Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SEMARAK memperingati hari kemerdakaan tahun ini tidak pudar di jiwa masyarakat Indonesia, walau harus bersanding dengan pandemi yang cukup mematikan, bisa dilihat dari jumlah korban meninggal dunia yang masih terus meningkat. Dalam menyambut peringatan hari kemerdekaan, populasi pohon bambu seolah berkurang. Tentu bukan karena efek Covid-19, namun karena dijadikan tiang bendera yang berdiri di halaman-halaman rumah masyarakat Indonesia.
Sontak semangat nasionalisme tumbuh pesat di bulan ini, walau belum tahu apakah gelora tersebut terus bertahan hingga tujuh belasan tahun depan. Momen tujuh belasan harusnya bisa menjadi waktu untuk rehat sejenak dari hegemoni politik yang sudah sangat berlebihan dalam tananan masyarakat kita. Bisa kita rasakan banyak perpecahan antar golongan yang tak jarang berisi umpatan dengan kata-kata tidak sewajarnya.
Dari tulisan ini diharapkan dapat merefleksikan situasi sekarang. Penulis mengaitkannya berdasarkan ulasan dari salah satu buku tetralogi berjudul Jejak Langkah karya Pramoedya Ananta Toer.
Mengapa Mesti Pram dan Jejak Langkah?
Buku Jejak Langkah adalah serial ke-3 dari tetralogi Buru yang diawali Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, lalu diakhiri dengan Rumah Kaca. Buku ini sangat menarik dibahas dalam frekuensi hegemoni nasionalisme yang tinggi seperti sekarang. Buku yang tebalnya 724 halaman ini menggambarkan kesadaran nasional pada masa kolonial Hindia Belanda dengan mengulas kisah RM Tirto Adhi Suryo. Seorang tokoh pergerakan nasional yang melawan melalui tulisan, serta mendirikan Medan Prijaji (1906) sebagai bentuk advokasi bagi pribumi yang mengalami ketidakadilan. Beliau juga sempat menjadi anggota Boedi Oetomo namun keluar karena berbeda prinsip. Selain itu beliau juga tokoh tokoh penting Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia.
Jelaslah buku ini mampu kembali mengasah ingatan kita terhadap gerakan awal nasionalisme. Setidaknya untuk merawat semangat nasionalisme agar tetap membara dalam momen kemerdekaan kali ini.
Mengutip Serakan Makna Dalam Buku Jejak Langkah
Tentunya banyak sekali makna dari cerita di buku tersebut, yang lahir di ingatan Pram ketika berada dalam pengasingan di Pulau Buru. Pram juga menyiratkan banyak pesan di buku ini melalui karakter Minke yang terinspirasi dari RM Tirto Adhi Suryo. Dikisahkan Minke menolak pembungkaman dan tetap teguh dalam pikiran yang adil. Bahkan suatu ketika ia mesti menghadapi pertentangan dengan ayahnya sendiri yang menjabat sebagai Bupati Bojonegoro. Dia tetap teguh dalam pikirannya. “Jangan menggigil kakimu, jangan gemetar suaramu”, begitulah ibundanya berpesan atas jalan yang dipilih anaknya.
Buku ini juga mengajak kita kembali melihat kondisi tanah pertiwi berserta tingkah pola masyarakatnya. Sebenarnya proses pengenalan karakter Minke dan kebangsaannya sudah diceritakan khusus di buku serial ke-2 berjudul Anak Semua Bangsa. Namun di buku Jejak Langkah juga banyak buah karya perenungan Minke mengenai kebangsaan ganda, mistisme, dan kultur feodal yang bersarang di jiwa bangsanya. Sehingga ia mencoba mencari pola organisasi yang sesuai dengan watak kebangsaan ganda, pasca kegagalan mempertahankan Sarekat Prijaji.
Minke juga bergerilya menjadi propagandis SDI untuk memberikan kesadaran kepada bangsanya bahwa zaman sudah beralih, kesaktian dan mantra-mantra tidak lagi sebagai jaminan hidup dalam arus masyarakat modern. Ia juga selalu mengutuk budaya kuno yang menganggap ada manusia di bawah kaki manusia lainnya, di sini ia berhadapan dengan ayahnya sendiri. Sebagai amunisi untuk menolak budaya yang ia anggap jahiliyah itu, Minke sering mengutip slogan Revolusi Perancis yang mashur “Kebebasan, Keadilan, Persaudaraan.” Dari kisah ini mestinya menjadi kritikan tajam terhadap kebiasaan kita yang selalu membenarkan apa yang dikatakan pejabat publik tanpa adanya proses pengujian rasional. Padahal mereka belum berbicara menyampaikan ide gagasannya, tapi kita sudah bersorak-sorai serta sepakat untuk mendukungnya secara ekstrim.
Pesan yang sangat ditekankan oleh Pram melalui buku ini adalah semangat persatuan melalui organisasi-organisasi yang didukung oleh hukum modern kolonial Hindia Belanda. Bisa dilihat dari kegiatan menggalang dan menghimpun kekuatan pribumi dengan cara yang lebih elegan tanpa melanggar hak-hak kemanusian dan pastinya tanpa pertumpahan darah. Persatuan adalah jantung sekaligus wajah bangsa ini.
Banyak kesan mendalam pada bagian akhir buku karya Pram ini. Ia sengaja menutupnya dengan satu puzzle yang tersisa sehingga ceritanya tetap hidup dalam benak pembaca, walau buku sudah habis dibaca. Sepuluh halaman terkahir sangat sentimentil.
Kita dapat menarik kesimpulan melalui mahakarya sastra dari Indonesia untuk dunia ini, bahwa persatuan berbangsa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian peristiwa untuk melahirkan bangsa Indonesia yang hingga sekarang telah berusia 75 tahun. Sungguh tidak adil rasanya jika kita mesti tercerai-berai hanya karena panggung politik praktis yang kadang nampak lucu.
Semoga gelora semangat nasionalisme di bulan ini mampu bertahan setidaknya hingga akhir tahun nanti, dimana akan dihelat pesta demokrasi Pilkada serentak. Semoga kita bisa menjadi bagian dari demokrasi yang adil sejak dalam pikiran, serta dalam perbuatan. Terakhir, salam hormat kepada insan yang tidak pernah merasakan kemerdekaan dalam hidupnya, terbelenggu raga nyaris di seumur hidupnya, namun tetap merdeka berpikir, Pramoedya Ananta Toer.
====
Penulis Ketua Umum KAMMI Komisariat Instiper Yogyakarta/Mahasiswa Institut Pertanian Stiper Yogyakarta
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]