Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Suara-suara dari jalanan sampai saat ini tidak digubris bahkan masih banyak persoalan yang kian bermunculan ke permukaan. Sebut saja persoalan korupsi yang menjerat salah satu menteri, persoalan terorisme dan pandemi yang bertambah terus menerus. Soe Hok Gie dalam catatannya mengatakan, makin redup idealisme dan heroisme pemuda makin banyak korupsi. Artinya pemuda atau mahasiswa sebagai agent of change harus terus melawan dan membangun gerakan terkosolidasi dan tetap fokus untuk mencari kebenaran dan keadilan kepada masyarakat umum.
Mahasiswa yang melakukan berbagai aksi dengan turun ke jalan ternyata hanya sebatas spontanitas belaka. Buktinya tuntutan-tuntutan mahasiswa pada saat penolakan onimbus law sampai saat ini belum dilaksanakan oleh pemerintah, tetapi perlawanan mahasiswa sudah surut seiring berjalannya waktu bahkan di beberapa wilayah bisa kita lihat justru masyarakat biasa dan LSM (lembaga swadaya masyarakat) yang terus setia pada penolakan onimbus law. Mengapa itu bisa terjadi?
Pandemi maupun kampus yang sedang belajar daring tentu bukan menjadi alasan, sebab gerakan bisa dilakukan di berbagai daerah maupun di media sosial. Lihat saja pada awal penolakan omnibus law yang menjadi trending di sosial media, namun saat ini wacana yang dinaikkan justru mengalahkan gerakan penolakan yang dilakukan oleh mahasiswa. Kalau dianalisis lebih jauh, banyak faktor yang mengakibatkan kekritisan mahasiswa hilang. Antara lain kurang literatur, masa studi semakin cepat, gerakan yang kurang terkonsolidasi dan organisasi mahasiswa yang bermuara bagi kepentingan segelintir orang.
BACA JUGA: Pendidikan yang Membebaskan
Perguruan tinggi negeri (PTN) membatasi studi mahasiswa pada umumnya hanya berkisar 4-7 tahun untuk jenjang sarjana dan 3-4 tahun untuk diploma lebih dari itu akan dikeluarkan dari kampus. Pada akhirnya mahasiswa harus mengejar nilai dan cepat tamat untuk memperoleh pekerjaan. Sistem pendidikan yang beriorientasi terhadap pasar sehingga mahasiswa harus meningkatkan skill agar bisa menjadi komoditi yang terjual di dunia kerja. Mahasiswa sendiri akan mencari organisasi yang menunjang kemampuannya, dengan sendirinya organisasi kritis tidak lagi diminati.
Kalaupun ada, organisasi organisasi kritis sekarangpun pada akhirnya sangat sulit untuk terkonsolidasi satu sama lain. Organisasi kritis kampus pada akhirnya hanya memiliki sedikit anggota itupun tidak semua yang memiliki kesadaran untuk berjuang, maka organisasi ini harus menyatu dengan organisasi lain untuk memperjuangkan tuntutannya. Namun sayangnya karena kurangnya kepemimpinan dan tidak adanya tujuan yang ingin dicapai bersama, gerakan ini pun meredup. Sebagai pembanding, gerakan 98 punya tujuan menjatuhkan rezim berkuasa dan tidak memandang organisasi manapun. Organisasi mahasiswa saat itu bercampur padu bahkan dengan lembaga swadaya masyatakat dalam menumbangkan rezim berkuasa.
Anehnya sekarang, organisasi mahasiswa mencari siapa yang lebih berpengaruh di kampus. Pada akhirnya organisasi sibuk mencari eksistensi dan menonjolkan kepentingan, bukan perjuangan. Organisasi mahasiswa ini sibuk dengan perekrutan kader sebanyak-banyaknya bukan berfokus pada pendidikan kader yang dilakukan selama ini, alhasil organisasi malah sibuk merebut kekuasaandan pengaruh seperti menjadi senat mahasiswa atau badan eksekutif. Pimpinan kampus yang seharusnya dipilih berdasarkan demokrasi hanya mewakili kepentingan segelintir orang maupun kelompok tertentu. Misalnya pimpinan mahasiswa ini dengan kelompoknya akan mencari nilai tawar pada proyek maupun beasiswa yang menguntungkan mereka. Dampaknya tentu akan ada krisis kepercayaan terhadap pimpinan mahasiswa
Tekanan dari luar mahasiswa juga semakin banyak dalam meredam poros gerakan mahasiswa. Penerbitan surat yang mengimbau agar mahasiswa tidak turun ke jalan dan tetap belajar dari rumah adalah salah satunya. Pihak kampus juga tak kalah otoriternya, sering kita lihat di media sosial banyak kasus demonstrasi berujung DO mahasiswa . beberapa hal itu pada akhirnya menciutkan nyali para mahasiswa untuk bergabung ke dalam gerakan.
Terakhir gerakan mahasiswa semakin redup karena kurangnya literatur. Paulo Freire sendiri mengatakan bahwa prinsip perubahan harus dibangun berdasarkan verbalisme dan aktivisme. Teori harus berbarengan dengan praktek sehingga menjadi praksis. Sudah semakin sulit ditemukan mahasiswa yang gemar membaca, menulis dan berdiskusi.
Isu yang ada seharusnya dikaji secara mendalam agar mendapatkan pengetahuan yang mendasar. Seorang mahasiswa harus memiliki pemikiran yang radikal atau medasar sehingga dia tidak akan goyah ketika ada klarifikasi ataupun hoaks yang tersebar di media sosial. Pengetahuan yang mendasar inipun pada akhirnya akan menyatukan tujuan mahasiswa ketika melakukan perlawanan sebab perlawanan hanya akan ada ketika ada kesewenang-wenangan.
Bukannya banyak membaca menulis dan berdiskusi mahasiswa justru terjebak dalam kemajuan teknologi. Mahasiswa yang kemudian asyik menggunakan sosial media kemudian abai terhadap lingkungan sosialnya. Teknologi memang adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak namun bisa digunakan seperti alat perjuangan mahasiswa.
Pada akhirnya mahasiswa sebagai agent of change harus terus-menerus membangun gerakan yang terkonsolidasi dan konsisten dalam perjuangan sebab siapa yang akan peduli terhadap Negara ini selain pemuda?. Hidup mahasiswa!
====
Penulis aktif diskusi di KDAS dan KMK USU
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]