Pemimpin macam apakah yang diinginkan dalam Pilkada Serentak 2020? Mungkin, pemimpin yang gemar tampil di depan umum. Sebab, tak mungkin seorang calon pemimpin bersembunyi dan menghindar dari “pembacaan” publik. Kelak dialah yang menunaikan perubahan, kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Cucuk dan cabut. Pameo itu cocok ditujukan kepada Festival Danau Toba (FDT) yang semula ditadakan, tiba-tiba tetap diselenggarakan pada 2020 ini. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara, Ria Telaumbanua kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (16/1/2020), menegaskan itu.
Syahdan, kaum saudagar sejak zaman dahulu kala dianggap sebagai insan yang hanya asyik memburu duit. Dianggap tidak mulia dan kurang terpuji. Mungkin, karena dianggap mata duitan alias matre, kata ABG (anak baru gede) zaman now.
Jika kita melintasi Medan-Tebing Tinggi saat dinihari, kita sering melihat orang berseragam Korpri menyetop bus. Sebutlah, di Sei Rampa, dan mungkin dia hendak bekerja di Kantor Bupati Deli Serdang di Lubukpakam atau malah ke Kota Medan. He-he, inilah orang yang mencari makan atau nafkah di kota, tetapi tinggal di luar kota.
Nasib Festival Danau Toba (FDT) di bibir jurang. Mulai 2020 ditiadakan. Pantaslah. Kita ingat FDT 2018 dan 2019 sepi-sepi saja. Tak mendatangkan wisatawan asing. Para penguasaha kuliner dan suvenir juga tak keciprat rejeki.
Penyair Jerman, Friedrich Schiller berkata, bahwa “Bangsa besar ditunjukkan oleh pemimpinnya yang juga besar.” Contohnya, Sumatera Utara (Sumut) pernah punya Gubernur Marah Halim, pelopor Marah Halim Cup, menjadi even kompetisi sepakbola internasional yang bergengsi. Muncullah, nama-nama pemain bola seperti Taufik Lubis, Nobon, Tumsila dan Parlin Siagian.
Saya tidak kaget jika akhirnya Festival Danau Toba (FDT) ditiadakan untuk tahun 2020. Maklum, FDT ini dari tahun ke tahun semakin menciut. FDT 2019 dan 2018 sepi pengunjung. Alih-alih mendatangkan banyak wisatawan asing, bahkan yang berbisnis kuliner dan suvenir pun tak keciprat rezeki.
Teringat bencana alam di mana mana, Jakarta, Lebak, Bogor dan Labura, saya terkenang lukisan Utoyo Hadi pada 1992. Dia lukis sisa-sisa pohon yang tumbang dan lapuk. Pada sisa-sisa ranting dan daunannya yang membusuk membentuk lapisan humus itu tumbuh tunas-tunas generasi baru.
Saya sudah kakek-kakek. Februari bulan depan saya berusia 70 tahun. He-he, tak mungkin lagi aktif berteater, yang saya tekuni 40 tahun lebih di masa silam. Itupun hanya di kota kecil, Sibolga nan indah di tepi Teluk Tapian Nauli.
Dulu orang-orang tua gemar “marlopo.” Semacam nongkrong di lepau kopi dalam bahasa zaman now. Bisa berjam-jam. Selepas kerja, mereka ngobrol tentang situasi politik, atau ada yang baca koran dan main catur. Secangkir kopi pun dipesan lengkap dengan goreng pisang.
Jika Anda melintasi kawasan ring road, Jalan dr Mansyur hingga Jalan Setiabudi dan S Parman, Medan, berjejer kafe dan resto lama dan yang baru. Pengunjungnya pun ramai di kala malam hari, apalagi pada saat weekend. Mobil dan motor berbaris parkir. Gejala boomingnya tempat hang out ini menunjukkan betapa kelas menengah sedang tumbuh di Indonesia, tak terkecuali di Medan. ...
Pertanian Jepang patut dicontoh. Memang mengagumkan karena lahan pertanian di Jepang hanya 25% dari total wilayahnya. Tapi mampu memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Jepang. Mungkin, karena dilatar belakangi sumberdaya alam yang miskin, Jepang menjadi kreatif, apalagi pasca kekalahan dalam perang dunia II.
Sia-sia saja kemegahan DKI Jakarta jika sudah dilanda banjir besar seperti yang terjadi awal tahun ini. Fasilitas kota yang menawan, seperti mal dan plasa, bahkan juga jalanannya yang mulus, termasuk sarana hiburan seperti Taman Impian Jaya Ancol, Taman Mini, Kebun Binatang Ragunan dan sebagainya seakan-akan menjadi percuma ketika banjir menggenangi.
Kompetisi bakal calon (balon) kepada daerah, termasuk Sumatra Utara, identik dengan persaingan produk di panggung bisnis. Sebutlah, persaingan berbagai merek ponsel, motor, mobil, merek kemeja hingga properti dalam “mencuri” hati konsumen.
Jika Anda berbisnis, perhatikanlah siapa pelangganmu. Jangan syur sendiri. Stasiun televisi atau radio bisa saja melayani audiens berbeda, selain kalangan menengah yang menyukai tayangan berita juga mungkin mereka yang menyukai program lagu dangdut atau pop. Supaya pasti, bikinlah survei pelanggan.
Kecil tetapi fungsi sosialnya besar. Itulah pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang jumlahnya di Sumut mencapai 2,4 juta atau 15% dari jumlah penduduk. Jika dihitung-hitung satu keluarga UKM pukul rata tiga orang saja, maka yang dihidupi sektor ini kira-kira separo dari penduduk Sumut.
Sesekali ada eloknya melongok masa silam. Sepahit apapun, setidaknya kita mengenali mengapa masa sulit itu terjadi. Semakin mudah pula menghindari dan menanggulanginya.
Saya masih kelas satu SMA ketika G30S meletus yang diusung oleh Dewan Revolusi dengan dukungan PKI. Tapi kudeta itu gagal pada 1965. Saya ingat orang-orang semakin rajin ke masjid dan gereja. Gerakan PKI yang saat itu disebut kaum atheis, tak beragama, mungkin membuat orang semakin meyakini betapa pentingnya agama.
Tatkala kembang api berluncuran di angkasa, pertanda datangnya tahun baru, 2020, ingatlah, sebagian manusia sedang didera oleh derita, musibah, kematian, kesengsaraan, kepedihan dan ketakutan. Di berbagai belahan dunia terjadi bencana, peperangan, konflik dan berbagai kejadian yang memilukan kemanusiaan.
Bisnis keluarga dan kekeluargaan itu beda. Jika bisnis keluarga dikelola oleh keluarga tetapi bisnis kekeluargaan dikelola dengan semangat kekeluargaan, kendati di bawah bendera perseroan terbatas. Di Indonesia, misalnya ada Grup Kalla, milik keluarga mantan Wapres RI. Di Kota Medan juga ada keluarga Arbie, TD Pardede dan sebagainya.
Mengorbankan satu dua hal, tidak apa-apa demi meraih kemenangan menyeluruh. Di panggung ekonomi, strategi itu lumrah. Ketika ketegangan antara kepentingan jangka pendek dan panjang berbenturan, Anda harus berani memilih.
Empat hari lagi kalender berganti. Telah tiba 2020. Tapi apakah situasi Indonesia berubah dalam sekejab setelah pukul 24.00 tanggal 31 Desember? Tak usah kesal jika hanya perubahan hari, dari Selasa ke Rabu yang terjadi.
Lonceng berdentang. Bulan bersinar pucat. Angin menderu-deru. Derap-derap kaki kuda terdengar kian dekat. Oi, kereta kencana telah datang, pertanda maut akan menyergap. Kedua kakek-nenek tua renta itu sontak bersujud.
Jika hujan lebat turun, kota ini pun dikuasai oleh banjir. Soalnya, jaringan drainase belum mampu mengalirkannya ke tujuh sungai yang membelah kota Medan. Jika ada banjir kiriman dari hulu, beberapa sungai pun meluap menggenangi jalanan dan pemukiman.
Jalan menuju Kota Sibolga di pantai barat Sumatra Utara, alangkah eksotik. Hutan dan lembah menghijau di kiri dan jurang terjal di kanan. Tapi romantisme alam itu tak bisa meredakan perang antara tentara Belanda dan pejuang lasykar republik menjelang tengah malam di masa revolusi itu.
Ketika dulu masih tinggal di daerah, saya sering menyaksikan perayaan Natal di sebuah gereja di desa terpencil. Jemaat perempuan berkebaya sederhana, bersanggul tapi beraroma khas minyak kelapa untuk merapikan rambut. Sandal jepit mereka dihiasi lumpur, maklum, he-he.. sedang musim hujan.
IPB, apa pula itu? Bukan Institut Pertanian Bogor, melainkan infrastruktur, politik dan birokrasi. “Jika listrik byarpet, jalan buruk dan air bersih pun macet, payahlah awak,” kata seorang kawan menirukan logat Medan yang berlagu.
Lagu “Kasih Ibu” karya SM Mochtar, hari-hari ini, kerap diputar di radio dan televisi. Maklum, hari ini, 22 Desember 2019 adalah Hari Ibu. Memang, liriknya sederhana, tapi maknanya sangat dalam.
Tiba di mata dipicingkan, tiba di perut dikempeskan. Pepatah ini mengingatkan saya kepada sikap protektif Uni Eropa (UE) yang gemar menuduh CPO Indonesia merusak kesehatan, dan lingkungan. Padahal, yang sebenarnya terjadi, justru karena produk lokal mereka tersaingi oleh CPO dari Indonesia.
Orang-orang tua barangkali masih ingat pantun lama ini. “Sejak Sibolga jadi kota, Sidimpuan tak ramai lagi. ” Namanya kenangan tentu saja adanya di masa lalu, setidaknya pada era 1960-an ke bawah. Kala itu, Pelabuhan Sibolga masih disinggahi kapal asing dari Eropa semenjak abad ke-19, sehingga arus barang melalui pelabuhan itu ke berbagai desa di Tapanuli dan ...
Profil petani di Sumatera Utara (Sumut) tidaklah miskin-miskin amat. Bahkan, ternyata 81,6% punya rumah meski luasnya kurang dari 100 M2. Juga punya sawah walau rata-rata di bawah 0,5 hektare (58,7%). Malah ada yang di antara 0,6 hingga 1 hektare sebanyak 28,2%. Di atas dua hektare ada 4,9%.
Saya tidak tahu berapa dana APBD yang dialokasikan untuk kesenian di masa Gubernur Marahalim Harahap (1968-1979) silam. Tapi saat itu kreatifitas kesenian Sumatera Utara (Sumut) sempat bergema di tingkat nasional.
Lagi-lagi, dua sahabat itu, Bargot dan Porjan berbincang di sebuah kafe. “Apakah memang ada kaitannya pembangunan dengan pendekatan budaya?” tanya Porjan. “Wah, hebat kau Porjan. Bicara kebudayaan pula dikau,” sahut Bargot.
Mereka bukan salesman parfum. Mereka datang menawarkan sesuatu yang tak biasa, yakni masa depan Kota Medan, atau kabupaten-kota yang ikut dalam Pilkada Serentak 2020. Mereka menyapa publik, “jika saya dipercaya memimpin daerah ini, maka saya akan……” Lalu, serentetan janji pun meluncur.
Imajinasiku macet ketika mendengar kabar bahwa Taman Budaya Sumatra Utara (TBSU) di Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan akan “berlari” ke Pekan Raya Sumatra Utara (PRSU), di Jalan Gatot Subroto, Medan, tahun depan. Syahdan, pemindahan itu untuk tetap mengakomodir kreativitas para seniman menyusul tidak adanya titik temu antara Pemko Medan dan Pemprov Sumut soal ...
Alkisah, Bargot terjun ke dunia bisnis. Nah, yang pertama dipikirkannya adalah membuat produk yang berbeda dibandingkan dengan produk sejenis yang sudah ada. Apalagi sudah bermunculan produk yang menggunakan teknologi informasi. Soalnya, dia melihat beberapa temannya yang gagal justru karena menjual produk yang ketinggalan zaman..
Lancung rasanya menyaksikan turis asing dan lokal berduyun-duyun mengunjungi Festival Danau Toba (FDT) 2019 pada 9-12 Desember di Parapat, Simalungun. Berbagai atraksi kebudayaan yang eksotik juga memukau pengunjung. Pengusaha hotel, restoran, pedagang kuliner dan suvenir pun tersenyum keciprat rezeki.
Bursa calon Wali Kota Medan mulai hangat-hangat kuku. Survei yang diusung oleh City Researc Center (CRC) melansir beberapa nama dalam pemaparannya, Senin (9/12) silam di Medan. Survei pada 20-27 November lalu dengan 680 responden itu berlangsung secara tatap muka.
Saya kira pantaslah jika mereka menggebu-gebu menyampaikan aspirasi pembentukan Provinsi Nias kepada Mendagri Tito Karnavian. Seraya memberikan gelar kebesaran adat yaitu "Tuha Hari Sifaoma Bawa" atau "Pedang Bermata Dua" di Desa Bawomataluo, Nias, Senin (9/12) silam. Mantan Ketua DPRD Nias Selatan, Sidiadil Harita menyampaikan aspirasi pemekaran wilayah ...
MEDIA cetak itu bermuka dua. Dia mengemban fungsi sebagai lembaga demokrasi keempat, setelah eksekutif, legislatif dan judikatif. Tetap dia juga harus mampu hidup secara ekonomi. Kadang terjadi conflict of interest antara fungsi sosial kontrolnya dan lakon bisnisnya agar tetap eksis. Toh, dua-duanya penting. Memilih satu saja terasa bak makan buah simalakama.
Seorang pengusaha dalam memilih jenis usaha dan lokasi investasinya harus cermat. Barulah ia memikirkan penyediaan modal dan melihat kondisi infrastruktur.
Saya ingat di tahun 1980-an, orang sangat kagum kepada wiraswastawan nasional TD Pardede, yang termashur dengan panggilan Pak Katua. Dia mewariskan Hotel Danau Toba, RS Herna dan Universitas Dharma Agung kepada putera-puterinya. Bahkan pernah diangkat menjadi Menteri Berdikari di zaman Presiden Soekarno.
“Saya amat masygul. Apakah Pemko harus menggusur pedagang kakilima (PKL), atau membiarkannya?” keluh sang wali kota. Bukan sedang diwawancarai wartawan atau di sidang parlemen daerah. Tetapi dia tampil sebagai aktor dalam drama monolog berjudul “Pledoi Wali Kota” di Gedung Kesenian di suatu kota Antah Berantah.
Saya membayangkan ada tangan-tangan gelap berkelebat pada anggaran pemerintah yang terang benderang karena terlebih dulu disahkan oleh DPR atau DPRD. Namun “tangan-tangan” itu nekad “merampok”-nya di sana sini, demi kepentingan pribadi, kelompok atau konco-konconya.
Kadang, maaf, harapan kita bagai katak (di bawah tempurung) yang hendak menjadi lembu. Begitu tempurung disepak orang, kita terbelalak. Ternyata masalah bangsa ini sedemikian luas. Dan besar. Sudah ada sebelum seseorang menjadi presiden, gubernur atau wali kota.
Bermasyarakat, bernegara dan berbangsa itu bebas dan demokratis. Tapi tidak suka-suka. Jika Anda tiba di lampu setopan, dan lampu merah menyala, Anda harus berhenti. Jika Anda melintas juga bisa-bisa terjadi tabrakan lalu lintas dengan kenderaan yang melaju arah berbeda. Lampu kuning berarti bersiap-siap. Sedang lampu hijau, silakan meluncur.
Asyik juga menyimak rakyat berbicara tentang calon kepala daerah, entah bupati atau wali kota. “Perlu seorang calon yang membawa gairah baru,” kata yang satu. “Yang memimpin dengan cara yang tak biasa-biasa saja,” seru yang lain.
Maaf beribu maaf, seorang kandidat kepala daerah yang pantas dipilih adalah yang mempunyai orientasi sebagai pelayan masyarakat. Bukan yang berpotensi besar untuk memerintah seperti tuan besar.