Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Dalam hitungan tidak sampai sebulan lagi, bangsa Indonesia akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara bersamaan. Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 9 Desember 2020, dilaksanakan di 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Dengan jumlah sebanyak itu, maka diperlukan eksistensi media komunikasi sebagai penyambung lidah antara masyarakat sebagai akar rumput (grass-roots) dengan para pemangku kepentingan politik, baik tingkat nasional maupun lokal. Semua menantikan momennt tersebut. Sebagai sebuah pilar untuk menata kehidupan berbangsa dalam level kabupaten/kota/provinsi. Secara simultan, hal itu akan membangun Indonesia di atas tatanan demokrasi.
Tahapan demi tahapan telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh seluruh penyelenggara, pengawas, dan pemerintah. Semuanya terlihat antusias untuk terselenggaranya Pilkada yang berintegritas; pilkada yang nihil cacat demokrasi. Nihil dari berbagai apresiasi negatif dalam suatu kancah pemilihan yang demokrastis. Saat ini, sedang dalam tahapan kampanye, yang dimulai tanggal 26 September – 5 Desember 2020.
Mengupayakan Kampanye Pilkada yang Sehat dan Bermartabat
Kampanye dimanifestasikan sebagai suatu upaya untuk “menjual” pasangan calon kepala daerah untuk “dibeli” oleh segenap rakyat pemilik hak suara sah dalam demokrasi. Itulah esensi dari suatu kampanye dalam versi yang manapun. Namun ada juga yang salah kaprah bagi Tim Sukses yang belum cerdas; atau bahkan tidak cerdas. Adakah Tim Sukses yang belum cerdas? Untuk menjawab ada, tentunya tidaklah baik menunjuk orang lain buruk; sementara kita sendiri mungkin jauh lebih buruk lagi. Gampangnya begini saja, jika ada Tim Sukses yang menjelek-jelekkan pasangan calon kepala daerah lain; calon kepala daerah yang bukan didukungnya. Itu adalah Tim Sukses yang belum cerdas. Pelu dihindari orang yang seperti ini. Sebab, dia telah melakukan kampanye hitam (black campaign).
BACA JUGA: Menyukseskan MTQ Nasional ke-28 di Sumatra Barat
Bagi masyarakat luas, siapapun yang terpilih menjadi pemimpin apakah gubernur, bupati, maupun walikota, sebenarnya tidak berpengaruh signifikan. Yang penting pilkada dijalankan dengan mematuhi legislasi yang tepat. Tatkala semua susuai dengan koridor hukum, maka akan terpilih mereka yang benar-benar mempunyai akseptibilitas yang tinggi. Diharapkan pula mempunyai kapasitas yang mumpuni. Itulah harapannya sehingga tidak ada penolakan dari pihak manapun. Kepala daerah terpilih dapat berterima bagi semua pihak.
Sehingga sangat diharapkan bentuk kampanye yang negatif sekecil apapun sejatinya, tidak mencederai pilkada dalam bingkai demokrasi. Bentuk kampanye negatif itu bisa berbentuk, money politics, agitasi, provokasi, iming-iming janji (di luar program kerja calon kepala daerah), harus tidak menempel pada demokrasi, setidaknya pada kampanye dan masa tenang. Yang lebih kentara adalah muncullnya istilah “serangan fajar”. Yaitu, bantuan yang berupa suap dalam bentuk “amplop”, sembako, fasilitas, serta hal lain yang bisa mempengaruhi hati rakyat untuk menentukan pilihanya. Ini kerap terjadi hampir pada semua wilayah yang ber-pilkada; juga hal ini lebih massif jika diingat kembali bagaimana proses Pileg dan Pilkades; pemilihan legislatif dan pemilihan kepala desa. Hindarkanlah bentuk negatif ini, itulah sebagai salah satu syarat terwujudnya kualitas demokrasi yang bermartabat.
Memahami Makna Kampanye yang Hakiki
Kampannye yang sesungguhnya adalah memperkenalkan tokoh, calon kepala daerah, agar dipilih oleh publik. Ini adalah sebuah proses kelahiran pejabat publik. Karenanya, harus dimulai dengan langkah yang benar dan suci. Jika kelahirannya pejabat publik, jauh dari kesucian jiwa, maka akan sangat sukar untuk memastikan kesucian niat dan langkah pembangunan yang akan dilaksanakan setelahnya.
Masyarakat juga perlu diingatkan bahwa kampanye dan pilkada adalah instrumen untuk menata kehidupan masyarakat yang lebih berkeadaban. Itu tujuannya. Namun sering terjadi tatakala pilkada berlangsung, terjadi disharmonsasi di tengah masyarakat kelas bawah. Masyarakat pendukung lebih sering berkepanjangan mengingat luka-luka sosial (dan kebencian) dalam kampanye. Bahkan setelah selesai terpilihnya kepala daerah, juga masih bentrok satu dengan yang lainya. Sementara para kontestan kepala daerah sudah saling bercengkerama, atau bahkan mereka sudah berbagi hasil pembangunan sebagai buah hasil demokratisasi.
Karena itulah, masyarakat harus cerdas. Jika pilkada sudah selesai, maka selesai “pertarungan” sesama warga; tidak ada pembencian dan kebencian. Jangan dibuat berkelanjutan. Jika berkelanjutan, maka yang rugi adalah masyarakat itu sendiri. Marilah bergandengan tangan untuk menyukseskan Pilkada serentak. Yang terpenting tidak menimbulkan luka-luka sosial di tengah masyarakat. Pilkada akan terus berulang dalam tatanan demokratisasi berbangsa dan bernegara, apakah kita masyarakat akan berulang juga permusuhannya setiap kali pilkada digelar. Keledai saja tak mau masuk ke lubang yang sama. Apalagi kita sebagai masyarakat yang bermartabat.
Selesainya pilkada, sejatinya, selesai sudah perseteruan antnara kubu yang satu dengan kubu yang lainnya. Antara pendukung calon kepala daerah yang satu dengan yang lainnya. Pilkada berakhir, hal itu bemakna bahwa masyarakat harus menyatu kembali. Lupakan perebutan suara rakyat. Pada saat itu, telah lahir pemimpin baru yang melindungi segenap warga masyarakat di daerah tersebut.
Penutup
Akhirnya, marilah kita menyambut Pilkada serentak dengan hati yang bersih dan suci. Jangan ada niat yang jauh dari baik untuk bisa memenangkan pasangan yang kita dukung. Janganlah mencederai demokrasi dengan melakukan kecurangan pada pilkada; mulai dari awal sampai akhirnya. Biarkanlah berjalan demokrasi itu secara alami, sementara kita tetap dalam kesantunan demokrasi. Semua ada di tangan kita bagaimana pilkada itu berlangsung.
Kita pasti bisa menyukseskan pilkada serentak dengan tetap mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Kepatuhan kita terhadap aturan yang ada, menunjukkan harkat dan martabat kita sebagai manusia yang mulia. Semoga kita bisa. Pilkada hanya tinggal 23 (dua puluh tiga) hari lagi. Pilkada semakin dekat, kita songsong dengan suasana hati yang cerah.
====
Penulis adalah Sekretaris pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatra Utara ([email protected])
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat ( 3-5 kalimat setiap paragraf). Judul opini/artikel dijadikan sebagai SUBJEK email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]