Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Enaknya menjadi seorang pengusaha dan orang kaya, hukum pun bisa mantul dan mandul. Tahun lalu, tepatnya pada hari Sabtu, 23 Mei 2020, saya melihat ada penimbunan di tepian Danau Toba, tepatnya di depan di antara Hotel Gelora Balige dengan Hotel Ompu Herti Balige.
Di depan Hotel Gelora ini, pernah ada pembangunan IPAL oleh pemerintah, tetapi saya tidak tahu mengapa bangunan itu sempat mangkrak. Ada yang bilang dilarang oleh pemilik Hotel Gelora karena pinggiran danau tepat di depan hotel itu adalah miliknya. Namun, ketika ada penimbunan pantai Danau Toba oleh seorang pengusaha di Toba dengan menggunakan alat berat, hal itu dibiarkan. Sungguh membingungkan.
Saya mencoba menghubungi kepala dinas terkait, yaitu Dinas Lingkungan Hidup Toba mengenai aktivitas penimbunan di pinggir Danau Toba ini. Lalu beliau menjawab "kegiatan itu tak ada izin dan pengusahanya sudah disurati. Coba tanyakan kepada Satpol PP karena mereka adalah bagian penindakan," jawabnya singkat.
Di sini saya makin bingung, sudah disurati namun kegiatan masih tetap berjalan. Tahun lalu saya dan rekan rekan sudah melaporkan aktivitas penimbunan itu secara resmi ke Polres Toba, tapi sampai saat ini tak kunjung ada tindaklanjut. Entah dimana silapnya.
Tahun lalu, tepatnya tanggal 27 Desember 2020 sampai hari kemarin, kejadian itu terulang lagi, tapi di lokasi yang berbeda. Aktivitas alat berat dengan melakukan penimbunan tepi pantai tepatnya di Jalan Pardede Pasir Kelurahan Pardede Onan. Oknumnya sama, itu juga.
Salah satu persoalan yang sering ditanyakan dalam diskusi tentang pembangunan kawasan Danau Toba adalah peraturan larangan bangunan 50 meter dari pantai.
Peraturan yang dimaksud adalah Perda (Pemprov Sumut) No. 1 Tahun 1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba, yang antara lain mengatur 50 meter dari garis pantai Danau Toba harus bebas dari bangunan.
Dalam Perpres No 49 Tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba (BOPKPDT), Perda atau pengaturan ini tidak disebut-disebut. Tapi, seperti umumnya peraturan negara, peraturan baru memperhatikan peraturan lama, kalau peraturan tersebut tidak secara jelas dinyatakan dicabut.
Dalam perda tarantibum (peraturan daerah mengenai ketenteraman dan ketertiban umum) juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang menambang atau menimbun bahan galian, mendirikan bangunan di pinggir (sempadan) Danau Toba.
Jika peraturan pembebasan bangunan 50 meter dari pantai dimaksudkan untuk menjaga kebersihan dan pencemaran pantai Danau Toba, rasanya itu seperti "PERATURAN HANTU".
Lebih baik kita, pemerintah dan masyarakat, bekerja dan berkorban sedikit, tapi jadi baik dan benar. Daripada membuat peraturan-peraturan tak realis, yang akhirnya tak jelas wujudnya seperti hantu. Hanya menghantui dan membuat kita jadi terasa tidak cerdas.
Negara Indonesia adalah negara hukum. Hukum itu adalah panglima, tetapi penegakannya kendor seperti karet kolor. Berlaku hanya untuk orang tertentu saja.
Jefri F Siahaan
Ketua DPC Pospera Toba