Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Pada masa pandemi Covid-19 ini berdampak pada berbagai sektor. Semua sektor terpengaruh olehnya. Pendidikan merupakan salah satu yang mempunyai pengaruh yang besar. Hal itu dikarenakan sejak adanya pandemi ini, ada perubahan cara belajar. Belajar tidak lagi di sekolah, tetapi dilakukan di rumah. Sehingga muncullah metode Belajar dari Rumah (BDR).
BDR dianggap sebagai salah satu stretegi pembelajaran yang efektif di tengah mewabahnya virus yang berjangkit. Sebab, menghindari kerumuman dan kontak langsung. Sampai sejauh in belum ada metode yang lebih efektif dari sistem BDR ini. Tidak ada pilihan, walaupun banyak kendala yang dihadapi dengan cara BDR. Menurut sebagian orang tua, pembelajaran BDR tidak efektif. Cara BDR ini dipandang sebagai metode yang merepotkan orang tua.
BDR ini juga banyak kendala. Tidak efektif dilakukan komunikasi antara guru dengan siswa. Tampaknya saja, bisa terjadi komunikasi belajar. Ternyata, banyak siswa yang tidak peduli dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Banyak siswa yang tidak peduli dengan layanan BDR yang disajikan para gurunya. Para siswa lebih asyik bermain.
Pendidikan dan Kesehatan
Bagaikan buah simalakama, antara pendidikan dan kesehatan. Keduanya diperlukan, tetapi pada satu sisi tidak boleh menghadirkan siswa ke sekolah. Karena jika siswa ke sekolah akan muncul kerumunan, sehingga tidak bisa menghindarkan kontak langsung. Adanya sentuhan kontak fisik antara siswa. Yang namanya siswa pastilah ingin berkelakar dan biasa bermain. Untuk menghindari kontak fisik, sangat susah dilakukan. Apalagi bagi para anak didik TK, SD, dan SMP. Katakanlah untuk tingkat SMA bisa diperingatkan untuk tidak berkerumun dan menghindari kontak fisik.
Pembelajaran yang efektif tidak mudah diterapkan dengan cara BDR. Sehingga para guru dan siswa, bahkan orang tua juga merasakan bahwa BDR ini tidak efektif. Maka mereka berkeinginan agar belajar di sekolah. Seperti biasa belajarnya. Cara konvesional inilah yang dianggap sebagai cara belajar yang baik. Secara gamblangnya, semua pihak menginginkan belajar tatap muka. Para guru juga akan lebih mudah membelajarkan siswanya jika bertemu langsung. Para siswa juga dengan mudah berinteraksi dengan gurunya jika komunikasi langsung. Para orang tua juga lebih nyaman mempercayakan pembelajaran langsung tatap muka di sekolah.
Pada sisi lain, sesuai protokol kesehatan, cara belajar langsung dengan cara tatap muka sangat berbahaya. Sebagaimana disebutkan di atas, akan sangat sukar untuk menghindari terjadinya kerumunan bagi siswa di bawah SMA. Sehingga menurut aturan protokol kesehatan, maka cara belajar yang efektif adalah dengan cara BDR. Jelas, akan terhindar dari resiko terhadap merebaknya virus covid-19. Inilah dua bidang kehidupan; pendidikan dan kesehatan; yang saling berseberangan.
Efektifkah Belajar di Rumah?
BDR mengharuskan seluruh aktivitas pembelajaran dilakukan dari rumah. Guru mengajar secara online. Materi pembelajaran yang disajikan sesuai dengan Kurikulum Terbarukan; kurikulum covid-19. Sungguhpun kurikulum tersebut disusun secara sederhana dan singkat, tetapi cukup padat. Dikarenakan terlalu padat, maka para guru juga memadatkan beberapa materi pembelajaran. Dampaknya adalah, para siswa kurang bisa memahami pembelajaran.
Kendala para siswa, tatakala ada pelajaran yang sulit dipahami. Akan sangat sulit mengungkapkannya kepada guru melalui media online yang dipakai; ada yang memakai WhatsApp (WA), facebook, google-clasroom, atau media online lainnya. Siswa tidak bisa menggali informasi dari gurunya. Sehingga siswa tetap dalam keterbatasannya. Siswa tidak berkembang optimal karena komunikasi sangat terbatas. Intinya, BDR dianggap tidak efektif karena berbagai kondisi yang ada pada siswa, perangkat pembelajaran, saluran komunikasi, serta kejelian guru dalam membelajarkan siswanya dengan media online.
Perangkat Belajar dan Pengawasan Orang Tua
Dalam pelaksanaan BDR, kendala yang sangat dirasakan adalah perangkat belajar yang belum lengkap dan pengawasan orang tua yang tidak efektif. Tidak semua siswa mempunyai perangkat belajar; gawai yang standar untuk BDR. Hal ini dikarenakan faktor ekonomi. Bisa jadi satu keluarga hanya mempunyai satu buah gawai, tetapi BDR di rumah itu lebih dari satu. Tentunya akan menimbulkan permaslaahan tentang siapa dan bagaimana cara mengguanakan satu barang dengan bergantian secara efektif.
Bersamaan dengan itu pula, tidak semua wilayah di negeri ini tersambungkan dengan koneksi jaringan internet. Pada daerah tertentu, jangankan sampai daerah yang terdepan, terpencil, dan tertinggal (3-T), juga masih banyak yang tidak terkoneksi dengan jaringan internet yang stabil. Tidak asa sinyal inilah yang juga menjadi kendala dalam BDR.
Selanjutnya adalah masalah kondisi orang tua. Kepedulian orang tua menjadi perhatian. Tidak jarang anak-anaknya dibiarkan saja belajar dengan HP/laptop/komputer. Tidak dilihatnya apakah memang belajar atau bermain. Itu masalah kepedulian. Memang ada orang tua ada yang tidak peduli terhadap pelaksanaan BDR. Bagi orang tua seperti ini, begitu anaknya diberi alat pembelajaran, dianggapnya sudah selesai sampai di situ kewajibannnya. Ternyata, harus diawasi dengan baik.
Masalah orang tua adalah, bahwa tidak semua orangtua yang mengerti tentang materi pembelajaran anaknya. Orang tua juga banyak “gagap” dalam memahami pelajaran anak sekolah; walaupun pelajaran SD. Pasti akan lebih susah lagi para orang tua yang mendampingi anaknya BDR.
Epilog
Dilema BDR memang nyata. Bagaimana solusi yang terbaik masih menjadi pemikiran bersama. Para guru, siswa, dan orang tua kini berharap bisa meninggalkan cara BDR. Tetapi regulasi tidak mengizinkan seperti itu. Jadilah kondisi yang sangat sulit untuk dilakukan.
Sebagian guru juga sudah pasrah terhadap cara seperti ini. Orang tua juga mengalami hal yang sama. Apalagi para siswanya. Jadilah pembelajaran BDR ini dikaitkan dengan kondisi pandemi ini bagaikan buah simalakama.
====
Penulis adalah Guru SMP Negeri 6 Medan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]