Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
DUNIA pendidikan tanah air kembali dihebohkan dengan kasus kekerasan yang dilakukan oleh santri Pondok Pesantren Gontor terhadap korban berinisial AM. Nahasnya, kasus tersebut pun berujung pada kematian. Kasus yang sedang viral di berbagai media ini mengundang pertanyaan banyak orang, bagaimana mungkin pondok pesantren yang merupakan tempat penanaman nilai-nilai karakter Islami dalam diri seseorang justru dijadikan sebagai wadah pelampiasan kekerasan dalam bentuk penganiayaan sampai akhirnya menjadi sebuah kasus pembunuhan.
Sebenarnya kasus kekerasan yang terjadi di Gontor bukanlah kasus kekerasan pertama yang terjadi di lembaga pendidikan. Seperti kasus yang sempat membuat geger publik dengan aksi seorang pelajar kelas VII di Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang yang nekat menghabisi nyawa teman sekelasnya lantaran dipicu masalah sakit hati dilaporkan ke guru gara-gara mencuri handphone. Pelaku nekat menghabisi nyawa WSN dengan cara dibacok menggunakan arit dan dipukuli dengan balok kayu.
Selain itu, pada awal Agustus 2022 kasus serupa kembali terungkap. Kasus pembunuhan yang terjadi di Lampung, tepatnya di Kabupaten Lampung Barat yang menyebabkan seorang pelajar SMP berinisial AP (13) meregang nyawa karena dibunuh oleh 6 teman sekelasnya gara-gara korban melaporkan salah satu pelaku ke guru bimbingan dan konseling (BP).
Parahnya, para pelaku menghabisi korban pada Selasa (25/1/2022) silam. Namun baru terungkap awal Agustus 2022. Sungguh tragis melihat berbagai kasus kekerasan yang terjadi di kalangan pelajar, seolah para pelaku tidak menunjukkan identitas seorang pelajar yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedamaian dan kebaikan.
Berbagai kasus kekerasan yang terjadi di kalangan pelajar begitu meresahkan jika terus dibiarkan, mesti ada langkah preventif yang dilakukan agar kasus-kasus serupa tidak kembali bermunculan. Dalam hal ini sekolah atau lembaga pendidikan apapun itu hendaknya mampu benar-benar menjalankan perannya sebagai tempat mengaktualisasikan karakter positif dalam diri seorang pelajar.
Tidak hanya sekadar wacana yang berujung sekadar semangat di awal saja. Namun mesti benar-benar diwujudkan dengan penuh kesungguhan oleh semua guru, kepala sekolah, dan para pimpinan lembaga. Semuanya saling bekerjasama dalam mewujudkan sekolah sebagai wadah anti kekerasan yang menyuburkan nilai-nilai kebaikan.
Agar upaya tersebut dapat terwujud, langkah awal yang penting untuk dilakukan adalah dengan mengubah persepsi tentang tindakan kekerasan yang dilakukan di kalangan pelajar menjadi kasus yang tidak bisa ditolerir dan mesti mendapat tindakan yang tegas. Sebab selama ini masih banyak guru yang menganggap bahwa tindakan kekerasan di kalangan pelajar masih termasuk ke dalam kategori kasus yang wajar dilakukan, bahkan beberapa orang tua pun menginginkan anaknya bermental keras sebagai upaya keamanan diri ketika berada di luar.
Pandangan-pandangan tersebut harus segera diubah, sebab jika tidak tindak kekerasan di kalangan pelajar akan terus meluas dan tidak akan pernah berhenti.
Kemudian langkah selanjutnya adalah meminimalisir tindak kekekerasan dengan menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang nyaman, damai, dan penuh kesatuan bagi para pelajar. Dalam hal ini upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengintegrasikan pesan-pesan atau hikmah kebersamaan ke dalam materi pelajaran yang disampaikan oleh guru saat di kelas, memaksimalkan pengadaan pesan-pesan kebaikan dalam bentuk poster yang akan ditemplelkan di seluruh lingkungan sekolah, dan berbagai upaya lainnya.
Sekolah atau lembaga pendidikan hendaknya juga mengandeng orang tua, masyarakat, dan penegak keamanan untuk saling berkolaborasi menerapkan pendidikan anti kekerasan. Karena bagaimanapun hebatnya program yang telah diterapkan di sekolah atau lembaga pendidikan tidak akan memperoleh hasil yang maksimal jika tidak mendaptkan dukungan maksimal dari beberapa elemen tersebut. Selain saling mendukung dan bekerjasama, intinya semua elemen tersebut mesti bergerak seirama dalam menghentikan laku kekerasan di kalangan pelajar yang semakin hari kian meresahkan.
====
Penulis guru SMP Swasta di Pasaman Barat dan Alumni Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]