Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Pemilihan Wali Kota Medan boleh dibilang isu politik yang tiap hari dibicarakan dan paling hangat untuk kategori pilkada di Sumatra Utara. Mengapa tidak, Kota Medan yang merupakan wajah Sumatra Utara dan menjadi paramateter daerah ini. Pengalaman selama ini jika kita lihat kembali ke belakang, sudah banyak Wali Kota Medan yang terjerat kasus hukum karena korupsi. Berangkat dari pengalaman pahit dan buruk yang telah menjadi beban sejarah ini, sangat kita harapkan agar hal yang sama jangan sampai terulang kembali. Untuk itu, jika kita lihat ke hulu politik yang mana parpol adalah titik sentral untuk “menelurkan” calon pemimpin (Wali Kota Medan) adalah hal yang sangat kita harapkan mampu memilih seorang calon Wali Kota Medan yang “layak kutip”.
Bagi mereka yang pernah menginjakkan kaki di perguruan tinggi sudah pasti istilah kutipan bukan hal yang asing lagi. Adanya kutipan dalam bentuk pendapat seseorang yang telah teruji akan menjadikan penelitian kita makin akurat dan makin bisa menjadi sebuah kebenaran akademis. Kutipan yang layak akan memperkaya khazanah kita sendiri dalam membangun sebuah metodologi. Tetapi perlu juga diluruskan kutipan banyak juga yang tidak layak untuk digunakan sebagai kerangka acuan (framework) karena berbagai faktor. Yang layak dikutip selalu berorientasi pada objektivitas dan realibilitas. Untuk itu, membangun sebuah penelitian perlu menggunakan teori yang “layak kutip”. Begitu juga dalam memilih seorang pemimpin perlu dilakukan metode memilih siapa pemimpin yang layak kutip. Apalagi menjelang pemilihan pada bulan Desember 2020 ini.
Menjadi seorang pemimpin adalah hasrat setiap orang. Hampir dalam setiap literatur dijumpai di dunia ini selalu mengatakan bahwa kekuasaan itu nikmat. Mengapa tidak nikmat kemanapun selalu dikawal, pakai ajudan, menjumpai pun harus pakai aturan protokoler ketat, menjadi pusat perhatian dan lain sebagainya. Wajar sampai – sampai Lord Acton mengatakan kekuasaan cenderung korupsi (power tend to corrupt), kekuasaan yang berlebihan pasti disalahgunakan. Berangkat dari teori dasar demikianlah setiap insan manusia selalu punya ambisi jadi seorang pemimpin yang didalamnya melekat kekuasaan. Begitu juga dengan kekuasaan di Kota Medan akan dicari seorang Walikota masa bakti 2020-2025. Siapa yang bakal jadi menaiki Plat BK -1 Medan dan BK-2 Medan harus dimulai dari mimpi. Persoalan bagaimana realitas dari mimpi adalah kelanjutan dari perjuangan para calon yang akan bertarung. Tetapi logika penulis, siapapun pasti mau bermimpi jadi Walikota dan Wakil Walikota Medan sebagai barometer Sumatera Utara.
Sekadar menyegarkan ingatan kita dulu, tersisa kurang lebih beberapa bulan lagi, masa depan Kota Medan kembali dipertaruhkan. Lewat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), masyarakat Kota Medan kembali menjadi pemegang hak penuh "kedaulatan" dengan kekuasaan menentukan siapa bakal memimpin dan menjadi mahkoda yang dipercaya membawa mereka pada sebuah harapan tentang tingkat hidup dan kesejahteraan yang lebih baik. Pada momentum seperti itu, ada baiknya kita memberi ruang sebesar-besarnya bagi bekerjanya "akal-sehat" dan tidak meletakkan "emosi" sesaat dalam menjatuhkan pilihan, yang penyesalannya bakal kita tanggung selama periode lima tahun ke depan.
Di sini, masyarakat Kota Medan harus melakukan transformasi kesadaran dari tataran "rakyat" yang kecenderungan sikap dan nuansa batinnya lebih digerakkan (dimobilisir) oleh kekuatan psikologi massa, menjadi "warga-negara" yang sadar bahwa penentu masa-depan serta kehidupan yang lebih baik, ditentukan oleh bagaimana kita secara cerdas dan kritis dalam menentukan pilihan.
Politik "warga-negara" seperti ini, mau tak mau harus diperlengkapi oleh sebuah instrumen kesadaran bahwa yang bakal kita pilih tidak lagi tersimplifikasi hanya sebatas "kotak" primordial sempit yang berisi siapa, dari-mana, dan lain-lain. Tetapi, meletakkan fokus pada terminologi; bakal ke mana, dan bagaimana, seorang pemimpin meletakkan fungsi dan visinya dalam konstalasi peradaban masa-depan.
Dengan kata lain, politik "warga-negara" adalah politik "masa-depan", dan di sana seorang warga-negara harus berhadapan dengan kenyataan bahwa eksistensi serta kemaslahatannya sangat bergantung pada seberapa kuat mereka mampu beradaptasi dengan sebuah peradaban yang oleh pakar sosiologi Anthony Giddens, dicirikan sebagai "manufactured uncertainty". Sebuah kenyataan yang di dalamnya terdapat "masa yang diliputi oleh ketidakpastian". Apalagi saat ini kita diperhadapkan pada sebuah era revolusi industri 4.0 yang sangat membutuhkan inovasi dan kreativitas. Jaman yang serba mengandalkan kecerdasan buatan ini menuntut pendampingan dari seorang pemimpin yang mampu jadi “problem solving” secara keseluruhan.
Pertaruhan Kita Bersama
Pemilihan tentu dimulai dari parpol karena secara regulasi calon dari parpol yang paling realistis. Mengingat sulitnya calon dari independen, nampaknya hanya calon dari parpol yang paling realisits saat ini. Pilkada Kota Medan ini adalah pertaruhan bagi kita bersama dan sangat menentukan masa depan bersama. Seorang pemimpin punya tanggung jawab besar dan punya peran yang sangat signifikan dalam membangun masa depan karena otoritas yang dimilikinya sangat besar. Walikota Medan lah kelak yang menggerakkan mau jadi apa Kota Medan ini. Walikota Medan lah yang punya visi dan misi besar dalam menjadikan Kota Medan sebagai kota metropolitan sekaligus jadi sebuah “icon’ Sumatera Utara.
Masih diskusi tentang masa depan itu sendiri, tidak berlebihan kiranya bila kita -–atau beberapa ahli futuristik menegasakan abad sekarang adalah"abad pertaruhan". Sebuah era peradaban yang kecenderungannya menghadirkan pola eksistensi sebuah masyarakat, bangsa maupun negara, hanya menghadirkan dua konsekuensi. Konsekuensi pertama adalah menjadi masyarakat, bangsa maupun negara yang keluar sebagai "pemenang", dan mampu menggerakkan seluruh potensi kemampuan dan kekuatannya dalam medan "persaingan" (kompetitif) yang demikian sengit dan "berdarah-darah". Apalagi saat ini di era revolusi industri 4.0 yang sangat menbutuhkan masyarakat cerdas, kompetitif, inovatif dan kreatif sebagai modal utama. Ke depan, tentu Warga Kota Medan harus mampu menempatkan diri sebagai warga"majikan".
Pada konsekuensi kedua, kita mungkin saja tertelan "rawa-rawa" ketertinggalan, kebodohan, kemiskinan dan menjadi bangsa yang "kalah". Sebuah masyarakat, bangsa atau negara yang terpaksa menyandang gelar sebagai bangsa "kuli” atau “budak". Kecemasan ini tidaklah berlebihan karena kondisi kita saat ini yang serba tertinggal. Termasuk kemajuan Kota Medan yang tidak menunjukkan grafik peningkatan dari waktu ke waktu, bahkan ada kecenderungan mengalami kemunduran besar. Mengapa tidak, hampir semua Walikota Medan (Abdillah, Rahudman, dan Dzulmi Eldin) bermasalah dengan hukum karena terjerat kasus korupsi.
Dalam konteks pemilihan Wali Kota Medan nampaknya kita akan memilih yang pertama, kita warga Kota Medan menjadi komunitas entitas diri pemenang. Bagaimana menjadi pemenang tentu kita bisa beradaptasi dengan semua perubahan yang serba cepat. Kita menjadikan era perubahan menjadi peluang dan bukan sebagai musuh yang ditakuti. Dalam hal ini Walikota Medan adalah fasilitator yang berperan aktif, berperan penuh, berperan sentral dalam mengelola pemerintahan yang mana pemerintahannya adalah pemerintahan yang berjiwa pelayan dan mampu mendesain sebuah masa depan yang bagus bagi warganya.
Penutup
Kembali kepada Wali Kota Medan yang layak kutip, tentu tanggung jawab kita semua dalam melahirkannya untuk Kota Medan. Proses politik yang kita bangun haruslah sehat. Parpol sebagai pengusung utama tentu melihat calon yang bakal diusungnya kedepan, apakah punya mutu, integritas, visi dalam memimpin Kota Medan sebagai ibukota Sumatera Utara? Kemudian seriuskah mereka mengusung calon yang akan disodorkan kepada rakyat sebagai penentu terakhir? Harapan kita bersama, mari membangun proses politik yang sehat dan baik agar Walikota layak kutip ini bisa muncul pada pilkada Kota Medan 2020 ini.
====
Penulis Sekretaris DPD PIKI Sumatera Utara/Mantan Sekretaris DPD GAMKI Sumut/ Aktif di RE Foundation
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]