. Perlu dilengkapi dengan man behind the gun.
Kepulauan Nias “BERSIH” (beriman, edukatif, raharja, sehat, infrastruktur, dan happy) perlu diwujudkan dalam tindakan konkret.
===
Penulis Dosen Universitas Prima Indonesia, Rektor IKIP Gunungsitoli (2010-2012) dan Kadis Pendidikan Kota Gunungsitoli (2012-2015)
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]