Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tak akan pernah ada habisnya jika kita membahas tentang seluk beluk dinasti politik. Bahkan, isu ini bisa dikatakan sebagai topik pembicaraan yang biasa diperbincangkan di tongkrongan. Menurut Mahkamah Konstitusi sendiri, dinasti politik adalah sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dengan kata lain, dinasti politik merupakan ajang bagi sebuah kelompok untuk mempertahankan kekuasaan yang mereka miliki. Dinasti politik sudah ada jauh sejak berabad-abad lalu, mengingat, bentuk politik seperti ini merupakan hal yang lumrah semenjak masa perbudakan.
Beberapa hari belakangan ini, Isu dinasti politik kembali lagi muncul ke permukaan. Ya, Presiden Joko Widodo sendiri yang dituduh ingin mengembangkan dinasti politiknya, melalui putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka. Hal ini bermula ketika Gibran maju dalam Pilkada Solo 2020. Banyak pihak yang menilai bahwa hal ini dilakukan Joko Widodo dalam membangun dinasti politiknya. Akan tetapi selayaknya Jokowi, Gibran tetap menanggapinya dengan santai dan mengatakan bahwa ia maju atas dasar kemauannya sendiri. Isu ini bukanlah hal yang baru lagi terjadi, layaknya sebuah agenda lima tahunan para bakal calon (balon) yang tak memiliki prestasi serta visi dan misi andalan, mengandalkan isu dinasti, agar mereka terpilih sebagai pemenang dalam kontestasi pemilu. Bukannya fokus terhadap program yang ingin mereka buat, malah menuduh orang lain dengan sembarangan.
Penulis bukannya mendukung adanya politik dinasti. Akan tetapi lebih dari itu, penulis beranggapan bahwa sosok Gibran adalah bentuk pengecualian yang tepat. Hal ini karena ia disukai dan lebih dikenal oleh masyarakat Solo. Hal itu juga terbukti ketika Gibran melakukan blusukan-blusukan. Rakyat Solo menerima Gibran dengan tangan terbuka. Lagipula, masyarakat Solo berharap banyak pada Gibran, mengingat kinerja Jokowi terdahulu berhasil membuat Kota Solo jauh lebih baik dari sebelumnya. Tentu hal ini akan menambah beban bagi Gibran, karena rakyat Solo memiliki ekspektasi serta kriteria calon kepala daerah yang cukup tinggi.
Menurut penulis, tidak selamanya politik dinasti itu buruk. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh pengamat politik Muhammad Qodari, selaku Direktur Eksekutif Indo Barometer, yang mengatakan bahwa figur yang tampil sebagai calon kepala daerah dari politik dinasti lebih dikenal masyarakat dan sudah menjalani pendidikan politik didalam keluarganya, sehingga sudah memiliki modal politik. Figur dari politik dinasti menurutnya sudah memiliki rekam jejak politik yang panjang sesuai dengan perjalanan keluarganya. (Republika.id 24/7/2020)
BACA JUGA: Indonesia dan Jurang Resesi
Hal ini juga sejalan dengan yang disampaikan oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang mengatakan bahwa Gibran memiliki komunikasi yang baik, Ia menggambatkan langkah Gibran sudah matang saat turun ke lapangan dan berdialog dengan masyarakat karena sudah menjalani pendidikan politik sejak di rumah. (Pikiran Rakyat 26/7/2020)
Menurut penulis, entah itu dinasti atau tidak, bukanlah sesuatu hal yang terlalu penting. Hal yang paling fundamental ialah visi dan misi yang ditawarkan oleh setiap bakal calon. Apabila seorang bakal calon menyampaikan program serta kinerjanya terdahulu secara tepat sasaran, maka rakyat akan dengan sendirinya mendukung. Lagipula, variabel keluarga sebagai kepala daerah terdahulu, hanyalah bonus untuk melengkapi dalam penyampain visi misi dan bukan merupakan variabel yang utama.
Seperti kata pepatah lama mengatakan "lain sungai lain pula ikannya", tentunya seorang balon haruslah mengenali wilayah tempatnya akan mengabdikan diri. Jangan sampai menang karena menuduh balon lain yang tidak-tidak. Lagipula hukum di negara kita tidak melarang politik dinasti. Karena sebenarnya politik dinasti itu tidak ada di negara demokrasi. Yang ada hanyalah mereka yang ingin selalu mempertahankan kekuasaan, demi mengisi kantong keserakahan mereka sendiri. Bukanlah hal yang sulit membedakan antara seorang balon yang hanya bergantung atas nama besar keluarganya dengan balon yang benar-benar memiliki visi dan misi yang visioner. Hal ini bisa dilihat dari cara ia berbicara, bersikap serta rekam jejak yang dimiliki balon itu sendiri.
Bagaimana ia mengambil simpati rakyat dan memiliki program yang futuristik. Dan yang paling penting dia tidak menggunakan black campaign serta money politik. Balon kepala daerah murni dipilih oleh rakyat dan keputusan 100% berada di tangan rakyat. Maka rakyatlah yang harusnya bijak dalam memilih kepala ataupun perwakilan daerahnya. Serta tidak terprovokasi oleh balon-balon yang hanya bicara. Benar begitu bukan?
====
Penulis merupakan mahasiswa FISIP USU
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]