Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PARIWISATA dalam 3 tahun terakhir sedang gencar-gencarnya dipromosikan, bahkan dibangun oleh Pemerintah Indonesia. Ini tak lepas dari keuntungan yang didapatkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam usaha pariwisata, sebab pariwisata bisa dikatakan industri tanpa asap.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia periode Januari-September 2019 mencapai 12,27 juta. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 2,63 persen dibanding jumlah kunjungan wisatawan mancanegara periode Januari-September 2018 yang berjumlah 11.96 juta kunjungan
Banyaknya perhatian pemerintah terhadap pariwisata membawa saya ingin mengetahui lebih lanjut tentang pariwisata dan Samosir menurut saya adalah tempat yang terjangkau dan tepat untuk menjadi lokasi mengambilan data sekaligus belajar untuk melihat masalah yang konkret di dalam masyarakat.
Salah satu tempat di Samosir yang membuat saya tertarik adalah Lumban Suhi-suhi atau tepatnya yang sering di dengar sebagai Kampung Ulos Hutajara. Di sana terdapat rumah-rumah adat yang masih sangat khas dengan budaya Batak dan pekerjaan yang mencirikan kearifan lokal masyarakat atau pada umumnya kita sebut dengan “partonun” (penenun ulos).
Kearifan lokal ternyata ketika dikemas dalam pariwisata akan melahirkan kesadaran budaya, sekaligus meningkatkan kesejahteraan kepada masyarakat lokal yang terlibat. Di situ sisi masyarakat akan merasa bangga telah melestarikan warisan dari leluhur dan akan mewariskannya kepada generasi mendatang di sisi lain itu menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat, sebab wisatawan akan menggerakkan roda perekonomian dengan membeli hasil produksi lokal yang ada pada masyarakat Lumban Suhi-suhi.
Meskipun begitu, pada masa pandemi pariwisata adalah salah satu sektor yang paling banyak mendapat kerugian. Dibatasinya aktivitas masyarakat dan penurunan ekonomi masyarakat mengakibatkan berwisata menjadi pilihan kedua bagi masyarakat.
BACA JUGA: Negarawan, Politikus, Kampus dan Ongkos Politik
Kelayuan sektor wisata tidak harus diratapi, namun dijadikan peluang untuk memperkuat sektor wisata. Ketika keadaan sudah pulih, maka sektor pariwisata diharapkan akan menjadi sektor yang akan menggerakkan ekonomi paling besar di masyarakat. Bukanlah hal yang mudah untuk pulih dari masa pandemi, namun menurut hemat saya dari pada menunggu pandemi sepenuhnya berakhir pemberdayaan masyarakat adalah hal yang menjadi pilihan yang logis.
Pemberdayaan Masyarakat dan Pariwisata
Kebijakan di sektor pariwisata sendiri seringkali hanya berfokus pada bangunan fisik. Padahal pembangunan manusia adalah hal yang penting.
Pariwisata akan terus berkembang apabila mendapat dukungan dari masyarakat sekitar. Hal ini diungkapkan oleh Van Meter dan Van Horn dalam salah satu teorinya yaitu ada aspek lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi. Artinya, keikutsertaan masyarakat sekitar adalah unsur penting dalam pariwisata
Tidak bisa dipungkiri, pariwisata dan masyarakat sendiri adalah dua hal yang bergantung satu sama lain. Namun pariwisata yang diselenggarakan seringkali bergantung pada inisiatif dari pemerintah. Hal ini dikarenakan masyarakat lokal dianggap belum memiliki kompetensi maupun kapasitas dalam menyelenggarakan aktivitas kepariwisataan.
Ketidakberdayaan masyarakat dalam menyelenggarakan pariwisata disebabnya oleh berbagai hal, salah satunya adalah faktor sumber daya manusia. Sumber daya manusia di pedesaan tentu sangat berbeda dengan masyarakat kota yang telah mengenyam pendidikan. Tingkat SDM yang rendah yang dimiliki tentu akan berpengaruh kepada pola pikir dan kesadaran masyarakat.
Dalam mengatasi persoalan sumber daya manusia tentu pemberdayaan masyarakat adalah kebijakan yang tepat. Mengapa? Sebab pemberdayaan adalah proses untuk memandirikan masyarakat. Masyarakat akan dibina dan dilatih untuk mengetahui potensi yang ada pada dirinya dan akhirnya akan berdaya untuk dirinya sendiri. Pemerintah akan bertindak sebagai fasilitator yang mengfasilitasi dan membantu mecari tahu apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan-pendekatan kearifan lokal akan menjadikan masyarakat merasa dekat dengan pemerintah. Misalnya dengan kerjasama atau gotong royong akan memperkuat rasa saling memiliki diantara masyarakat. Pada masyarakat batak misalnya ada martonggo atau diskusi yang akan membuat masyarakat dan pemerintah satu pemikiran tentang suatu kebijakan
Selain daripada itu, pemerintah yang sudah melakukan tugasnya sebagai fasilitator harus memiliki kepercayaan penuh terhadap masyarakat. Kemandirian masyarakat akan lahir ketika masyarakat mampu untuk melaksanakan pariwisata dengan sumber daya yang ada pada masyarakat dan pada akhirnya masyarakat akan berperan aktif dalam kepariwisataan, sekaligus menjaga budaya lokal yang diwariskan secara turun temurun di masyarakat.
====
Penulis Mahasiswa Administrasi Publik USU dan UKM KMK FISIP USU
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]