Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MENJADIKAN Pancasila sebagai hafalan dalam bentuk pengetahuan formal saja tidak lah cukup. Perlu tataran implementatif melalui perubahan perilaku tentang berpancasila. Meminjam istilah pakar Pancasila, Yudi Latief, Pancasila jangan hanya dijadikan sebagai logos, tetapi harus menjadi etos dalam keseharian. Desain kurikulum kita yang menjadikan pendidikan Pancasila di semua level satuan pendidikan, terlepas termuat dalam pendidikan kewarganegaraan yang menjadi perdebatan belakangan ini masih belum efektif. Bahkan kebosanan belajar dengan model begitu-begitu saja mendapat kritik tajam dari siswa.
Saat guru atau dosen memberikan pelajaran dengan bahasan materi Pancasila menyangkut cara bernegara yang baik, keadilan sosial ada saja pertanyaan siswa yang bernada protes karena apa yang dipahami dengan yang dilihat di lapangan sangat berbeda. Tentu ini harus jadi pengalaman yang maha berharga bagi kita semua bahwa Pancasila harus benar-benar kita implementasikan dalam perilaku hidup keseharian dan bukan hanya sebagai pengetahuan formal tanpa amalan yang baik dan benar.
Setiap tanggal 1 Juni selalu kita peringati hari lahirnya Pancasila sebagai ideologi sah negara kita. Bagaimana melahirkan Pancasila dalam perilaku masyarakat, elite politik, dan segenap komponen masyarakat tentu masih menjadi pertanyaan besar sampai saat ini. Mengapa tidak, perilaku masyarakat, perilaku pejabat, perilaku DPR dan DPRD, perilaku aparat penegak hukum makin jauh dari Pancasila. Maka salah satu cara menanamkan Pancasila dalam jiwa masyarakat adalah melalui pendidikan bawah sampai pendidikan tinggi. Inipun masih belum efektif.
Kembali kepada topik pembelajaran formal di institusi pendidikan, kawan saya pernah bercerita bagaimana seorang siswanya bertanya kepadanya, pak katanya fakir miskin dan anak terlantar dilindungi dan dipelihara oleh negara (pasal 34 UUD 1945), kenapa Pak di setiap perempatan lampu merah banyak sekali pengemis, anak-anak terlantar, orang cacat, dan kaum duafa lainnya yang hidup terlunta-lunta? Seandainya saudara/I dihadapkan pada pertanyaan seperti itu, apakah yang bisa saudara/I jawab kepada siswa tersebut yang sudah belajar memahami realitas masyarakat, yang mana apa yang dipelajari dalam konsep mata pelajaran kewarganegaraan sangat bertolak belakang dengan realitas hidup masyarakat kita sekarang ini?
Bahkan secara ekstrem siswa di kelas SMU sudah berani mengatakan kepanjangan KUHP (Kasih uang habis perkara). Paradigma berpikir seperti ini saatnya dihilangkan dan jangan dibiarkan terus berkembang karena ini sangat membahayakan mental generasi muda kita. Apa upaya yang harus kita lakukan menangkal hal –hal seperti ini agar kelak generasi muda kita adalah generasi yang berkarakter Pancasila dalam perilakunya sehari-hari? Dalam teori dan ilmu mendidik yang paling bagus adalah dengan memberikan contoh dan nilai keteladanan. Ketika kita mengucapkan sesuatu kepada anak dalam bentuk nasehat da himbauan, maka kitalah duluan yang mempraktikkan nasehat dan himbauan itu. Dengan demikian, si anak misalnya akan melihat bahwa apa yang diucapkan dan dilakukan sama, dan inilah konsep integritas.
BACA JUGA: Kebangkitan Nasional di Tengah Pandemi Covid-19
Kembali kepada tantangan dalam membumikan Pancasila dengan baik dan benar yang tentu dimulai dari institusi pendidikan karena ini adalah tempat belajar formal, dan juga keluarga sebagai sosialisasi nilai dan norma yang pertama. Inilah tantangan terberat kepada generasi muda dalam pembentukan generasi muda yang berjiwa Pancasila. Maksud dan tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang dimulai dari SD, SMP, dan SMU, bahkan sampai perguruan tinggi supaya mereka mengamalkan ideologi negara dengan baik dalam setiap lakon kehidupan mereka.
Kita mengharapakn dari setiap era generasi adalah generasi yang memahami ideologi Pancasila dalam konteks kehidupan yang lebih nyata. Sila-sila Pancasila itu penuh dengan muatan bagaimana meningkatkan derajat kemanusiaan semua warga negara agar punya harkat dan martabat. Ternyata siswa-siswi sekarang sudah pintar dengan berani mengatakan antara yang mereka pelajari dengan realitas sangat bertolak belakang. Bagaimana pemerintah menyikapi ini?
Setidaknya pemerintah bisa belajar dari kasus ini. Sehebat apapun materi yang diberikan dalam mata pelajaran pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan (civic education) kalau memang pemerintah mendukung dalam tindakan maka pendidikan pancasila dan kewarganegaraan itu hanya akan terlewatkan begitu saja. Bahkan hanya sebagai pendukung pembelajaran tanpa pernah berhasil. Bagaimana mengukur nasionalisme siswa jika siswa saja sudah berani mengatakan demikian. Memang realitas yang mereka hadapi dengan yang mereka pelajari di kelas sangat jauh bertolak belakang.
Agar pengamalan Pancasila bisa membumi dan mengakar dengan menjawab substansi yang ada maka saatnya semua lingkungan, komunitas, lembaga sosial, lembaga agama menunjukkan nilai keteladanan dengan baik dan benar. Hal –hal kecil bisa saja dilakukan mulai dari lingkungan keluarga. Ketika kita mengatakan pada anak jangan membuang sampah sembarangan maka kita harus menyediakan tempat sampah dan membuang sampah pada tempatnya agar ini bisa ditiru oleh si anak.
Ketika kita ingin menanamkan nilai taat lalu lintas atau budaya tertib berlalu lintas kepada si anak, maka kita saat membawa anak harus memberikan contoh dengan duluan taan berlalu lintas. Banyak kita jumpai orang tua ketika menghantar anaknya kesekolah mempertontonkan perbuatan yang tidak patut, menerobos lampu merah dengan alasan waktu. Ini adalah sesuatu yang tidak baik buat mental si anak kedepan karena alam bawah sadarnya akan merekam perbuatan itu sesuatu yang patut dan bisa dilakukan.
Penutup
Apapun profesi dan jabatan kita, lakukanlah dengan baik dan sesuai dengan aturan. Bekerja dengan hati, menyapa sesama dengan baik, menghormati hak orang lain, toleran pada tetangga adalah hal sederhana yang sangat berarti dalam memberikan keteladanan kepada generasi berikutnya. Mari mengamalkan Pancasila dengan perilaku yang baik dan benar sehingga memberikan keteladanan kepada siapa saja. Jangan lagi Pancasila itu hanya dipidatokan berapi api tetapi tanpa ada implementasi dalam perilaku. Kesimpulannya, implementasi Pancasila dengan memberikan keteladanan dalam perilaku dan karakter yang baik dan benar adalah solusi membangun adab bangsa ini. Selamat merayakan hari Pancasila sebagai ideologi negara yang sangat luhur bagi bangsa ini.
====
Penulis Sekreatris DPD PIKI Sumatera Utara dan Mantan Korwil I GMKI/Saat Ini anggota Pengurus Yayasan Divisi Aset Universitas HKBP Nommensen Medan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel/surat pembaca) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter (surat pembaca maksimal 2.000 karakter). Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel/surat pembaca dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel/surat pembaca sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan/surat pembaca Anda ke: [email protected]