Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tulisan ini diilhami oleh kekurangnyamanan masyarakat Kota Medan dan beberapa kota lainnya di Sumatera Utara. Satu hari (18-8-2022) setelah rakyat berpesta ria merayakan HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, hampir semua jalan di Kota Medan digenangi air (baca: banjir), sehingga aktivitas masyarakat sangat terganggung. Tidak terhitung kendaraan roda dua termasuk roda empat terjebak banjir sehingga harus didorong.
Koran Harian Analisa yang biasanya sekitar pukul 08.00 sudah diantar ke rumah di daerah Padang Bulan, Medan ternyata tidak kunjung tiba. Lopernya mengiformasikan bahwa dia terjebak banjir yang cukup besar di beberapa ruas jalan. Saya pun hanya dapat bergumam, “Ini Medan Bung!” sembari teringat tulisan, “Medan Berkah” dan Medan Tanpa Banjir)” pada spanduk kampanye wali kota terpilih tahun 2019 yang lalu. Medan, Tanjungmorawa, Binjai Dilanda Banjir demikian salah satu headline Harian Analisa (19/8/2022).
Perilaku Masyarakat
Tidak dapat dimungkiri bahwa salah satu masalah utama di kota besar adalah kebersihan lingkungan. Kota Medan yang dihuni oleh masyarakat multietnis memiliki pola hidup yang cukup beragam. Cukup banyak masyarakat yang memiliki kepedulian pada lingkungan, namun tidak sedikit juga yang bersikap masa bodoh terhadap kebersihan. Tidaklah terlalu mengherankan bermunculan tulisan tentang larangan membuang sampah yang bernada kutukan.
Perilaku masyarakat yang seenaknya membuang sampah inilah yang menjadi salah satu penyumbang meluapkan air parit/selokan/gorong-gorong sehingga menggenangi jalan raya. Bahkan sungai-sungai yang mengalir di Kota Medan tidak luput dari onggokan sampah. Alhasil, hujan sebentar saja, jalanan telah digenangi air. Apalagi kalau hujan berjam-jam.
Masyarakat bersiap-siap menyingkirkan peralatan rumah serta bersabar menunggu turunnya debit banjir di jalanan. Anak sekolah dan karyawan pun terpaksa bolos. Fenomena banjir di kota Medan yang hingga kini tidak bisa dituntaskan oleh menantu Presiden Jokowi ini (Bobby Nasution), seorang teman yang rumahnya telah menjadi langganan banjir di dekat Kantor Camat Medan Selayang berujar, “kita belum merdeka dari banjir.” Indonesia yang merayakan HUT ke-77 pada tahun 2022 di bawah tema, “pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat” masih sebatas karya kata.
Asal-asalan
Menurut pengamatan di sekitar Koserna, PB Selayang II, pemeliharaan drainase yang dilakukan oleh pemerintah kota Medan tergolong asal-asalan. Para petugas lebih banyak istrahatnya dari kerjanya. Sampah-sampah yang dikeruk dari gorong-gorong ditumpuk begitu saja di pinggir jalan (tidak langsung diangkut ke pembuangan).
Sampah termasuk pasir dan/atau tanah berserakan di jalanan yang akhirnya kembali ke habitatnya. Pengerjaannya pun dilakukan dengan jarak 2-3 bulan. Hasil kerja para petugas dinas kebersihan dan pertamanan ini hampir tidak ada manfaatnya. Banjir tetap saja tidak dapat dikendalikan. Anggaran yang mendekati 1 triliun di bidang infrastruktur tidak dirasakan oleh masyarakat. Banjir masih menghambat aktivitas masyarakat. Tidak sedikit masyarakat yang mempertanyakan kinerja pemerintah kota Medan yang dinakhodai Bobby Nasution.
Kapan Merdeka dari Banjir
Banjir adalah fenomena alam yang dapat dikendalikan apabila ada political will pemerintah dan masyarakat. Pernyataaan Bobby Nasution yang dikutip Pengawal.Id (2/11/2020) terkait banjir adalah “Secara teknis, banyak cara untuk menanggulangi banjir di Kota Medan, di antaranya dengan membuat biopori dan atasi banjir harus didukung juga dengan masyarakat dan birokrasi harus bersih tanpa ada KKN agar hasilnya maksimal." Apakah gagasan ini telah terealisasi? Wallahu a'lam (Allah Mahatahu).
Mencermati perhatian pemerintah kota Medan terhadap masalah banjir dari sisi anggaran, cukup berarti. Lalu, di mana sisi kelemahannya? Sebagai seorang pendidik, saya melihatnya dari segi penyuluhan dan peningkatan peran. Di beberapa wilayah Pemko Medan telah mendirikan poster larangan buang sampah disertai Perda-nya. Papan informasi yang biasanya cukup besar ini hampir tidak berarti. Masyarakat masih seenaknya membuang sampah. Oleh karena itu, beberapa hal yang dapat menyadarkan masyarakat.
BACA JUGA: 'Tepukan Sayang' Bu Kadis Pendidikan Siantar
Pertama, perlu dipikirkan kolaborasi dengan pimpinan lembaga keagamaan yang ada di kota Medan. Para tokoh agama ini diberi peran menyadarkan jamaah/warga jemaat tentang tanggung jawab memelihara kebersihan lingkungan. Bukankah melestarikan lingkungan hidup merupakan salah satu perwujudan iman? Kolaborasi ini perlu dilakukan dalam jangka panjang.
Kedua, peningkatan aparat kecamatan/lurah/kepala lingkungan. Wali kota perlu memberi tanggung jawab kepada para camat agar wilayahnya bebas banjir. Demikian juga kepada para lurah dan kepala lingkungan. Program Medan Tanpa Banjir sebaiknya dimulai dari lingkungan tanpa banjir, kelurahan tanpa banjir, dan kecamatan tanpa banjir. Tentu saja, didukung secara paripurna oleh dinas terkait. Selama ini, peran camat/lurah/kepling hampir tidak terlihat dalam hal penanggulangan banjir di kota Medan. Lingkungan di sekitar Kantor Camat Medan Selayang, misalnya, sampai saat ini belum bebas banjir.
Demikian juga Kantor Lurah PB Selayang II masih sering diterjang banjir. Saya sering bertanya dalam hati,” Apakah camat dan lurah yang setiap hari berkantor dan melintasi jalan ini tidak merasakan jeritan masyarakatnya? Bukankah camat dan lurah merupakan kepala wilayah dan bukan hanya sebatas pelayan administrasi?” Bukankah Bobby Nasution yang pada masa kampanye mengusung tagar kolaborasi benahi Medan serta berkah kotanya, bahagia warganya?
Jika merujuk pada jadwal Pilkada serentak, masa jabatan Wali Kota Medan kurang lebih 2 tahun lagi. Akankah masyarakat Kota Medan merdeka dari banjir sebelum jabatan Bobby Nasution berakhir? Jangan-jangan, masyarakat diingatkan dengan penggalan lagu "Dingin" karya Rinto Harahap (Tapi janji tinggal janji/ Bulan madu hanya mimpi/Tapi janji tinggal janji di bibirmu). Yah lagi-lagi, wallahu a'lam.
====
Penulis Dosen Kopertis Wilayah I Sumut dpk pada Pascasarjana Universitas Prima Indonesia Medan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]