Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MAHASISWA adalah masa depan bangsa ini. Mereka lah yang akan memimpin ke mana bangsa dan negara ini akan berlabuh. Negara membutuhkan pemikir dan memiliki skill yang baik, sebab tantangan kehidupan ke depan bukan tidak mudah. Kita telah memasuki masyarakat 5.0 yang menekankan kecerdasan buatan dari kehidupan saat ini.
Pada tahun 2016, sebuah inisiatif yang disebut “Masyarakat 5.0” atau “Society 5.0” diusulkan oleh Kabinet Jepang dalam Rencana Dasar Sains dan Teknologi ke-5 dengan visi untuk menciptakan “Masyarakat Super Cerdas” (MSC).
MSC diposisikan sebagai tahap perkembangan kelima pada masyarakat manusia, setelah sebelumnya masyarakat pemburu/ pengumpul, agraria, industri, dan informasi. Tentu ini bukan tantangan yang tidak ringan, kita memasuki abad digital. Semua serba digital dan tidak bisa tidak manusia tidak bisa lepas dari persoalan itu.
Pola itu sudah mulai terlihat sejak masa pandemic covid-19. Semua kehidupan seperti dipaksa untuk mengikuti pola digital. Ini terlihat ketika para siswa bahkan mahasiswa pada era pandemi wajib mengikuti pembelajaran secara online.
Pembelajaran online adalah wujud dari digitalisasi pendidikan. Kita harus terbiasa mengikuti perkembangan teknologi. Tidak bisa tidak situasi ini memaksa kita untuk belajar dan mempelajari teknologi digital. Orang tua harus menyiapkan dana untuk membeli gawai untuk kepentingan sekolah anaknya. Bukan hanya gawai tetapi juga orang tua harus mengeluarkan dana lebih membeli paket internet.
BACA JUGA: Kegiatan Keagamaan dan Ketatan pada Prokes
Proses ini membutuhkan pemikiran dan tantangan tersendiri. Kita mengetahui masih banyak orang tua memiliki pemahaman yang sempit dengan dunia digital atau istilah gagap teknologi. Perkembangan teknologi ini begitu cepat seperti kereta cepat yang sedang dibangun pemerintah antara Jakarta ke Bandung. Tidak bisa kita menghentikan perkembangan teknologi. Dia bagaikan peluru yang ditembakkan ke tujuan yang lebih besar.
Tetapi perkembangan ini mengharuskan mahasiswa tidak lagi hanya mengeluti jurusannya saja, justru itu membuat para mahasiswa ketinggalan kereta dalam meraih masa depan. Universitas harus berbenah, tidak bisa lagi menghidupi kehidupan yang nyaman saat ini. Prodi atau Fakutas yang ada harus dapat menjawab tantangan masa depan.
Bukankah kita bisa membaca bahwa rendahnya kualitas perguruan tinggi di Indonesia? QS World University Rangkings 2021 melansir deretan universitas terbaik di Asia. Deretan 10 besar universitas terbaik Asia Tenggara (ASEAN) 2021 adalah National University of Singapore, Singapura, Hong Kong University Nanyang Technological University, Singapura, Universiti Malaya (UM), Malaysia, Universiti Putra Malaysia, Malaysia, Universiti Sains Malaysia, Malaysia, Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia, Universiti Teknologi Malaysia, Chulalongkorn University, Thailand, Mahidol University Thailand, Gadjah Mada University, Indonesia.
Tentu ini menjadi tantangan bagi kita semua bahwa di tingkat Asia Tenggara. Kita masih menduduki urutan kesepuluh. Belum lagi bila kita meneliti universitas di luar pulau Jawa. Ini lah membuat perguruan tinggi harus membenahi diri dengan prodi yang diperlukan untuk masa akan datang. Perlu ada pengkajian yang lebih dalam, apakah prodi saat ini masih dapat dipertahankan atau harus diganti dengan prodi yang menjawab tantangan zaman ke depan.
Dunia digitalisasi memerlukan pemikiran bersama dalam mengelola dunia pendidikan. Kita harus memikirkan bagaimana lulusan perguruan tinggi dapat diterima kerja dan menciptakan lapangan kerja di era masa depan.
Pemerintah tentu memiliki dana yang terbatas dalam menerima calon ASN di lingkungan pemerintahan, baik kota maupun daerah. Kita tahu bahwa anggaran belanja di daerah lebih banyak terkuras untuk membayar kepentingan dan gaji pegawai (ASN) daripada pembangunan infrastruktur. Ini perlu kerja keras dan kerja sama semua pihak untuk dapat menyikapi kondisi ini.
Kita belum lagi berbicara tentang narkoba di kalangan mahasiswa yang membuat hati dan pikiran bertanya, ada apa dengan generasi saat ini? Apakah mereka tidak peduli dengan masa depan atau mereka gagal untuk bersaing karena lemahnya keahlian.
Ini merupakan tantangan pendidikan, agama dan orang tua dalam mempersiapkan generasi emas ke depan. Kita mengetahui bahwa Masyarakat 5.0, orang, benda, dan sistem semuanya terhubung di dunia maya dan hasil optimal yang diperoleh AI (kecerdasan buatan) melebihi kemampuan manusia diumpankan kembali ke ruang fisik. Proses ini membawa nilai baru bagi industri dan masyarakat dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin. Karena itu mahasiswa harus mempersiapkan diri bukan mempersiapkan narkoba.
Masa depan bangsa ini di tangan Anda, jangan hancurkan negara ini dengan narkobamu. Bukankah kita mencintai negara ini, NKRI? Mari kita membangun dengan karya nyata, bukan karya kata-kata, apalagi narkoba!
====
Penulis Dosen IAKN Tarutung
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]