Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Bukan main Jokowi, pecahkan rekor. Anak dan mantu "mengekor". Gibran dan Bobby mendulang banyak suara saat pilkada di Kota Solo dan Medan. Torehan edan, bukan berarti bakal tanpa tantangan. Melihat masa periode tidak seperti biasa, kurang dari 5 tahun, nampaknya menjadi kesulitan tersendiri dalam menepati janji, apalagi Gibran dan Bobby tidak pernah bergelut di birokrasi.
Jokowi saja dalam sebuah kesempatan tegas berkata,"Memimpin butuh pengalaman". Mengurus pemerintahan jauh berbeda dengan mengurus perusahaan. Malang melintang memimpin perusahaan secara gemilang, bukan jaminan baik memimpin di pemerintahan. Di Kota Solo, mengawali rekam jejak kepala daerah, setidaknya Jokowi perlu 1,5 sampai 2 tahun untuk belajar manajemen pemerintahan.
Hanya Mimpi dan Sulap
Para pemuda seperti Gibran dan Bobby pasti mengalami hal yang sama. Lihat contoh nyata membuktikan muda saja tidak cukup, geliat oknum staf khusus (stafsus) milenial. Lulusan luar negeri, berprestasi, begitu mengurusi negeri, bikin wawas diri. Soal naskah dinas saja bikin gaduh se-Indonesia. Bobby dan Gibran tidak perlu menunggu "tertimpa tangga" baru melakukan sesuatu. Yah itu, salah satu bukti perlu akselerasi dalam menepati janji.
Langkah Awal
Dalam upaya menepati janji, ada langkah awal akselerasi yang dapat dilakukan Gibran dan Bobby sebagai para kepala daerah terpilih non birokrat ini.
Pertama, revitalisasi. Fungsi aparat pengawas intern pemerintah (APIP) atau Inspektorat yang kadangkala kerap dianaktirikan di berbagai daerah, perlu diperkuat. Dalam struktur pemerintahan daerah, APIP memiliki tugas, wewenang dan peran strategis. Simpelnya disebut mata dan telinga kepala daerah. Jika APIP berdaya maka kepala daerah tak perlu memiliki "pembisik" yang direkrut demi mencapai suksesi. Di internal organisasi, tak perlu bingung ikut kata siapa lagi, menghadapi hiruk pikuk pemerintahan ini cukup minta APIP beri rekomendasi.
Sayangnya, kelemahan langkah pertama ini adalah kompetensi. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah blak-blakan soal ini. Katanya, dulu Inspektorat kerap jadi tempat buangan para pejabat yang mendadak dibuat "pengangguran". Tentu yang lalu masih menyisakan residu. Cara mengatasi dengan seleksi, mutasi dan peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan (diklat).
Kedua, supervisi. Berdasarkan ketentuan yang mengatur pembinaan dan pengawasan (binwas) penyelenggaraan pemerintahan daerah, binwas kepala daerah dibantu APIP daerah alias Inspektorat. Bentuk bantuan pengawasan APIP berupa supervisi rencana suksesi melalui audit, reviu, pemantauan dan evaluasi. Sedangkan pembinaan APIP berupa pelatihan (training role), fasilitasi (facilitative role), dan pemberi saran (consulting role).
Apa maunya Gibran dan Bobby, apakah teralisasi, ya dilihat dari supervisi ini. Wanti-wanti, jangan-jangan laporan bawahan hanya ABS (Asal Bapak Senang). Kerahkan APIP yang perlu memastikan laporan bawahan sesuai keadaan atau segalanya berjalan aman. Beri porsi APIP dalam mengawal visi, misi dan penjabaran mulai dari tahapan perencanaan sampai dengan pelaporan.
Ketiga, digitalisasi. Gibran dan Bobby adalah anak muda. Masa hari gini mensupervisi rencana suksesi dengan metode konvensional. Tidak masuk akal. Kompleksitas kegiatan kepala daerah dan agenda kegiatan lain yang harus dipenuhi, seharusnya sebanyak apa pun hari kerja setahun tak akan mencukupi. Cara mengatasi ya digitalisasi.
Dalam pemerintahan yang terus didorong berbasis elektronik, yang dipimpin anak muda, supervisi atas rencana suksesi seharusnya dapat dilihat di layar kerja atau genggaman. Setiap progres dapat diketahui real time dan diakses kepala daerah setiap waktu. Berapa persentase progres pembangunan proyek, pencapaian target Pendapatan Asli Daerah (PAD), realisasi belanja, tak perlu banyak tanya kesana kesitu. Clingak clinguk, bahkan membatu karena tidak tahu. Kepala daerah dan jajaran, kapan mau bisa mudah menjawab itu dalam sekejap waktu setelah digitalisasi membantu di segala lini.
Akhirnya, akselerasi dalam langkah awal ini omong kosong belaka apabila komitmennya tiada. Komitmen adalah garda yang selalu dijaga konsistensinya dari intervensi balas budi atau kepentingan pribadi. Toh, pilkada sudah usai, balas budi? Ah, sudahlah. Kini cukup menebar budi baik.
Gibran dan Bobby harapan bersama, harapan banyak orang untuk menepati janji. Periode yang singkat ini perlu akselerasi. Jawab keraguan sebagian orang, bahwa janji bukan ditinggal janji. Unjuk gigi, berdaya dan berjasa, buat kami bahagia dan sejahtera selagi Presiden Jokowi. Bukan nepotisme, bukan kolusi. Masa sih, Jokowi, anak dan mantu tidak boleh berkolaborasi. Kami menanti!
====
Penulis Warga Kota Medan
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]