Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
DESA memegang peranan penting dalam menciptakan iklim pemerintahan yang efektif dan demokratis. Selain merupakan wilayah terdalam di republik ini, sehingga pemerintahannya mudah disorot dan dijadikan model, juga karena desa adalah lumbungnya Indonesia. Secara implisit mengartikan bahwa desa dengan segala kearifan, lokalitas dan potensi sumber daya alamnya membuat berada pada posisi penting untuk menunjang kinerja pemerintahan di tingkat yang lebih tinggi. UU No 6 tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain faktor melimpahnya sumber daya alam dan kekayaan pangan melalui iklim yang baik di desa, desa juga hadir dengan berbagai potensi potensi alam yang cenderung tercipta dari proses alami yang pada giliran nya akan menjadi ikon dan daya tarik tersendiri yang hanya bisa di dapat di daerah pedesaan. Potensi sumber daya itu yang kemudian jika di tangkap dengan baik dan dikelola secara maksimal oleh masyarakat dan pihak yang berkepentingan, akan menjadi sebuah langkah awal yang pada akhir nya akan menciptakan desa yang sejahtera.
Demokratisasi Desa
Terkait pembangunan Desa, selain aspek pengembangan potensi potensi desa, sumber daya alam, dan kearifan lokalitas nya yang bisa menjadi modal utama, aspek lain yang jauh lebih penting adalah bagaimana menjadikan desa sebagai role model demokrasi di tingkat regional bahkan di tingkat nasional. Ini menjadi penting karena gerakan demokratisasi desa yang secara konsisten di habituasi, memungkinkan desa melahirkan pemuda/I atau masyarakat sipil desa yang inklusif dan visioner sebagai output dari pelaksanaan demokrasi yang baik di desa. Jadi saat SDA yang unggul dipadukan dengan kualitas SDM yang unggul pula, saat itu pula desa mampu keluar dari stigma kebanyakan orang tentang desa. Bahkan akan menjadi alasan bagi banyak orang muda untuk kembali ke desa dan membangun Negara ini dari desa.
Dalam hal demokratisasi desa, ada beberapa hal yang perlu kita pahami sebagai latar belakang yang membenarkan pandangan ini. Pertama, banyaknya desa desa di Indonesia yang usianya jauh lebih tua dari usia Indonesia menandakan bahwa hubungan sosial yang terjadi di lingkungan desa telah sangat lama terbentuk. Secara umum, perasaan kebangsaan di tingkat negara terbentuk secara imajiner, tapi perasaan sebagai sesama orang sedesa, tumbuh secara empiris dan personal, yaitu hasil dari pergaulan sehari-hari termasuk dari hubungan kekerabatan.
Hubungan-hubungan tersebut seringkali membentuk pola sikap dan tata cara ber sosial di tengah masyarakat desa. Kedua, hubungan desa dengan ruang juga berlangsung dengan intensitas yang sangat tinggi. Bagi desa, tanah dan ruang yang mereka tinggali bukan semata-mata ruang mati yang dapat ditinggalkan sewaktu-waktu atau diuangkan dengan sesuka hati. Ruang dan wilayah bagi desa sama pentingnya dengan kehidupan itu sendiri. Keterikatan pada ruang tersebut bukan semata-mata bersifat ekonomis, namun memberlakukan ruang sebagai sesuatu yang bernyawa dan hidup. Dari pola keterikatan semacam itulah muncul kearifan lokal yang teraktualisasi dalam bentuk bentuk tindakan ramah lingkungan oleh masyarakat desa terhadap lingkungan nya, yang juga berpengaruh pada bagaimana mayarakat desa memperlakukan masyarakat desa yang lain sebagai sebuah entitas yang lebih di hormati.
Kehidupan desa adalah kehidupan sekumpulan manusia yang memiliki pengalaman bersama, sekaligus digerakkan oleh tradisi yang terbentuk dalam lintasan sejarah, adat istiadat, dan lokalitas yang pada akhir nya tidak akan tergerus oleh hal hal apapun yang mampu menghancurkan konstruksi demokrasi di desa. Ini juga ter implikasi pada situasi dimana tidak akan ada lagi warga desa yang maju di pemilihan kepala desa hanya karena punya sumber daya modal, status sosial, dan dukungan politik dari pihak tertentu saja, tanpa punya kemampuan intelektual yang cukup untuk membangun sebuah desa.
Lee, Stewart, (2012) mengatakan bahwa komunikasi adalah prasayarat dasar sebuah demokrasi. Sejalan dengan UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dua hal ini menjadi syarat utama terciptanya pemerintahan yang demokratis. Di luar kemampuan kognitif masyarakat dalam mengelola potensi dan sumber daya Desa, Kemampuan berkomunikasi secara efektif, responsif terhadap isu dan permasalahan masyarakat desa, serta menjalankan pemerintahan yang transparan dan akuntabel sebagai perwujudan UU Keterbukaan Informasi Publik adalah nilai yang harus dikandung oleh siapapun yang bertanggung jawab untuk maju dan memimpin desa menjadi pemerintahan yang demokratis.
Jika pengelolaan dan pemerintahan yang demokratis sudah mampu kita mulai dari desa sebagai segmen terdalam, maka warisan emansipatoris bernama Indonesia ini, mampu kita topang dan kita rawat.
====
Penulis Anggota GMKI Cabang Medan/Mahasiswa FEB USU.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel/surat pembaca) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter (surat pembaca maksimal 2.000 karakter). Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel/surat pembaca dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel/surat pembaca sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan/surat pembaca Anda ke: [email protected]