Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PADA hari Minggu, 20 Maret 2022, publik dihebohkan oleh kehadiran Rara Istiati Wulandari atau akrab disapa Mbak Rara. Ia dicap sebagai pawang hujan yang mampu mengendalikan cuaca. Kemunculannya melakukan ritual di tengah hujan saat pertandingan mengundang atensi publik, hingga akun resmi Official Instagram MotoGp mencuit video aksi tersebut dengan caption “THANK YOU for stopping the rain”.
Entah karena Mbak Rara entah tidak, hujan memang berhenti beberapa saat setelah ia bekerja. Segera saja, hal ini menuai kritikan dari netizen, sebagian beranggapan hal ini merupakan tradisi kuno yang dianggap mitos dan tidak ada kaitannya dengan ilmu Sains.
“Masa kecanggihan Teknologi dan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bisa kalah dengan seorang pawang hujan?’’. Kira-kira salah satu komentar warga net di kolom media sosial Tik-tok.
Membaca cuitan tersebut, muncul pertanyaan skeptis, “Sebenarnya ada apa dengan Erick Thohir, Menteri BUMN yang merekomendasikan Mba Rara, apakah beliau percaya dengan mitos tersebut? Atau apakah netizen lebih pintar dari Erick Thohir?’’
Dari sini kemudian kita mencoba mengungkit kembali nama Erick Tohir ini. Erick Tohir tentunya sangat bertanggung jawab atas penyelenggaraan MotoGP di Mandalika itu. Sponsor utama adalah Pertamina, BUMN yang dikomandani oleh sang Menteri BUMN itu. Maka segala sesuatu yang berada di luar apalagi dalam lapangan tentu sepengetahuan Erick Tohir. Maka keberadaan Mbak Rara pastilah atas “restu” Erick Tohir.
Erick Tohir memang pernah menyajikan sebuah maha-karya yang spektakuler dan unik untuk mempromosikan Indonesia di kancah dunia internasional. Sedikit melihat ke belakang, konsep opening ceremony Asian Games 2018 yang dipimpin oleh Erick Thohir menuai atensi publik atas aksi Presiden Joko Widodo yang kala itu menunggangi motor guna menghindari macet untuk menghadiri rapat kenegaraan dan bertemu bocah SD yang masih berseragam. Cuitan ini ramai meski menuai kontroversi dari berbagai pihak.
Sama halnya dengan aksi Mba Rara sebagai pawang hujan di arena MotoGP, Mandalika. Terdapat kejanggalan mengenai eksistensi beliau selama pertandingan, terutama alasan di baliknya. Dalam kemajuan sains dan teknologi modifikasi cuaca, tidak ada kaitan sosok pawang hujan dengan keberadaan cuaca dan alam.
Bahkan kalau pun diperlukan,jika memang pawang hujan mampu mengendalikan cuaca, mengapa tidak melakukannya di balik layar? Mengapa harus ditampilkan di depan khalayak ramai yang disaksikan jutaan mata seakan-akan memang ditujukan sebagai media hiburan dan atraksi yang bahkan ditampilkan secara Live oleh salah satu stasiun TV di Indonesia.
Jelas saja hal ini mengundang pertanyaan sekaligus kontroversi yang membuat Mbak Rara, Mandalika dan Indonesia menjadi perbincangan seantero dunia. Dan, sebagaimana kemudian kita lihat, ini semua menjadi sebuah komplemen, mengusung nama Indonesia.
Erick Tohir memang menemukan cara menggabungkan sebuah kompetisi dengan panggung hiburan yang bermuara kepada nama Indonesia yang mendengung ke panggung masyarakat dunia.
Penulis menilai terdapat kesengajaan memang dari sudut pandang marketing mengenai kehadiran Mbak Rara. Ia adalah seorang perempuan. Pemilihannya bukan tanpa alasan mengingat di Indonesia eksistensi terhadap sosok paranormal atau penggiat mistis dan takhayul identik dengan kaum lelaki. Maka menciptakan perbedaan dari mayoritas adalah cara unik dalam menciptakan nuansa baru dan tentu saja menjadi magnet yang mampu menarik atensi publik.
Masih ingat dengan film Thailand yang berjudul “The Medium?”. Film ini ramai di kalangan media dan masyarakat dikarenakan pemilihan sosok paranormal atau penggiat mistis yang berasal dari kalangan wanita. Berkaca dari pengalaman sosok penggiat mistis di film tersebut, mungkinkah hal tersebut yang menjadi dasar pemilihan pawang hujan perempuan?
Hal lain yang mengundang kontroversi dan perbincangan publik adalah kehadiran Mbak Rara yang disiarkan media sebelum pertandingan. Tentu saja kehadirannya bukan karena tiba-tiba hujan lalu Mbak Rara juga muncul tiba-tiba. Justru ia di setting telah ada di lapangan. Dalam video tersebut beliau tengah melakukan ritual dengan menuangkan es batu bersamaan dengan peralatan “bekerja” lainnya.
Bukankah ada yang janggal jika pawang hujan tradisional yang umumnya menggunakan dedaunan, justru menggunakan es batu yang notabene adalah produk modern yang berasal dari kecanggihan teknologi lemari pendingin. Fakta ini memperkuat argumen penulis akan kehadiran pawang hujan sebagai daya tarik dan media hiburan, bukan semata-mata mempercayai takhayul yang berkembang di masyarakat.
Terlepas dari kejanggalan tersebut, faktanya kejadian Mbak Rara telah mengundang atensi publik. Ia turut ramai diundang dan diwawancarai di berbagai acara Televisi di Indonesia. Nama Mbak Rara mencuat muncul di kalangan Netizen, begitupun Indonesia di mata dunia.
Tentu saja hal ini menguntungkan, terkhusus Mandalika dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Pasalnya, ajang promosi gratis tersebut bisa saja mengundang income dan menaikkan perekonomian masyarakat setempat. Bagaimana tidak? Jika ramai menjadi perbicangan, tentu saja kemungkinan besar publik ingin tahu, dan pada akhirnya akan mendorong mereka mengunjungi tempat tersebut.
Tidak hanya sirkuit Mandalika, namun NTB yang memiliki destinasi wisata yang asri dan alamiah seperti Pulau Lombok dan Kepulauan Gilli menjadi populer dibanding sebelumnya. Selama ini wisatawan mancanegara hanya mengenal Pulau Bali, padahal Indonesia memiliki keindahan alam yang lebih dari itu.
Akhirnya, penampilan Mbak Rara mampu menunjukkan kepada dunia bahwa perhelatan modern tetap bisa mempertontonkan atraksi dan tradisi lokal sebagai media hiburan dan ajang pengenalan budaya. Hidup ternyata tidak hanya sebatas glorifikasi kehidupan modern berbasis teknologi saja.
====
Penulis Mahasiswi Antropologi Sosial, FISIP, Universitas Sumatra Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]