Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PEMERINTAH menargetkan pendapatan per kapita Indonesia dapat berada pada kisaran 23.000 - 30.300 dollar AS di tahun 2045. Tingkat kemiskinan juga ditargetkan bisa turun di bawah satu persen, yakni kisaran 0,5 - 0,8 persen di tahun 2045.
Pendapatan per kapita tersebut setara dengan negara maju, sehingga dapat keluar dari jebakan perangkap pendapatan kelas menengah (middle income trap) sejalan dengan Visi Indonesia Emas 2045.
Hal ini bisa diwujudkan dengan perencanaan secara taktis dan detail. Demikian pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara Peluncuran Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025 – 2045 di Djakarta Theater pada Kamis (15/6/2023) lalu.
Menurut pendapat Gill dan Kharas (2007) dalam Muhammad Faisal Yusuf (2023), Middle Income Trap (MIT) merupakan suatu perekonomian yang mengalami penurunan dinamisme ekonomi yang tajam setelah berhasil bertransisi dari status berpenghasilan rendah ke menengah.
BACA JUGA: Di Bawah Bayang-bayang El Nino
Diketahui kondisi ini banyak terjadi pada negara yang tak mampu berpindah dari berpendapatan menengah ke pendapatan tinggi. Hal ini
disebabkan karena negara tak mampu bersaing dengan negara berpenghasilan lebih rendah yang bergantung pada sumber daya alam dan murahnya tenaga kerja. Selain itu juga, tidak mampu bersaing dengan negara maju yang mengandalkan kualitas manusia dan teknologi tinggi.
Diakui Presiden Jokowi bahwa Indonesia perlu mengubah pendekatan dalam membangun masa depan, dari reformatif menjadi transformatif, melalui tiga area perubahan, yakni transformasi ekonomi, sosial, dan tata kelola.
Pada area transformasi ekonomi, pertumbuhan sebesar 5% yang saat ini telah dicapai, masih perlu ditingkatkan. Dengan skenario transformatif, diperlukan rata-rata pertumbuhan sebesar 6% agar tahun 2041 Indonesia dapat keluar dari MIT. Sedangkan dengan skenario sangat optimis, rata-rata pertumbuhan sebesar 7% agar tahun 2038 Indonesia dapat keluar dari MIT.
Sikap optimisme yang diperlihatkan Presiden Jokowi bukan tanpa dasar. Indonesia dibekali berbagai kekuatan yang harus diperhitungkan.
BACA JUGA: Target Pertumbuhan 2024 di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global
Pertama, Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia dengan angkatan kerja 146,62 juta orang pada Februari 2023 berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Angka ini naik 2,61 juta orang dibanding Februari 2022. Dalam konteks ini, perluasan lapangan kerja tentunya menjadi fokus penting. Sayangnya, mayoritas kelas pekerja di Indonesia bekerja dalam kondisi yang cukup rentan.
Kerentanan kerja yang dihadapi mayoritas kelas pekerja di Indonesia, baik formal atau informal, merupakan konsekuensi dari minimnya lapangan pekerjaan formal dan berkualitas.
Merujuk kembali pada data BPS Februari 2023, penduduk yang bekerja pada kegiatan informal mencapai 83,34 juta orang (60,12%), sedangkan yang bekerja pada kegiatan formal sebanyak 55,29 juta orang (39,88%).
BACA JUGA: Spirit Kolaborasi Ekonomi Indonesia
Mengingat bahwa kondisi kerja pekerja informal cenderung lebih rentan dibandingkan dengan buruh formal, lapangan pekerjaan formal masih banyak dicari-cari oleh mayoritas kelas pekerja meskipun kualitas pekerjaannya cukup rendah.
Bahkan, tidak sedikit calon buruh yang rela membayar hingga jutaan rupiah hanya untuk mendapatkan pekerjaan formal berkualitas
rendah di kawasan industri dan perkotaan.
Dari sini, strategi pembangunan ekonomi perlu menempatkan penciptaan lapangan kerja formal dan berkualitas sebagai salah satu tujuan utamanya.
Strategi tersebut pun perlu bersifat progresif, yakni tidak hanya sekadar menciptakan lapangan kerja tetapi untuk mencapai perekonomian dan relasi sosial yang lebih egaliter.
Masalahnya, selain dari hambatan-hambatan ekonomi-fiskal dan teknis-kebijakan, strategi pembangunan ekonomi semacam itu akan menemui hambatan politik yang datang dari oposisi: kelas kapitalis (Alnick Nathan, 2022).
Selain itu, untuk meningkatkan kualitas dan daya saing dalam perekonomian, negeri ini perlu meningkatkan human capital yang merupakan salah satu upaya dalam menghindari MIT. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan human capital adalah melalui pendidikan.
Hanushek dan Wobman (2007) dalam Muhammad Rafi Bakri (2022) berpendapat bahwa tenaga kerja dengan pendidikan tinggi dan
terampil memiliki efek yang lebih tinggi dalam pertumbuhan ekonomi karena memiliki kemampuan yang lebih di bidang inovasi dan lebih cepat dalam menguasai teknologi.
Tenaga kerja dengan pendidikan yang tinggi biasanya memiliki kompensasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja dengan pendidikan rendah.
Hal ini berdampak pada pendapatan per kapita Indonesia. Oleh karena itu, peningkatan pendidikan di Indonesia perlu dilakukan agar dapat menghasilkan tenaga kerja yang terampil, sehingga pertumbuhan yang cepat dan berkelanjutan dapat terjadi dan membuat Indonesia terhindar dari MIT.
Kedua, optimalisasi peluang bonus demografi. Bonus demografi adalah situasi di mana sebuah negara memiliki komposisi penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan usia non produktif (65 tahun atau lebih) dengan proporsi di atas 60 persen.
Saat ini, Indonesia berada pada periode rasio ketergantungan penduduk yang paling rendah (puncak bonus demografi), yang terjadi hanya satu kali dalam sejarah peradaban suatu negara, sehingga hal tersebut harus bisa dioptimalkan.
BACA JUGA: Pemerataan Pertumbuhan Ekonomi
Dan kita pun tahu kalau momentum keunggulan bonus demografi Indonesia hanya sampai tahun 2035, di mana setelahnya piramida usia penduduk akan berbalik, dan usia non produktif akan menjadi lebih banyak.
Artinya, momentum Indonesia untuk keluar dari MIT hanya tersisa 13 tahun lagi, sisanya akan lebih sulit untuk dilakukan. Ketiga, letak wilayah
Indonesia yang strategis sangat menguntungkan dalam perdagangan internasional. Selain itu, pengaruh musim menjadikan Indonesia menjadi negara agraris.
Keempat, melimpahnya sumber daya alam dengan kekayaan cadangan mineral yang sangat besar, di mana Indonesia menjadi peringkat pertama cadangan nikel (21 juta MT), bauksit peringkat ke-6 (1 miliar MT), tembaga peringkat ke-7 (24 juta MT), dan timah peringkat ke-1 (0,8 juta MT).
Kita pun mengapresiasi lima strategi kunci transformasi yang akan dilakukan pemerintah untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan MIT, yakni transformasi sumber daya manusia (SDM), transformasi pendidikan, transformasi pada jaring pengaman sosial, transformasi ekonomi, dan transformasi institusi.
Dengan melihat lima strategi kunci transformasi tersebut, besar harapan agar pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat bangkit secara perlahan hingga dapat keluar dari jebakan MIT dan keinginan untuk bertransisi menjadi negara maju di Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.
====
Penulis Statistisi Ahli Madya pada Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]