Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
TAK terasa, usia Partai Amanat Nasional mulai beranjak dewasa. Sebuah usia yang relatif muda di tengah gelombang pasang surutnya politik Indonesia. PAN tetap eksis menjadi partai politik sejak Pemilu 1999. Semenjak kelahirannya pula, tanggal 23 Agustus 1998 – 23 Agustus 2020 (kini 22 tahun), PAN mengalami pasang surut dalam perolehan suara, namun tetap bertahan di tengah hiruk pikuknya belantika politik Indonesia.
Sedikit berbeda peringatan HUT ke-22 PAN Tahun 2020 ini. Mengapa berbeda? Karena HUT PAN diperingati saat Indonesia berada dalam pandemi Covid-19. Indonesia sedang dihadapkan wabah global yang meluluhlantakkan ekonomi bangsa. Di tengah ekonomi Indonesia yang kurang baik itu PAN tetap hadir, tetapi peringatan HUT ke-22 PAN tahun ini hanya diperingati sederhana oleh jutaan kader/simpatisan PAN dalam suasana kegamangan, apakah PAN tetap eksis atau tidak pada Pemilu 2024 akan datang. Kegamangan itu terlihat, ketika elite politik PAN memperingati HUT PAN disambut isak tangis, elite PAN memperingati HUT kali ini penuh muhasabah luar biasa. PAN kehilangan orang tuanya yang melahirkan partai ini sejak reformasi tahun 1998 hingga tahun 2020 ini. Siapakah beliau? Ia adalah Prof Dr Amien Rais, tokoh kunci partai ini dari pemilu ke pemilu yang memberikan magnet tersendiri untuk kebesaran PAN.
Tidak dapat kita bantah, bahwa kebesaran nama Amien Rais memberikan rezeki politik demi kebesaran PAN. Bayangkan saja, sejak pemilu 1999, partai besukan Amien Rais ini tetap mendapat perolehan suara yang signifikan. Magnet politik Amien Rais mendapat kepercayaan politik dari basis massa kader dan simpatisan Muhammadiyah. Meski PAN bukan Muhammadiyah atau Muhammadiyah bukan PAN, tetapi embrio kelahiran partai ini tidak terpisahkan dari Muhammadiyah. Kader dan simpatisan Muhammadiyah tetap mempercayakan pilihan politiknya kepada partai politik bentukan Amien Rais.
Lantas apa fakta politik peran kader dan simpatisan Muhammadiyah ikut membesarkan PAN dari pemilu ke pemilu. Kita dapat menyaksikan hasil setiap pemilu, perolehan suara PAN tetap bertengger papan tengah. PAN tidak habis begitu saja, tetapi tetap saja simpatisan dan kader Muhammadiyah mayoritas menjatuhkan pilihannya kepada PAN. Pemilu 1999, merupakan pemilu pertama di era reformasi, nama Amien Rais melambung dan ia merupakan tokoh kunci partai politik ini. Jumlah partai politik peserta pemilu 1999 mencapai 48 partai. PAN sukses menjadi partai yang masuk ke senayan. Partai ini sukses menempatkan kadernya di DPR RI, begitu juga pemilu 2004, pemilu 2009, pemilu 2014 dan terakhir pemilu 2019. Yang menarik, PAN pada pemilu 2019 ini sukses memperoleh 9.572.623 suara atau meraih 8,84%. Pemilu ini merupakan capaian perolehan suara terbanyak sepanjang sejarah pemilu Indonesiaa setelah reformasi. Tetapi sayang, meski jumlah perolehan suaranya jauh lebih banyak dari pemilu sebelumnya, PAN hanya mampu menempatkan kader terbaiknya di senayan 44 orang. Jumlah kursi ini memang tidak menggembirakan, tetapi perolehan suara PAN sudah jauh lebih memadai. Apa yang diuraikan di atas, ternyata magnet Amien Rais masih kuat ikut mewarnai besarnya PAN pada setiap pemilu. Amien Rais dan pengikutnya warga Muhammadiyah, banyak mempengaruhi suara PAN. Calon legislatifnya juga sebagian besar berlatarbelakang embel-embel warga Muhammadiyah. Pertanyaannya sekarang, bagaimana nasib PAN pada pemilu 2024 setelah ditinggal pendirinya Amien Rais? Menjawab pertanyaan itu, terntu tidak segampang membalik telapak tangan, butuh analisis komunikasi politik yang logik untuk mendalami mengapa Amien Rais keluar (out) dari PAN dan merencanakan membentuk partai politik baru.
Gelombang Badai
Sinyal politik Amien Rais out dari PAN mulai nampak jelas. Pertama, pasca Kongres PAN di Kendari awal Pebruari 2020 lalu, jagoan Amien Rais untuk memimpin PAN adalah Mulfachri Harahap. Tetapi kiblat politik tidak berpihak baik kepada Amien Rais. Jagoan Amien Raos kalah sementara incumbent Zulkifli Hasan kembali memimpin PAN 2020-2025 akan datang. Kekalahan Amien Rais itu tidak serta merta begitu saja, ia dikeroyok habis oleh tiga ketua umum DPP PAN di masing-masing periodenya, Soetrisno Bachir, Hatta Rajasa dan Zulkifli Hasan.
Kekalahan tragis Amien Rais inilah memutar balikkan politik PAN semakin tajam pasca Kongres PAN di Kendari. Kekalahan Amien Rais mengubah peta politik partai itu, Amien tidak lagi mengaktifkan diri di PAN. Ketika jabatannya disodorkan Zulkifli Hasan sebagai Ketua Dewan Kehormatan PAN, ia tidak menggubrisnya. Bahkan anak kandungnya sendiri Hanafi Rais yang sedang menjabat Ketua Fraksi PAN DPR RI mengundurkan diri dari jabatan dan anggota DPR RI. Fakta politik ini hemat penulis menjadi ancaman serius bagi PAN, terutama dalam mempersiapkan Pemili 2024 akan datang.
Kedua, riak-riak politik Amien Rais dan pendukungnya membentuk partai politik baru pecahan dari PAN, justru patut menjadi perhatian serius bagi elite PAN di tingkat pusat. Memang harus diakui, membentuk partai politik dan ikut memenangkannya pada perhelatan pemilu tidak semudah membalik telapan tangan. Butuh keseriusan modal kapital yang luar biasa. Dan sudah tentu butuh modal sosial dari figur-figur caleg yang dicalonkan khususnya di tingkat DPR. Karena upaya demikianlah, partai ini menjadi eksis dan tampil sebagai pemenang.
Jika partai politik bentukan Amien Rais terbentuk, dapat dipastikan akan menjadi batu sandungan politik PAN untuk tetap bertahan pada Pemilu 2024. Setidaknya suara PAN akan terbelah, begitu juga pengikut PAN seperti warga Muhammadiyah juga bakal terbelah. Polarisasi politik dalam merekrut suara internal Muhammadiyah ini akan semakin tajam. Memang ini belum terjadi, tapi akan ini terus berproses setelah Amien Rais membuktikan dirinya membentuk partai politik. Begitu Amien membentuk partai, di situ pulalah PAN sedang berada di tengah gelombang badai.
Akhirnya, dalam tulisan sederhana ini, penulis menyarankan harus ada ishlah nasional bagi elite PAN. Jika partai yang lahir dari embrio reformasi ini ingin besar kembali, upaya ishlah merupakan hal yang mutlak dilakukan. Amien Rais dan Zulkifli Hasan melakukan konsensus politik yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Momentumnya hemat saya adalah HUT ke-22 PAN ini. Momentum ini merupakan peluang besar untuk sama-sama membesarkan PAN menghadapi Pemilu 2024.
====
Penulis adalah Dosen S2 Komunikasi Penyiaran Islan FDK UINSU dan penulis buku Pencitraan Politik PAN Tahun 2016.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]