Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Dalam acara peresmian Kantor DPD PDI-Perjuangan di sejumlah daerah secara virtual, Megawati Soekarnoputri, selaku Ketua Umum PDI Perjuangan meminta presiden untuk tidak memanjakan generasi muda atau kaum milenial. Dia lantas mempertanyakan apa sumbangsih yang telah diberikan kaum muda milenial saat ini. "Anak muda kita aduh saya bilang sama presiden, jangan dimanja, dibilang generasi kita adalah generasi milenial, saya mau tanya hari ini, apa sumbangsihnya generasi milenial yang sudah tahu teknologi seperti kita bisa viral tanpa bertatap langsung, apa sumbangsih kalian untuk bangsa dan negara ini?" hari Rabu (28/10/2020).
Pernyataan itu sontak membuat semua pihak geger karenanya. Eksternal partai seperti parpol lain, politisi, pengamat, peneliti, pemerhati, serta pihak lainnnya merasa tergiur untuk menanggapi hal ini. Ada yang menanggapi tentang sumbangsih kaum milenial, ada juga yang berkaitan erat dengan pernyataan yang jangan memanjakan kaum milenial. Dalam tulisan ini hanya akan membahas tentang jangan memanjakan kaum milenial.
Siapapun pastinya sangat setuju untuk tidak memanjakan kaum milenial. Bahkan tidaklah baik untuk memanjakan sesuatu. Siapapun itu. Sebab, perlakuan pemanjaan ini akan mematikan kreativitas dan kemampuan individu untuk berkembang. Hal itu dikarenakan individu tersebut sudah terbiasa dimanja, ataupun difasilitasi, sehingga tidak perlu terlalu berat untuk berusaha. Semuanya sudah ada yang memfasilitasi. Itulah yang tidak diharapkan.
Sebagai orang tua, juga tidak baik untuk memanjakan anak sendiri. Pelakuan pemanjaan tidak membuat anak cepat tumbuh dan berkembang. Sebab, sangat anak sudah sangat terpatron di otaknya bahwa tidak perlu berusaha maksimal untuk mengatasi seluruh persoalan hidup. Sebab, sudah ada yang membantunya. Begitulah yang ada di pikiran anak-anak yang selalu dimanjakan. Tentunya, hal itu akan merugikan diri sendiri juga para orang tua yang selalu memanjakan anaknya. Karena itulah bentuk pemanjaan terhadap anak, tidak dibenarkan dalam hal pematangan aspek fisik dan psikis anak.
Inilah yang dipahami bersama. Sehingga kita sangat sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Megawati. Tidak boleh ada bentuk pemanjaan. Sampai di sini, kita semuanya sepakat. Biarkan semuanya berkembang sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Itulah hasil akhir yang diharapkan atas proses dengan tidak memanjakan anak.
Siapa yang Dimaksud?
Menyimak apa yang disampaikan tersebut, maka publik menjadi geger. Publik menanggapi beragam. Siapa pula yang dimaksud dengan pernyatan; jangan dimanjakannya kaum milenial tersebut. Banyaklah opini liar yang berkembang atas statemen tersebut. Sepanjang dalam kajian politik, maka hal itu bisa membias liar ke segala arah.
Setidaknya hal pertama, karena hal ini dimintakan Megawati kepada Joko Widodo selaku presiden, maka yang mungkin menjadi sasaran tembaknya adalah para staf khusus presiden yang tergolong milenial. Bukankah presiden juga pernah membanggakan 7 dari 13 staf khususnya adalah kaum milenial. Ketujuhnya sampai saat ini belum menunjukkan hasil kerja yang nyata. Tidak ada kinerja yang ditunjukkan sampai saat ini. Itulah penilaian publik. Apalah yang dikerjakan oleh ketujuh kaum milenial tersebut? Tidak terasa ada, jika dibandingkan dengan gajinya yang “cuma” Rp 51 juta per bulan, plus tambahan tunjangan dan lainnya.
Kaum milenial yang dimaksud itu sungguhlah tidak menunjukkan kinerja yang maksimal atas salary (baca: gaji) yang sungguh membuat publik geleng kepala. Bagaikan langit dan bumi jika dibandingkan dengan upah mpinimum provinsi/kabupaten/kota. Protes atas nihil kinerja itulah yang membuat publik juga sampai sekarang masih mengejar apa yang pernah diucapkan presiden bahwa kaum milenial tersebut akan membantu presiden dalam bidang tugasnya masing-masing. Sampai kini, kaum milenial yang menjadi staf khusus itu masih sekadar pajangan.
Hal yang disampaikan Megawati itu juga berkaitan dengan pilkada serentak ini. Berkaitan dengan Joko Widodo, sebagai pribadi. Anak (dalam Pilkada Solo) dan menantunya (dalam Pilkada Medan) yang akan bertarung itu tampaknya adalah kaum yang dimanjakan. Betapa tidak? Dengan berbagai alasan yang dikemukakan bahwa calon unggulan, mempunyai kemampuan memimpin, handal, cekatan, elektabilitas yang tinggi, serta semua dalil pendukungan. Semuanya mengantarkan bahwa anak dan memantu Joko Widodo menjadi pesaing dalam pilkada. Atau inikah yang diserang oleh Megawati? Bahwa tidak boleh memanjakan anak dan menantu.
Jikapun itu yang dimaksud, sesungguhnya hanya akan menjadi bumerang bagi Megawati. Sebab, keduanya itu adalah hasil tanda tangan ketum PDI-Perjuangan. Inilah yang juga ramai dibincangkan. Sehingga bumerang itu kembali mengena pada Megawati sebagai orang yang menandatangani persetujuan anak dan menantu Joko Widodo maju ke dalam kancah pilkada serentak.
Apa yang Terjadi?
Realitas yang seperti itu terpapar di publik, seolah menyatakan dengan pasti adanya pertentangan antara Joko Widodo yang merupakan bagian dari PDI-Perjuangan, selain sebagai presiden. Pertentangan itu menjadi sangat sengit, seolah keduanya adalah dari gerbong yang berbeda.
Pembicaraan publik menjadi sangat liar. Semuanya menyampaikan gagasan yang menyatakan terjadi keretakan hubungan keduanya. Sangat hangat hal tersebut dibahas semua pihak. Bahkan media massa juga sangat intens ikut membuat suasana menjadi panas. Pembicaraan menjadi liar, sehingga ada yang meyakinkan bahwa telah ada ketidakharmonisan tersebut. Itulah yang saat ini beredar. Saat ini digoreng sebagai sebuah isu politk.
Publik juga tidak akan mempercayai hal tersebut. Sebab, selama ini tidak ada riak-riak perpecahan antara PDI-Perjuangan inklud Megawati dengan Joko Widodo. Yang tampak hanya hubungan itu sangat mesra. Sangat mustahil adanya perpecahan pada keduanya. Masyarakat dengan yakin, seyakin-yakinnya bahwa hubungan itu adem dan harmonis.
Akhirnya, kita memang harus sepakat bahwa jangan ada pemanjaan terhadap siapapun. Terlebih dalam hal politik, yang membuat kader tersebut tidak matang dalam berorganisasi. Kader karbitan, kata orang. Tentu tidak enak didengar. Kita harus setuju dengan apa yang disampaikan Megawati kepada presiden, jangan memanjakan kaum milenial, ataupun yang lainnya. Biarkanlah berjalan secara alami dan akan terjadi kematangan diri bagi individu yang bersangkutan.
===
Penulis adalah Sekretaris pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara ([email protected])
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]