Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Akhir-akhir ini kita melihat gejolak sosial di tengah masyarakat terkait dengan keputusan pengesahan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law Ciptaker) menjadi UU Cipta Kerja. Gejolak sosial ini berupa penolakan masyarakat terhadap keputusan tersebut. Penolakan ini bisa menyebabkan potensi konflik yang berkepanjangan antara pemerintah dan kelompok masyarakat. Sebagaimana kita ketahui, masyarakat menilai kebijakan tersebut cacat prosedur dan akan merugikan masyarakat luas apabila diundangkan.
Penolakan yang terjadi itupun mendapat respon dari pemerintah. Respon pemerintah dalam menghadapi penolakan ini saya sebut sebagai upaya depolitisasi gerakan sosial, karena berusaha untuk menggiring opini publik bahwa demonstrasi adalah kriminal. Berikut pendapat saya soal depolitisasi, yaitu: 1) Menuduh masyarakat menyebarkan dan terpapar hoaks. Menuduh mereka menyebarkan dan terpapar hoaks merupakan upaya pembunuhan karakter dan mendiskreditkan gerakan sosial oleh pemerintah. Dengan begitu akan berujung pada tergerusnya kepercayaan masyarakat awam pada wacana yang disampaikan oleh pelaku gerakan. 2) Penangkapan, penangkapan terhadap pelaku gerakan yang demo adalah upaya untuk menghentikan kritik yang berakibat pada pembungkaman. Mereka justru di suruh untuk melakukan judisial review ke MK. Padahal kita ketahui demonstrasi dan judisial review sama-sama posisinya dimata hukum. Keduanya adalah cara atau metode untuk merespon kebijakan. Tidak ada yang lebih buruk diantara keduanya.
3) Provokasi massa aksi. Upaya ini dilakukan untuk menciptakan situasi chaotik yang berujung pada buruknya citra gerakan di mata publik. Provoksi ini tidak tanpa bukti, misalnya adanya pelemparan batu dari atas gedung DPRD Medan kepada kelompok pendemo pada 08 Oktober 2020 (medanheadlines.news). Artinya ada upaya untuk memprovokasi dan menghentikan gerakan yang mengkampanyekan penolakan terhadap omnibus law tersebut. 4) Penggiringan opini, upaya terus-menerus untuk menekan opini rakyat untuk sama dengan opini pemerintah bahwa demonstrasi itu tidak penting. Aksi-aksi tersebut juga justru dipelintir di media sosial soal pengrusakan yang merugikan kepentingan publik, sehingga pada akhirnya kritik kehilangan substansinya dimata rakyat. Hal ini kemudian membuat isu penolakan UU cipta kerja berubah menjadi isu vandalisme, kerusuhan dan penangkapan masyarakat yang diduga provokator.
Keempat hal ini menjadi alasan yang memunculkan kemarahan. Di saat gerakan sosial dirancang sebagai alat untuk mengkampayekan permasalahan kebijakan justru direspon dengan arogansi. Aksi dirancang untuk damai dengan harapan pemerintah segera mencabut undang-undang itu tak ditanggapi dengan kepala dingin. Padahal gerakan sosial memiliki peran penting sebagai kelas yang sadar akan situasi yang dihadapi oleh bangsanya. Ditambah lagi merekalah yang memiliki waktu luang memikirkan soal dampak kebijakan yang tidak adil dimasyarakat.
Menurut opini saya di era demokrasi undang-undang omnibus law ini adalah embrio terhadap lahirnya tirani. Salah satunya adalah soal mempermudah investasi. Apabila hal ini terjadi maka potensi yang akan muncul segera adalah perebutan ruang hidup. Jika investasi dipermudah maka akan ada pertarungan perebutan ruang hidup antara masyarakat dan pemerintah dengan kepentingan investasinya. Dalam perebutan ruang hidup antar kedua belah pihak selalu dimenangkan oleh mereka yang memiliki akses lebih pada kekuasaan.
Peran gerakan sosial
Melihat situasi pertarungan perebutan ruang hidup maka kehadiran gerakan sosial sangat diperlukan sebagai penyeimbang. Sebab kita tahu gerakan sosial selalu menjadi faktor penting dan salah satu kekuatan perubah terbesar dalam Masyarakat. Sejarah mencatat peran dari gerakan Sosial cukup signifikan dalam perubahan yang terjadi di masyarakat. Seperti kasus tumbangnya orde baru pada tahun 1998 yang dipimpin oleh Soeharto yang membuka pintu gerbang reformasi di Indonesia. Terjadinya gerakan sosial diakibatkan oleh keresahan masyarakat akan kondisi yang tidak sesuai dengan harapan, itu artinya gerakan muncul sebagai respon akan kondisi yang terjadi. Kesempatan dan waktu luang yang di miliki menjadi dasar kesadaran mereka untuk mendorong keadaan menjadi lebih baik.
Aktor-aktor gerakan sosial datang dari beragam latar belakang, antara lain, kaum miskin kota, partai politik, pers, akademisi, dan yang paling populer tentu gerakan mahasiswa. Dalam upaya melakukan perubahan, aktor-aktor gerakan melakukan beragam cara untuk mendorong perubahan sosial. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan ekstra parlemen atau demonstrasi. Demonstrasi menjadi salah satu tenaga pendorong perubahan sosial yang paling sering dilakukan. Hal ini menjadi salah satu strategi untuk menekan kebijakan dan juga untuk melakukan kampanye publik untuk menyampaikan isu tertentu kepada masyarakat.
Artinya dalam kehidupan demokrasi warga negara berhak menyampaikan aspirasi melalui demonstrasi tanpa adanya diskriminasi dan kekerasan. Namun melihat situasi yang telah saya tuliskan di awal tadi terlihat jelas sebenarnya bahwa pelaku gerakan sedang dikerangkeng oleh asumsi pemerintah untuk tidak mengambil sikap dalam situasi politis. Ini adalah proses depolitisasi terhadap gerakan seakan-akan mereka tidak berhak menyampaikan pendapat. Itu mengisyaratkan seakan-akan yang berhak mengambil keputusan dan berpendapat soal kemana arah bangsa ini dibawa hanyalah legislatif dan eksekitif semata. Sekali lagi saya sampaikan hal ini sangat berbahaya jika tidak direspon oleh gerakan sosial sebagai penyeimbang pemerintah.
====
Mahasiswa Jurusan Sosiologi, FISIP, Universitas Sumatera Utara
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]