Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
INTERFAITH marriage atau pernikahan beda agama atau disebut juga pernikahan campuran memang masih terdengar tabu di Indonesia. Tak sedikit masyarakat yang beranggapan aneh terhadap pernikahan campuran ini. Mencuatnya kasus pasangan yang melakukan interfaith marriage belum lama ini membuat publik bertanya-tanya, apakah Indonesia sudah melegalkan pernikahan beda agama?
Beberapa waktu lalu, ramai di platform media sosial yang menunjukkan foto pasangan yang melakukan nikah beda agama. Diketahui bahwa sang mempelai pria beragama Kristen dan sang mempelai wanita beragam Islam itu melakukan pernikahan dan pemberkatan di Gereja Saint Ignatius, Semarang.
Foto yang pertama kali diunggah oleh Ahmad Nurcholis tersebut pun langsung viral. Ahmad Nurcholish jugalah yang mendampingi kedua mempelai itu. Ia juga merupakan seorang aktivis LSW Pusat Studi Agama dan Perdamaian (ICRP). Dia juga dikenal sebagai pendamping dan penasihat pasangan beda agama yang ingin menikah.
Fakta mengejutkannya lagi, Ahmad Nurcholish mengungkapkan bahwa pasangan viral tersebut merupakan pasangan ke-1.424 yang melakukan interfaith marriage di Semarang.
Belum usai kisah viral pasangan beda agama di Semarang, kini publik kembali dikagetkan dengan hal serupa. Kali ini Ayu Kartika Dewi, Staf Khusus Presiden Jokowi yang menggelar dan meresmikan pemberkatan pernikahannya dengan Gerald Bastian yang berbeda agama dengannya pada Jumat (18/3/2022), di Gereja Katedral Jakarta. Pemberkatan tersebut dipimpin oleh Romo Suharyo yang juga menjabat sebagai Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Dalam keterangannya, Romo Surya membenarkan pernikahan Stafsus Ayu dan Gerald dan mengungkapkan alasannya memberkati keduanya yakni bahwa menikah merupakan hak asasi manusia, serta agama juga hak asasi, sehingga gereja, dalam hal ini ordinaris wilayah, memberi dispensasi untuk nikah beda agama. (DetikNews.com, 18/3/2022).
Hal ini sontak menuai pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat, apalagi hal ini dilakukan oleh seorang ‘tokoh’. Banyak masyarakat yang menyayangkan tindakan Stafsus Jokowi tersebut. Bahkan banyak netizen yang melontarkan komentar-komentar di akun sosial media Ayu. Salah satu yang menjadi sorotan netizen adalah dari 100 kriteria calon suami ideal yang dibuat oleh Ayu, Gerald memenuhi 97 poin, namun ternyata “seiman” tak masuk dalam list kriteria idealnya. Inilah yang membuat netizen keheranan.
Pengamat juga menilai interfaith marriage rawan menimbulkan riskan di kemudian hari, mulai dari pertentangan secara agama, pertentangan keluarga besar, sampai memutuskan agama apa yang diajarkan pada anak kelak ketika memiliki anak. Tetapi ada pula yang mendukung hal tersebut dengan alasan mewujudkan toleransi beragama yang totalitas.
Dari fakta di Semarang dan Jakarta, publik pun bertanya-tanya, apakah Indonesia sudah melegalkan pernikahan beda agama? Sebab, selama ini masyarakat mengetahui bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang melarang pernikahan beda agama. Oleh karena itu, bila dilihat kembali pada hukum negara, merujuk pada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, pada Pasal 2 Ayat (1) yang berbunyi perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan kemudian menjelaskan bahwa dalam pasal ini sudah sangat jelas terdapat frasa “.... menurut hukum masing-masing agama....”. Sehingga ketika agama Islam misalnya melarang menikah dengan orang yang beda agama, maka ketika dipaksakan menjadi tidak sah. (Republika.co.id, 21/3/2022)
Majelis Ulama Indonesia juga pernah mengeluarkan fatwa bahwa pernikahan beda agama ialah haram dan tidak sah. Hal itu dimuat dalam Fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama.
Maka bila diperhatikan selama ini, Ayu Kartika memang dikenal sebagai sosok yang gencar berkampanye terkait toleransi. Sehingga publik pun berspekulasi bahwa alasan Ayu yang selama ini masif mensosialisasikan toleransi tak lain karena pria yang ia cintai adalah seorang yang berbeda keyakinan dengannya. Jadi, apakah atas dasar cinta dan toleransi maka boleh melanggar hukum negara?
Memang, toleransi di negeri ini sudah sering disosialisasi ke tengah-tengah masyarakat, baik dari publik figur seperti artis dan aktor, tokoh-tokoh yang ada dalam pemerintahan, seniman, sampai tokoh-tokoh agama. Namun, semakin ke sini makna toleransi yang dihembuskan ke publik tidak lagi sesuai dengan kaidah asalnya.
Toleransi bukan lagi dimaknai sebagai saling menghargai perbedaan agama, pendapat, dan tidak mengusik peribadatan agama lain serta tidak mencampuri urusan agama lain, akan tetapi toleransi kini sudah bergeser makna dan aplikasinya yakni salah satu yang kini menjadi sorotan adalah mencampuradukkan agama. Dan hal ini tidak bisa lagi dikatakan sebagai toleransi, melainkan upaya untuk merusak norma-norma agama.
Ditambah lagi sikap pemerintah yang diam dan membiarkan pelanggaran hukum negara yang dilakukan masyarakat dan terkhusus staf yang ada di bawah kepemimpinannya.
Sikap diamnya pemerintah atas maraknya kasus interfaith marriage atas dasar cinta dan toleransi semakin menunjukkan bahwa pemerintah telah abai dan lalai dalam menjaga akidah masyarakat.
Inilah bukti implementasi sistem kapitalisme-sekuler di negeri ini. Sistem yang mengabaikan aspek halal dan haram, sehingga segala sesuatu hanya dilihat dari segi materi dan manfaat serta keinginan yang mengikuti hawa nafsu. Sehingga pemerintah dalam kekuasaannya tak mampu menjaga kemurnian akidah yang dianut masyarakatnya. Bahkan demi toleransi yang dipaksakan, pemerintah secara gamblang telah mendiamkan pelanggaran hukum negara terkait hukum pernikahan di negeri ini.
Seharusnya pemerintah mengambil sikap tegas dan jelas terkait hal ini, karena disamping tidak sah secara hukum negara, interfaith marriage juga dalam pandangan hukum Islam adalah haram dan merupakan zina yang berkepanjangan.
Hal ini sudah jelas dalilnya dalam Al Quran yaitu dalam Surah Al Baqarah ayat 221, yang artinya “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran".
Penjelasannya ialah ketika ada yang menikah berbeda agama maka hukumnya haram dan pernikahannya tidak sah, maka apabila diteruskan akan menjadi zina sepanjang pernikahannya, dan apabila memiliki anak, maka anaknya tersebut merupakan anak hasil zina yang mana ia tidak bisa dinasabkan kepada ayah biologisnya. Kemudian, ketika anaknya kelak akan menikah, sang ayah biologis tidak dapat menjadi walinya (apabila perempuan), bila sang ayah memaksakan diri menjadi wali, maka pernikahan sang anak juga tidak sah, begitu seterusnya, sehingga menyebabkan rantai perzinahan yang tak berkesudahan.
Inilah kerusakan yang terjadi bila interfaith marriage tidak segera dihentikan secara tegas oleh negara. Pemerintah tidak boleh membiarkan hal ini atas nama toleransi.
Padahal sudah jelas, toleransi bila merujuk pada pandangan Islam hanyalah dua hal, yakni memegang teguh akidah masing-masing, dan tidak memaksa dan mengganggu agama lain. Ini juga merupakan makna asli dari toleransi secara umum, yakni secara etimologi, toleransi diambil dari bahasa latin, 'tolerare' yang artinya sabar dan menahan diri. Sedangkan secara terminologi, toleransi adalah sikap saling menghargai, menghormati.
Pemerintah sudah seharusnya menjaga akidah dan keyakinan serta kerukunan umat beragama di tengah masyarakat dengan meluruskan makna dan aplikasi toleransi yang sesuai dengan makna aslinya, bukan toleransi yang justru merusak keyakinan dan norma-norma agama yang dianut masyarakat.
====
Penulis Pegiat Literasi Islam, Aktivis Dakwah, Alumni Sastra Inggris UISU.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]