Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Keberuntungan Bangsa Melayu di nusantara dibandingkan dengan bangsa yang lain karena wangsa Melayu memiliki teks-teks lama yang menjadi sumber konsep pembinaan bahasa dan sastra. Di dalamnya tertanam pelbagai hal yang berkaitan dengan konsep cara berpikir, beragama, berdakwah, berbahasa, berestetika, serta berpandangan terhadap pembelajaran dan penanaman spritualitas yang berhubungan dengan bangsa dan budaya lain.
Mencari konsep bahasa dan sastra Melayu dalam peradaban masa lalu dan kini bukanlah hal yang mudah. Karena bahasa Melayu pada umumnya berpijak di Timur dan bergaul dengan bangsa asing, baik barat maupun timur, sehingga akibat dari pertemuan tersebut terjadilah proses budaya yang integratif- proses mengambil dan memberi antara unsur-unsur budaya nusantara di masa lampau dengan budaya di benua Asia dan Timur Tengah serta Eropa dan Cina, terutama di bandar Barus, Pulau Sumatra.
Penulis mencoba untuk memahami dan menempatkan pujangga terbesar nusantara, yaitu Syekh Hamzah Fansuri sebagai pemekar bahasa Melayu dan cikal bakal bahasa Indonesia.
Barus Bandar Melayu
Pada abad ke-9 sampai akhir abad ke-11, kota Barus (Sumatra Utara) termasyhur sebagai bandar intemasional ketika sejumlah bangsa (India Selatan dan Timur Tengah) berlalu lintas dan bertemu di pantai Barus untuk mencari kapur barus (kamper). Berbagai ideologi dan agama berpapasan di Barus sehingga kota pelabuhan iui menjadi titik pertemuan luar biasa (Buillot & Kallus,2007). Konon, disanalah Hamzah Fansuri tinggal menetap dan belajar bidang agama khususnya tasawuf dari para syekh sufi Islam yang datang menyiarkan agama Islam.
Dalam memahami dan menikmati warisan tekstual Pujangga Hamzah Fansuri tidaklah mudah. Oleh karena syair-syainya penuh dengan kata-kata hikmat yang dibalut semiotika dan simbol dan metafora kesufian. Ada beberapa tahap untuk memahami dan menikmati karya puisi Syekh Barus ini.
Strategi pertama adalah merekonstruksi ulang semua teks yang dinisbahkan kepada Hamzah Fansuri dengan tujuan untuk mendapatkan representasi karya-karyanya secara akurat. Setelah itu membuka akses kepada pembaca umum untuk mencicipi karya-karyanya yang terhimpun antara lain dalam Syair Perahu yang monumental itu.
Strategi kedua, memanfaatkan dokumen sezaman untuk mendapat gambaran mengenai kehidupan Hamzah Fansuri..
Strategi yang dilakukan mengkaji sudut pandang masyarakat terhadap karya Hamzah Fansuri. Kajian sosiologi dan antropologi bisa mengarah ke sana. Selain itu tentu tersedia berbagai strategi lain yang pada intinya berupaya untuk menyingkap kelambu kesufian yang dibentangkan pujangga Hamzah Fansuri.
Analisis Puisi Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri menerapkan secara maksimal licensia poetica, kebebasan penyair untuk menyimpang dalam menggunakan bahasa. Dalam hubungan ini dialah penyair nusantara pertama yang secara berani mencantumkan nama dirinya di dalam puisinya.
Kedua, puisinya bukan sekadar ungkapan perasaan biasa untuk menyenangkan hati pembacanya agar terbebas dari duka lara, suatu anggapan yang umum berlaku dalam masyarakat Melayu ketika itu (Braginsky 1978).
Puisinya untuk mengungkapkan pengalaman di sekitar makrifat, kegairahan mistikal dan fana, yaitu hapusnya ego rendah dalam wujud yang hakiki, yang biasa disetarakan dengan unio mystica.
Kemudian, seiring penekanannya terhadap individualitas, maka tema pencarian diri mendapat perhatian utama pula. Tema ini dapat dirujuk pada sebuah Hadist Qudsi, "Barang siapa mengenai dirinya akan mengenai Tuhannya". Walaupun kesahihan hadis ini masih diperdebatkan, akan tetapi tetap relevan bila ditafsirkan secara benar dengan asas tauhid
Seseorang-yang mengenai hakikat dirinya pasti akan mengenai Tuhannya. Para sufi pada umumnya merujukkannya pada ayat Alquran 41 : 53, "Ayat-ayat-Nya terbentang di alam semesta dan diri manusia.
Dalam puisi-puisinya bukan hanya kata-kata Arab dan tamsil-tamsil konseptual sufi yang dijumpai dalam jumlah besar, tetapi juga penggalan ayat Alquran yang berperan sebagai cahaya pembimbing ilham penyair. Sekalipun demikian semua itu tidak membuat nilai dan ungkapan puitik karya-karyanya berkurang, malah membuatnya kian berwibawa dan berbobot.
Kemudian , tamsil-
tamsil sufistik atau citraan-citraan simbolik yang digunakan dalam syair-syaimya diambil dari kehidupan budaya masyarakatnya dan lingkungan alam nusantara. Ini menunjukan keakraban penyair
dengan lingkungannya dan masyarakatnya. Dengan cara demikian ia melakukan 'pribumisasi' pandangan hidup dan nilai-nilai Islam yang diasaskan para pemikir, tasawuf dan sekaligus universalisasi kebudayaan Melayu melalui saluran falsafah perennial Islam.
Semua inilah gambaran selintas wawasan sastra Hamzah Fansuri yang juga menggambarkan kecenderungan estetikanya. Beberapa aspek ciri ini pulalah yang hendak dibahas dalam tulisan ini. Sistem cita dalam syair-syair Hamzah Fansuri yang dikumpulkannya dari segenap dunia, dan membusanai diri dengan seluruh nama-Nya sendiri, dan mendudukkan diri di tempat-Nya sendiri (Fakhruddin 'Iraqi, 1982: 124; ).
Syair-syair simbolik Hamzah tidak dapat dipahami tanpa pengetahuan yang diperoleh sebelumnya dari buku ataupun dari guru. Itulah beda syair tersebut dari syair "dakwah" Hamzah.
Ada tiga "lambang besar": laut, kekasih, dan anggur, yang dalam aksentuasi makna dan nada tampil sebagai tiga semai yang memutikkan seluruh sistem citra dari puisi simbolik Hamzah, yang daripadanya tumbuh subur dan beraneka ragam. Tiga "lambang besar" itu bisa juga dibandingkan dengan tiga butir manik yang menjadi pusat tumbuhnya kristal dalam larutan, atau tiga pusat gravitasi yang menarik unsur-unsurnya yang lebih kecil. Di dalam syair-syair majemuk, setiap citra tersebut bukan hanya sistem citra dalam syair-syair Hamzah Fansuri (Brakel,1986: Hadi,2018).
Syairnya yang sepanjang 19 bait terdapat sebanyak 13 kutipan dari Alquran (PHF: 163), hadis, ucapan-ucapan para sahabat Nabi dan tokoh tasawuf yang berwibawa. Semua kutipan itu "dimasukkannya dengan mahir ke dalam teks.
Syair-syair "dakwah" Hamzah yang menyatakan pemikirannya secara langsung, biasanya merupakan ulangan dari rumusan karya prosanya. Namun terkadang syair-syaimya menambahi karya prosa itu dengan nuansa-nuansa baru, sepeti misalnya dalam syairnya tentang "uryan' atau ketelanjangan mistik, yaitu tentang "diri" seorang Sufi yang dibersihkan dari nafsu dan dari sifat mahluk pada umumnya melalui jalan menuntut ilmu:
Syair-syair simbolik Hamzah jauh berbeda dari syair-syair dakwahnya yang terus terang ini. Ungkapan-ungkapan dalam bahasa metafisika dan ilmu Ilahi hampir tidak terdapat di dalamnya. Kutipan dan resensi dari Alquran memang sedikit sekali. Terkadang kutipan itu pun tampil dalam versi Melayu, bukannya versi Arabi.
Penutup
Pujangga Hamzah Fansuri yang bertapak di Barus dan berpusara di Ma'la Madinah(Claude Guillot,2007), beliau juga mewariskan generasi ulama sufi lain di kawasan nusantara ini, seperti Syamsuddln Sumatrani, Bukhari Jauhari, Nuruddin Arraniri, Abdurrauf Singkel dan Hasan Fansuri .Beliau juga diriwayatkan memilik hubungan yang erat dengan sejumlah ulama Wali Songo yang betapak di pulau Jawa.
Hamzah Fansuri sebagai penyair sufi terbesar di kepulauan nusantara, adalah suatu kebenaran yang dibuktikan pada fakta-fakta sejarah.
Hamzah Fansuri, tidak ada bandingnya di zamannya. Bahkan sampai sekarang dia adalah pelopor sastra sufi sekaligus pemekar bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia di kepulauan nusantara.
.
====
Penulis Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana UMN Alwashliyah Medan. Sejumlah karyanya telah dibukukan dalam “Nyanyian Ayat Ombak”(puisi,1997), Manusia Bandar dalam Pergulatan Budaya(USU Press,2012) Menulis di berbagai surat kabar Medan dan Jakarta.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]