Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Baru baru ini, tepatnya pada Senin, 12 Oktober 2020, sebuah kelompok studi KDAS MEDAN menggelar diskusi secara daring dengan tema “Quo Vadis Gerakan Mahasiswa”. Hal ini sangat tepat sekali dengan demontrasi atau gerakan mahasiswa yang kita lihat baru baru ini terkait penolakan onimbus law. Ada sebuah refleksi bagi saya sendiri kenapa harus gerakan mahasiswa? Atau kenapa begitu penting gerakan mahasiswa untuk mewujudkan perubahan sosial?
Gerakan mahasiswa itu sendiri adalah murni kesadaran mahasiswa sebagai kaum intelektual untuk merespon sistem maupun kebijakan yang menindas masyarakat. Bisa jadi sebuah gerakan itu lahir karena kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang sedang mengalami penurunan.
Soe Hok Gie dalam salah satu bukunya berkata,"Bidang seorang sarjana adalah berpikir dan mencipta yang baru, mereka harus bisa bebas dari segala arus masyarakat yang kacau. Tapi mereka tidak bisa terlepas dari fungsi sosialnya. Yakni bertindak demi tanggung jawab sosialnya, apabila keadaan telah mendesak. Kaum intelejensia yang terus berdiam di dalam keadaan yang mendesak telah melunturkan semua kemanusiaan".
Kaum intelektual dalam perspektif sejarah telah mampu melakukan berbagai perubahan di negeri ini, bahkan sebelum kemerdekaan. Sebut saja ada Budi Utomo sebagai organisasi yang pertama mengawali pergerakan kaum intelektual. Lalu kemudian ada generasi Soekarno, Hatta dan Tan Malaka yang juga mengenyam pendidikan Belanda bergerak akan kesadaran akan ketertindasannya untuk memerdekakan negeri ini. Dalam hal ini fungsi pendidikan memang adalah mengaktifkan kesadaran untuk dapat berpikir tentang realita masyarakat
Selain daripada itu ada Soe Hok Gie dan Generasi 66 yang juga berperan penting dalam turunnya rezim Soekarno dan juga Generasi 98 yang menumbangkan pemerintahan otoriter Soeharto. Dari berbagai peristiwa itu jelas kaum intelektual mempunyai peran penting dalam negara ini, terutama dalam perubahan sosial di masyarakat. Namun tak sedikit gerakan mahasiswa yang mengalami kegagalan dalam mencapai tujuannya, misalnya gerakan mahasiswa tolak UU KPK yang berlangsung 2019.
Gerakan mahasiswa saat ini memiliki sederet tantangan dari dalam tubuh gerakan, terutama organisasi mahasiswa maupun dari luar gerakan seperti pandemi dan pemerintah sendiri yang acuh terhadap tuntutan mahasiswa
Menilai Gerakan Mahasiswa Saat Ini
Gerakan mahasiswa saat ini memang bergelora di berbagai daerah di Indonesia dengan massa yang tak sedikit. Bahkan dalam gerakan itu turut juga buruh, masyarakat bahkan pelajar yang ikut bersama-sama meneriakkan bentuk protesnya terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap menyimpang dari prinsip kesejahteraan masyarakat.
Mahasiswa saat ini cenderung bergerak dengan pemahaman yang kurang mendasar dan terkesan heroisme daripada pelakunya. Gerakan dibangun dengan spontanitas terhadap kebijakan pemerintah, sehingga tidak konsisten dan akan surut walaupun tuntutan belum sepenuhnya tercapai. Hal ini dipengaruhi kehidupan mahasiswa yang kurang literasi, seperti jarang membaca buku , kurang membasis bersama masyarakat miskin dan tentu saja kurang diskusi dan menulis.
Paulo Freire sendiri mengatakan bahwa prinsip perubahan harus dibangun berdasarkan verbalisme dan aktivisme. Mahasiswa seharusnya mempelajari secara teoritis, membuat kajian dan pemahaman bersama terkait permasalahan yang ada dan kemudian melakukan aksi sebagai bentuk perlawanan. Pemahaman bersama diperlukan untuk mencegah adanya kepentingan kepentingan lain di tubuh gerakan mahasiswa.
Setiap individu yang tergabung dalam gerakan seharusnya memahami isu yang menjadi poin tuntutannya. Pemahaman yang kurang mendalam terkait isu persoalan yang dihadapi menjadikan gerakan mahasiswa tidak konsisten dalam menyampaikan tuntutan dan akan padam seiring berjalannya waktu. Selain itu, pemahaman yang kurang mendasar ini juga menggiring mahasiswa ke arah tindak kekerasan akibat respon yang kurang baik dari pemangku kepentingan.
Selain kurangnya pemahaman terkait isu, gerakan mahasiswa harus bersatu untuk mencapai tujuannya. Belajar dari sejarah mahasiswa 98 bergerak bersama sama bahkan terbentuk aliansi di berbagai daerah meskipun terkonsentrasi di Jakarta dalam menyampaikan poin tuntutannya. Setiap daerah harus saling berkomunikasi dan bersatu dalam berbagai aksi, sehingga pemerintah dapat melihat bahwa tuntutan dari gerakan mahasiswa adalah murni dari kesadaran mahasiswa itu sendiri tentang kondisis sosial masyarakat.
Gerakan mahasiswa saat ini juga hanya terfokus pada demonstrasi semata untuk mengungkapkan pendapat. Padahal ada berbagai cara yang dapat dilakukan dalam mengungkapkan pendapat agar didengar oleh para penguasa.
Menurut hemat saya, demonstrasi merupakan opsi terakhir dalam menyampaikan pendapat. Selain itu ada menulis bahkan dengan hastag di media sosial. Demonstrasi tidak mendapat respon yang baik di masyarakat karena berbagai wacana yang menyebar, seperti demo bayaran dan ditunggangi oleh kelompok tertentu.
Akhirnya gerakan mahasiswa harus siap merespon kebijakan pemerintah dan secara sadar bertindak demi kebenaran yang dianutnya dan prinsip prinsip kemanusian agar terjadi perubahan sosial dan ekonomi di masyarakat menuju kesejahteraan.
====
Penulis Mahasiswa di FISIP USU/aktif diskusi di KDAS Medan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]